Mohon tunggu...
weningtyas widiasih
weningtyas widiasih Mohon Tunggu... -

seorang mahasiswi yang terdampar d PSIK FK UNDIP. Dan tahun ini, 2010, merupakan tahun pertama kuliah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Misteri Deja Vu

12 Desember 2010   11:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:48 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagian orang di kehidupan sekarang mungkin pernah merasakan sesuatu yang rasanya pernah mereka alami pada waktu dulu. Sesuatu peristiwa yang rasanya seperti sudah berkali – kali dilakukan di masa lalu dan sekarang merasa seperti mengulang hal itu kembali. Termasuk saya, saya seringkali mengalami hal tersebut. Awalnya saya mengira saya memiliki sesuatu yang berbeda dibanding orang lain, yaitu seperti mempunyai ingatan akan sesuatu atau semacam indera keenam dan yang lainnya. Tetapi, setelah saya mencari informasi dan fakta dari berbagai sumber ternyata itu yang dinamakan DEJA VU. Déjà vu berasal dari salah satu kata atau frasa bahasa Perancis yang arti secara harfiahnya adalah “pernah melihat”. Maksudnya mengalami sesuatu pengalaman yang dirasakan pernah dialami sebelumnya. Fenomena ini juga disebut dengan istilah paramnesia dari bahasa Yunani para (παρα) yang artinya adalah “sejajar” dan mnimi (μνήμη) “ingatan”. Fenomena ini (Deja vu) pertama kali ditemukan dan diungkapkan oleh seorang ilmuwan Perancis yang bernama Emile Boirac yang telah mempelajarinya pada tahun (1851-1917)  dan dibukukan dengan judul “L’Avenir des sciences Psychiques” yang ditulisnya pada saat dia mengenyam pendidikan di University of Chicago. James Lampinen, profesor psikologi dari University of Arkansas mendefinisikan déjà vu sebagai perasaan begitu kuat mengenai adanya kesamaan global yang terjadi pada situasi baru. Kesamaan pengalaman dalam déjà vu ini bersifat keseluruhan, hingga setiap detail terkecil, mirip sekali dengan yang pernah dialami seseorang di masa lampau. Namun, seringkali déjà vu yang dialami menjadi pengalaman yang kurang menyenangkan karena seseorang secara tidak sengaja dipaksa untuk mengingat kembali cuplikan atau potongan kehidupannya yang menyeramkan, janggal dan tidak masuk akal. Tak jarang potongan film kehidupan seseorang yang dirasa pernah dialami pada masa lalu hanya sebuah mimpi. Déjà vu ini memiliki beberapa variasi, yaitu: 1. Déjà vecu yang artinya pernah mengalami. suatu perasaan bahwasanya segala sesuatu yang sedang terjadi baru saja itu identik dengan apa yang terjadi sebelumnya serta satu gagasan tidak wajar tentang apa yang akan terjadi berikutnya. Seseorang yang mengalami perasaan Deja vecu mengklaim telah mengetahui apa yang sedikit lagi akan terjadi dan kadang kala merasa telah mengingat hal tersebut. 2. Déjà senti yang artinya memikirkannya. perasaan ini merujuk pada sesuatu "yang sudah dirasakan". Hal itu merupakan fenomena kejiwaan dan para peneliti meyakini bahwa sesuatu yang telah dirasakan di masa lalu itu sangat mirip dengan yang dirasakan saat ini. Kesamaan pada kedua pengalaman tersebut membuat seseorang merasa bahwa dia telah merasakan hal yang sama di masa lalu. 3. Déjà visite yang artinya mengunjunginya. Bentuk Deja vu ini merupakan suatu perasaan pernah mengunjungi suatu tempat yang benar-benar baru. Seseorang yang mengalami bentuk Deja vu ini mengklaim memiliki pengetahuan tentang sebuah tempat yang belum dikunjungi. Seseorang mengklaim mengetahui letak geografi suatu tempat, ketika dia belum pernah ke sana dalam kenyataannya. Deja visite diciri khaskan dengan sebuah pengetahuan tidak wajar tentang suatu tempat yang belum pernah dikunjungi. Chris Moulin dari University of  Leeds, Inggris, telah menemukan pula penderita Déjà vu kronis (orang – orang yang sering dapat menjelaskan secara rinci peristiwa – peristiwa yang tidak pernah terjadi). Mereka merasa tidak perlu menonton TV karena merasa telah menonton acara TV tersebut sebelumnya (padahal belum), dan mereka bahkan merasa tidak perlu pergi ke dokter untuk mengobati “penyakit“nya karena mereka merasa sudah pergi ke dokter dan dapat menceritakan hal-hal rinci selama kunjungannya. .berbagai sumber. baca pula artikel serupa

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun