Aku terpaku memandangi sudut kamarku, diam dan tak tahu apa yang harus kuperbuat sekarang. Semuanya berlalu begitu cepat bagaikan satu kedipan mata. Kini harus kutelan kenyataan pahit itu, hal yang tak pernah terpikirkan olehku bahkan tak pernah terduga. “Frieskha Ramadhani” nama sahabatku. Seseorang yang selalu menghiburku di saat susah maupun senang, ia selalu ada untukku sebagai teman berbagi dan teman yang berharga lebih dari apapun.
Tapi kini aku takkan pernah lagi bertemu dengannya walau hanya sementara, kini ia telah berada di dunia lain. Dia meninggalkanku di saat aku belum meminta maaf, meminta maaf atas segala sikap egoisku selama ini. Kejadian itu terjadi setahun lalu tepatnya disaat kami menginjak kelas XI. Awalnya kami terlihat seperti biasa,dimana ada Friska Ramadhani akan ada yang namanya Natasha Anggraini. Namun semua tak lagi sama ketika peristiwa itu terjadi semua telah berubah.
Suatu pagi yang cerah di SMA Negeri 10 padang. Langit mulai memancarkan cahaya birunya yang indah,matahari pun tak mau lagi memperlihatkan sinarnya. Para siswa-siswi terlihat berdatangan ke sekolah,ada yang bersepeda,memakai motor,dan ada pula yang hanya di antar sampai ke gerbang sekolah.
Di lantai dua kelas yang tempatnya ada di pojok kanan. Terlihat suasana kelas XI IPA 1 tampak ramai. Aku yang baru saja memarkirkan sepeda motorku mendengar suara teriakan yang tak asing di telingaku.
“Nataaaaaaaa” Teriak Frieskha dari depan kelas kami.
Aku yang pura-pura tak mendengar teriakannya tetap berjalan santai.
“Nataa De Coco, punya kuping nggak sih? udah PR kimia belum ?” Tanya Frieskha.
Mendengar kata kimia yang awalnya mood baik-baik saja seketika menjadi moodbreaker, lagu Cita Citata pun yang judulnya goyang dumang pun tak mempan liriknya yaitu “ayo goyang dumang biar hati senang pikiranpun tenang semua masalah jadi hilang”. Malah menambah hati berdebar-debar, aku lari dengan gaya ceking. Tanggapun kunaiki tanpa terengah-engah hingga akhirnya aku sampai di kelas tercinta.
“Liat dong Fries, PR kimiaku belum nih” Sambil merampas tasnya.
“Siapa suruh diteriakin malah jalan kayak siput, sepuluh menit lagi loh pak Andi akan masuk ke kelas kita” Nada bersemangat.
“Udah deh diem aja, lagi serius ini ngerjain keburu nggak kelar” Kata Nataasha.
Lima belas menit kemudian, Pak Andi masuk ke kelas XI Ipa 1. Suasana kelas menjadi tegang karena semua murid tahu jika Pak Andi guru tergalak dan menakutkan.
“Pagi anak-anak, sekarang kumpulkan PR kalian dan bagi yang belum mengerjakan silahkan keluar” Perintah Pak Andi.
Beruntungnya aku sudah selesai mengerjakan tugas dan rasanya benar-benar melegakan.
Selang beberapa jam bel pun berbunyi pertanda istirahat, aku yang sedang lapar pun mengajak Frieskha ke kantin.
“Fries, ke kantin yuk” Kata ku.
“Nggak ah males, pengen di kelas aja” Jawab Frieskha.
“Aku yang traktir deh” Pintaku pada Frieskha.
“Kamu aja deh Nat, aku lagi malas” Jawab frieskha dengan nada ketus.
Aku pun pergi ke kantin seorang diri dengan berjalan sempoyongan tanpa sahabatku Frieskha. Dalam hati aku bertanya ada apa dengannya tak biasanya dia seperti ini. Apalagi tadi aku mengajaknya dengan embel-embel traktir. Akupun tiba dikantin.
“Bu, sotonya satu yah sama es jeruknya” Pintaku.
“Kok sendiri aja Nata, Frieska nya kemana” Tanya ibu kantin.
“Gak tau bu, lagi pengen dikelas katanya” Jawabku datar.
Akupun melahap soto yang kupesan. Hingga bel masuk berbunyi. Aku pun menuju ke kelas kembali.
“Kamu kok aneh sih, gak biasanya tau kamu kayak gini ? Ada apa sih cerita dong, masalah keluargamu lagi yah ? Tanyaku .
Oh iya aku belum cerita frieska itu broken home. Ayah dan ibunya sudah pisah dan dia kini tinggal bertiga bersama ibu dan adiknya. Ayahnya telah menikah dengan wanita lain.
“Gak kok, bukan masalah keluarga”
“Terus apaan dong ?” Tanyaku bingung.
“ Udah ah, tuh Bu Maya lagi menerangkan pelajaran loh. ntar kita ketahuan lagi ngobrol.
Akhirnya bel pulang pun berbunyi . Lalu, aku menuju parkiran bersama frieska, den lain kali aja yah” Tawarku.
“Oke besok yah, aku jemput di rumah kamu” Mengacungkan jempolnya lalu meninggalkan kami.
“Cie cie, lagi PDKTan nih” Ejek frieska.
“Apaan sih kamu”Aku pun tersipu malu.
Deni itu anak IPA 3, bisa di bilang kami lagi dekat sekarang. Orangnya baik, tinggi, dan pinter.
“Yuk ah buruan pulang. Malah senyum senyum terus” Kata frieska.
Kami pun pulang di sepanjang perjalanan, kami tertawa.dia selalu mencairkan suasana dengan leluconnya.
“Fries, kita singgah bentar yah ke toko buku” Ajakku.
“Okey Nata De Coco” Tawanya.
Akupun memarkirkan sepeda motorku di tepi jalan. Kami lalu menyebrang di zebra croos menuju toko buku langgananku. Aku yang hobi membaca, ingin mencari novel terbaru. Dan tak mau sampai kehabisan. Kami pun tiba di toko buku, aku mencari cari novel terbaru.
“Nah ini dia novelnya, akhirnya dapat juga” Ekspresi senang sambil meloncat kegirangan.
“Segitu amat, sampai loncat-loncat” Frieska sinis.
“Sirik ah kamu” Ejekku.
Setelah selesai membayar dikasir kami pun keluar. Frieska pun mengeluarkan leluconnya layaknya Sule diwayang OVJ. Kamu pun tertawa terbahak-bahak sambil berdorong-dorongan. Ketika Frieska mendorongku, akupun terlempar ketengah jalan dan saat itu dari arah kanan mobil sport melaju dengan kencang akupun tertabrak. Aku tak ingat lagi kejadian saat itu, sekarang aku terbaring lemah diatas sebuah kasur, kata mamaku aku berada dirumah sakit. Aku tak bisa melihat apapun yang ada di sekelilingku semua tampak gelap. Kata dokter aku mengalami benturan keras hingga mengalami kebutaan. Semenjak kejadian itu aku benci dengan Frieska. Aku menganggap dialah penyebab kebutaanku. Dia mendorongku begitu keras sehingga tak dapat lagi melihat semuanya. Melihat mama, papa, semua orang yang kusayangi dan bahkan indahnya dunia.
Suatu hari Frieska datang untuk menjengukku. Setelah hampir dua minggu aku dirawat dirumah sakit. Akhirnya dia memberanikan diri menemuiku. Aku mendengar suara pintu yang terbuka dan langkah kaki menujuku.
“Eh Frieska, akhirnya kamu datang juga Nak” Kata mamaku.
Mama dan Papaku tak menyalahkan Frieska atas peristiwa ini. Dia dengan ikhlas menerima bahwa ini adalah suatu kecelakaan tanpa kesenganjaan.
“Nat, aku minta maaf atas kejadian itu. Andai saja aku tak mendorongmu, mungkin kamu tidak akan seperti ini” Suaranya terdengar terbata-bata.
“Sudahlah semua memang salahmu. kamu yang menyebabkan aku seperti ini, seharusnya kamu tidak perlu menjengukku. Walaupun kamu menjengukku, kamu tidak akan bisa merubah kondisiku seperti dulu lagi.
Frieska pun pulang dan pamit kepada orang tuaku. Sudah hampir sebulan aku dirumah sakit ini. Frieska juga sering menjengukku dia tidak peduli caci maki yang ku lontarkan kepadanya. Hingga suatu hari aku mendapat donor mata dari seseoarang. Aku sangat senang akhirnya aku akan melihat kembali. Tapi, Mama dan Papa tidak memberi tahu nama pendonor itu.
Operasi pun dilakukan. Butuh waktu hampir 3 jam untuk melakukan operasi tersebut. Aku pun mulai tak sabar menunggu perban dimataku dibuka. Dengan waktu yang telah ditentukan oleh dokter akupun diperbolehkan membuka perban yang menempel dimataku. Perlahan tapi pasti dokter membuka kedua mataku. Dan akhirnya akupun dapat melihat kembali.
“Ma, Pa. Aku dapat melihat kembali” Aku lalu memeluk mereka.
“iya sayang, Mama juga senang karena putri mama ini sudah dapat melihat seperti dulu lagi”Mama tersenyum.
“Ma, siapa yang sudah mendonorkan matanya ke Nata? Nata ingin bertemu dan mengucapkan terima kasih kepada dia”.
“Dia sudah tidak ada sayang” Mama terdiam.
“Maksud mama, dia sudah tidak ada? Apa? Tolong jelaskan ke Nata” Tanyaku heran.
“Ini ada surat buat kamu dari pendonor mata itu” Mama menyerahkan surat berwarna biru kepadaku.
Aku lalu membuka surat itu dan kutemukan fotoku dengan seseorang yang kubenci. Ya, dia adalah Frieska. Kubaca isi surat itu, akupun mulai meneteskan air mata. Aku menangis sesenggukkan. Frieska, ternyata dia menderita Leukimia. Itulah mengapa dia pernah terlihat aneh tak seperti biasanya. Dia tak pernah mengeluh, bahkan aku sahabatnya tak pernah tau dia menderita leukimia. Frieska tak penah cerita tentang penyakitnya kepadaku.
Isi surat yang terakhir membuatku terenyuh, dia menyuruhku menjaga mata pemberiannya. Dan dia meminta maaf atas kecelakaan yang menimpa diriku.
“Fries, kenapa kamu tidak pernah cerita tentang penyakitmu?” Aku menangis.
“Fries, aku yang egois. Aku tidak memberimu kesempatan untuk berbicara dan memaafkanmu. Padahal itu bukan sepenuhnya kesalahanmu” Mataku sembab.
“Ma, tolong anterin Nata ke makam Frieska” Pintaku.
“iya sayang, mama akan mengantarkanmu ke makam Frieska” Ucap mama.
Akupun tiba dimakam Frieska, tertulis di nisannya FRIESKA RAMADHANI BINTI AHMAD SYAWAF. Aku terjatuh lemah dimakam Frieska, sambil memegang nisannya. Aku mengikhlaskan kepergian sahabatku. Mungkin ini sudah reencana tuhan yang terbaik untuk dirinya. Frieska, istirahatlah dengan tenangdisana. Ya tuhan, berikanlah tempat terindahmu untuk sahabatku yang tercinta. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H