Pemilu 2014 mendatang diperkirakan menjadi pemilihan umum yang paling keras antar caleg satu partai yang pernah terjadi bila dibanding dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Â Konsep suara terbanyak yang dituangkan dalam ketentuan pemilu legislatif terbaru akan memaksa setiap calon anggota legislatif untuk all out memperjuangkan kemungkinan keterpilihannya. Secara konseptual maka model seperti ini cukup menjanjikan bagi keterwakilannya seseorang yang memang menjadi figur yang diinginkan konstituen. Pemilih tidak perlu kuatir dan ragu-ragu dalam menjatuhkan pilihannya mengingat nomor urut caleg pada satu partai bukanlah menjadi hal yang menentukan. Namun demikian disatu sisi isu negatif yang muncul kemudian ialah isu kanibalisme antar caleg. Dapat di deteksi sejak saat ini bahwa kemungkinan setiap caleg untuk saling merebut wilayah dan basis pendukung akan terjadi dengan sangat keras bahkan dapat menjurus kasar secara politik. Secara sosiologis hubungan antar kelompok pendukung bahkan hubungan individu-individu caleg separtai dapat rusak ketika pertarungan merebut hati konstituen terjadi. Dampak terburuk dari hal ini justru merujuk pada rusaknya soliditas partai yang bersangkutan yang bila ini terjadi maka akan melemahkan eksistensi partai. Mengantisipasi kemungkinan masalah tersebut maka partai tertentu dengan basis pendukung besar seperti Golkar menghadirkan konsep Kode Etik Caleg yang didalamnya akan mengatur etika kampanye, pembagian wilayah kampanye dan pertanggungjawaban tim sukses. Dari beberapa hal ini maka isu pembagian wilayah akan menjadi isu yang paling menarik bahkan cenderung kontroversial dan sulit untuk dilaksanakan. Pembagian wilayah nampaknya akan sulit diterima secara logika hukum mengingat hal demikian justru mereduksi hak politik setiap caleg untuk berkampanye merebut simpati pemilih yang tidak akan mempedulikan didaerah basis pendukung atau bukan. Pun demikian pula dengan hak pemilih untuk mengetahui dan mengenal lebih dekat setiap caleg yang ada. Dari sini maka dapat dikatakan bahwa pembagian wilayah bukanlah hal yang tepat untuk diterapkan. Ada atau tidak kode etik yang mengatur pembagian wilayah hasilnya akan sama saja yakni kanibalisme caleg tidak akan terhindarkan. Dari kondisi ini maka hendaknya disadari bahwa kanibalisme caleg yang tidak terhindarkan ini justru tidak perlu dihindari untuk terjadi, mengingat dari hal ini ada hal yang menjadi penting untuk diperhatikan ialah perlunya pendidikan politik konstituen oleh partai politik. Partai politik justru perlu mendidik konstituennya dengan menghadirkan pemahaman-pemahaman penting dalam hal memilih dan menyeleksi kader-kader terbaik partai untuk diutus di lembaga perwakilan rakyat. Pendidikan politik kepada konstituen ini menjadi sedemikian pentingnya untuk menyadarkan para pemilih agar mampu melihat dengan baik calon anggota legislatif yang benar-benar berkualitas dan diperkirakan mampu memenuhi harapan ketika duduk sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Hal inilah yang kiranya perlu diperhatikan dan diprioritaskan daripada sekadar menata wilayah untuk kemudian dibagi-bagi pada individu-individu caleg.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H