Â
Siang itu, 8 Januari 2022, ia berdiri dengan penuh percaya diri dan tenang di hadapan dewan penguji seminar hasil Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Nurdin Hamzah. Lembar demi lembar slide presentasi ia tampilkan dan ia paparkan dengan amat jelas serta detail. Dewan penguji dan peserta yang hadir pada seminar tersebut pun dibuat terpana olehnya hingga akhir presentasi.
Ya, saat itu Egi Opika, mahasiswa Prodi Ilmu Pemerintahan Fisipol Universitas Nurdin Hamzah ini tengah mempresentasikan hasil kerjanya selama KKN di tanah kelahirannya, yaitu Desa Mandiangin Tuo. Pemuda kelahiran 1 Juni 1998 ini mengambil proyek mandiri dengan isu budaya untuk KKNnya. Pelestarian musik tradisi Mandiangin Tuo menjadi minat utamanya. Dosen pembimbing Egi pada kesempatan ini adalah Surya Wahyuni Latief, Phd.
Mandiangin Tuo memiliki kekayaan musik tradisi berupa musik kromong sebagai pengiring tari kain yang ditampilkan pada acara tertentu, salah satunya pada acara pernikahan. Keduanya, baik musik kromong maupun tari kain telah diakui sebagai warisan budaya tak benda dari Mandingan. Musik kromong sendiri dimainkan dengan menggunakan tiga unsur alat musik, yaitu kromong, gendang panjang dan gong.
Egi tergerak melakukan pelestarian musik kromong karena menurutnya tidak ada penerus atau regenerasi musik kromong. Pelaku tradisi musik kromong di desanya sudah menua, sementara anak mudanya sulit untuk tertarik mempelajari musik kromong. Egi pun merasakan ancaman kepunahan musik kromong di sanubarinya.
"Kalau tari kain penarinya banyak dan insyaallah berkembang. Tapi kalau musik memang tidak ada regenerasi kepada generasi muda di Desa," tutur Egi.
Sebenarnya, jauh sebelum proyek KKN Mandirinya, ia telah menyadari ancaman kepunahan musik kromong ini. Ia pun mewacanakan harapannya membentuk persatuan Karang Taruna untuk bergerak dalam pelestarian musik kromong. Namun hal itu tidak pernah tercapai, baru ketika ia melaksanakan KKN, ia dapat menekankan gerakan pelestarian ini.
"Tujuan saya, agar generasi muda yang ada di Desa Mandiangin Tuo menyadari pentingnya aktif menjaga pelestarian seni dan budaya yang ada di Desa Mandiangin Tuo. Harapannya, upaya pelestarian ini berkesinambungan hingga masa yang akan datang. Saya juga ingin pemerintah setempat dan lembaga terkait ikut bertanggungjawab dalam upaya pelestarian ini," ungkap Egi.
Egi mengadakan rapat pertemuan bersama staf pemerintah Desa Mandiangin Tuo, Karang Taruna, Lembaga Adat, dan pelaku seni tradisi serta budaya sebagai langkah awalnya bergerak melakukan pelestarian musik kromong. Pada pertemuan ini ia menjelaskan program kerjanya selama KKN, dan juga meminta arahan serta masukan.
Beruntungnya Egi mendapat dukungan ketika pertemuan tersebut. Stakeholder yang hadir ketika pertemuan tersebut juga merasakan keresahan yang sama dengan Egi terkait musik kromong. Bahkan Kepala Desa Mandiangin Tuo, yaitu Erman Hidayat, mengutarakan bahwa ia berangan-angan membentuk persatuan pemuda yang aktif dalam pelestarian seni budaya di desanya, mengingat ancaman kepunahan akibat dampak dari modernisasi dan globalisasi. Namun ia tak banyak memiliki waktu untuk mewujudkan hal tersebut.
Kini saatnya Egi bergerak. Setelah pertemuan yang penuh mendukungnya itu, ia bersama Karang Taruna Cempaka Gading Desa Mandiangin Tuo sebagai mitra gerakannya, melanjutkan untuk membuat anggaran dan proposal terkait program pelestarian musik kromong.
Proposal program kegiatan yang telah Egi susun bersama Karang Taruna Cempaka Gading disebar kepada sejumlah instansi dan perusahaan. Egi menyebut distribusi proposalnya yang tembus dan disetujui untuk mendukung program kegiatannya sampai selesai antara lain yaitu ;  pertokoan, Camat Mandiangin, Kepala Desa Mandiangin Tuo, Kepala Desa Kutejaye, Kepala Desa  Taman Dewa, Kepala Desa Mandiangin, Mandiangin Pasar, PT. ABP, PT. SPC.
Program Egi dalam pelestarian musik kromong terdiri dari pelatihan musik kromong untuk anak muda Desa Mandiangin Tuo, dan juga acara pementasan hasil dari pelatihan. Ternyata tidak hanya musik kromong yang menjadi program pelestarian yang dilakukannya, ia juga menambahkan program pelestarian musik trabungan atau kompangan.Â
Musik trabungan ini menurut pemaparan Egi, adalah musik trabungan yang berlagu melayu, antara lain seperti ; Dana Sarah, Sara, Lohos, Jambi Ulu, Jambi Seberang, Timbal Balik, Barau-Barau.
Program pelatihan ini dilaksanakan dua kali dalam satu minggu, setiap malam Selasa  dan Sabtu selama dua bulan. Setiap latihan, guru pembina yang melatih dianggarkan untuk diberi uang sebesar lima puluh ribu rupiah per-kepala yang dilatihnya. Maksimal guru pembina melatih tiga kepala. Tiga orang bersedia menjadi guru pembina, yaitu Samrizal melatih musik kromong, sedangkan Suandi dan Sainul melatih trabungan.
"Namun, kadang si pembina tidak ingin menerima. Hanya saja karena tanggung jawab saya dari uang proposal yang masuk itu untuk pembina dan kegiatan acara puncak, jadi uang itu tetap harus disalurkan," terang Egi.
Agar generasi muda di Desa Mandiangin Tuo berminat mengikuti program pelatihan musik kromong dan trabungan, Egi dan tim yang dibentuknya mengajak kerabat, sahabat, pemuda/pemudi  yang ada di Desa Mandiangin Tuo. Pendekatan personal dilakukannya untuk mengajak teman-teman di sekitar rumahnya. Selebihnya, ia melakukan himbauan melalui media online seperti facebook dan Instagram, serta pamflet.
Hasilnya, enam belas pemuda terjaring sebagai peserta yang bersedia mengikuti program pelatihan musik tersebut, meskipun yang aktif hanya sepuluh orang. Dari ke-sepuluh peserta aktif ini, enam orang berlatih trabungan dan empat orang bisa berlatih musik kromong maupun trabungan.
Di akhir KKN, Egi menuntaskan proyeknya dengan membuat acara Gelar Budaya. Â Ia berperan sebagai inisiator dan kepala penggerak acara ini bersama tim kepanitiaan di desa. Acara ini tidak saja menampilkan hasil latihan musik kromong dan trabungan, namun juga diisi dengan tari-tarian dan pertunjukkan seni lain yang menampilkan potensi seni serta budaya yang ada. Bahkan penampil seni dari desa lain pun turut memeriahkan acara ini. Tentunya maestro musik kromong pun diberi ruang khusus untuk tampil di acara ini.
Acara Gelar Budaya yang diinisiasi oleh Egi berjalan lancar. Selama proses awal hingga acara puncak, Egi menyebutkan bahwa kendala selama menyelenggarakan kegiatan antara lain, pendanaan yang kurang memadai dan alat musik yang digunakan untuk latihan seringkali dipakai di acara pernikahan, jadi kegiatan pelatihan terpaksa diundur ke hari yang lain.
Cuplikan pertunjukkan musik kromong klik di sini
Cuplikan pertunjukkan trabungan klik di sini
Pertunjukkan tari Dana Sarah klik di sini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H