Daerah 3T adalah daerah yang tergolong dalam daerah tertinggal, terdepan, dan terluar. Tertinggal berarti memiliki kualitas pembangunan yang rendah, dimana masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional. Untuk melaksanakan pembangunan yang adil dan merata, terutama dalam bidang pendidikan. Pemerintah Indonesia memberikan bantuan pendidikan yang bersifat afirmasi kepada pelajar daerah 3T.
Pengabdian Masyarakat merupakan salah satu pilar Tri Dharma Perguruan Tinggi, di samping dharma pendidikan dan pengajaran, serta dharma penelitian. Oleh sebab itu, penulis telah beberapa kali melakukan kerelawanan terutama di bidang pengabdian masyarakat daerah 3T dan ingin berbagi pengalaman pribadi yang dialami penulis secara langsung dan mengaitkannya dengan beberapa artikel / penelitian yang sudah ada.
Untuk melaksanakan pembangunan yang adil dan merata, terutama dalam bidang pendidikan, pemerintah Indonesia memberikan bantuan pendidikan yang bersifat afirmasi kepada pelajar daerah 3T. Proses pemerataan pendidikan ini tentunya tidak hanya dilakukan oleh pemerintah atau negara, proses pemerataan akses pendidikan ini harus dilakukan secara komprehensif oleh semua pihak yang ada di dalam bangsa Indonesia. Pemerataan akses pendidikan tidak akan berhasil tanpa adanya kerja sama yang baik antara berbagai pihak termasuk juga kesadaran yang dimiliki oleh masyarakat daerah 3T itu sendiri. Organisasi masyarakat maupun LSM-LSM yang ada juga berperan penting dalam proses ini.
Permasalahan pendidikan di daerah 3T antara lain yang terkait dengan pendidik, seperti kekurangan jumlah guru (shortage), distribusi guru yang tidak seimbang (unbalanced distribution), kualifikasi guru di bawah standar (under qualification), kurang kompeten (low competencies), dan ketidaksesuaian antara kualifikasi pendidikan dengan bidang yang diajarkan (mismatched), angka partisipasi sekolah yang masih rendah, sarana prasarana yang belum memadai, dan infrastruktur untuk kemudahan akses dalam mengikuti pendidikan yang masih sangat kurang.
Dari hasil uji coba dan penelitian di lapangan model pembelajaran yang dapat dilaksanakan untuk daerah 3T adalah penyelenggaraan yang mengakomodir kearifan lokal atau keragaman kondisi lingkungan sosial dan budaya setempat yang mengedepankan prinsip “ASICT” (Assimilated and Accomodated, supporting of, Innovative Thinking, Comprehensif and Technoilogycal Used / Berasimilasi dan Diakomodasi, Mendukung, Pemikiran Inovatif, Komprehensif dan Teknologi yang Digunakan)
Dengan adanya faktor pendukung sarana dan prasarana yang memadai maka dalam peningkatan mutu pendidikan sekolah akan meningkat minimal setara dengan tingkat pendidikan di perkotaan selain itu harus adanya tingkat keprofesionalan guru yang kreatif dengan mengajar beberapa metode baru sehingga mampu membuat peserta didik dapat dilaksanakan dengan baik, kualitas proses pembelajaran tercipta yang berindikasi kepada standar kelulusan diperoleh maksimal (100%).
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa sangat sedikit lulusan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Pongok dan Celagen yang melanjutkan ke perguruan tinggi, masih terdapat cukup banyak guru yang berlatar belakang pendidikan strata 1 non-kependidikan, dan hampir tidak ada koleksi buku panduan pendidik di perpustakaan sekolah. Hal ini harus menjadi perhatian yang serius bagi para pemangku kepentingan atau kebijakan terkait dengan dunia pendidikan di wilayah terkait.
Berdasarkan pengalaman dan observasi singkat penulis yang sudah pernah melakukan pengabdian masyarakat di daerah pesisir 3T yaitu Bajo Pulo, Sape, Bima, NTB (22-31 Agustus 2021) dengan sekolah yaitu SDN Bajo Pulau dan SMPN 8 Sape Satap penulis menggunakan metode wawancara. Wawancara sendiri adalah proses komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan informasi dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan informan atau subjek penelitian. Dari wawancara dengan guru didapatkan bahwa para pengajar harus melakukan perjalanan setiap harinya dari pulau utama (Sape) untuk melakukan proses belajar mengajar setiap harinya. Beliau juga menceritakan kalau ruang kelas SMP yang terbuka dibangun menggunakan uang pribadi kepala sekolah selama dua tahun lamanya. Banyak murid SMP yang masih belum lancar dalam membaca dan menulis. Ketimpangan antara pendidikan di kota dan pelosok sangat terasa disini, bahkan sangat sedikit buku yang tersedia. Kemudian LSM penulis membuat perpustakaan dari buku donasi di balai desa setempat.
Sedangkan pengabdian masyarakat kedua, penulis di daerah kepulauan 3T adalah Labengki, Lasolo Kepulauan, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (6 – 13 Desember 2021) yaitu SDN 2 Lasolo Kepulauan dan SMP Satap 2 Lasolo Kepulauan. Penulis dengan LSM merapikan buku-buku yang sudah ada di perpustakaan bersama milik SD dan SMP, bukunya kebanyakan sudah lama dan penulis juga menambahkan dengan buku donasi yang dibawa dari berbagai daerah di Indonesia. Keadaan anak-anak dan pendidikan di Labengki lebih miris daripada anak-anak di Bajo Pulo. Dari beberapa hasil penelitian di atas tentang daerah 3T memang benar adanya dan kurang lebih sama dengan observasi yang ditemukan penulis pada pengabdian masyarakatnya.
Penulis melakukan penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif yaitu wawancara (ketika di Bajo Pulo). Selain itu peneliti juga melakukan pengumpulan data berupa observasi, observasi sendiri hakikatnya merupakan kegiatan dengan menggunakan panca indera, bisa penglihatan, penciuman, pendengaran, untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah penelitian.
Penulis sendiri menggunakan dua jenis observasi yaitu observasi partisipasi / participant observation yaitu metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan dimana peneliti terlibat dalam keseharian informan. Selain itu, penulis juga melakukan observasi tidak terstruktur dalam artian pengamatan yang dilakukan tanpa menggunakan pedoman observasi, sehingga peneliti mengembangkan pengamatannya berdasarkan perkembangan yang terjadi di lapangan.
REFERENSI :
Daerah 3T - Definisi dan Pengertianya. (2022). Retrieved 12 May 2022, from https://campus.quipper.com/kampuspedia/daerah-3t
Dudung, A., Sudrajat, A., & Hasanah, U. (2022). MODEL PENDIDIKAN DAERAH 3T BERBASIS KEARIFAN LOKAL (1st ed.). Jakarta: Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
PERPRES No. 63 Tahun 2020 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024 [JDIH BPK RI]. (2020). Retrieved 12 May 2022, from https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/136563/perpres-no-63-tahun-2020
Putera, M. T. F., & Rhussary, M. L. (2018). Peningkatan Mutu Pendidikan Daerah 3T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal) di Kabupaten Mahakam Hulu. Jurnal Ekonomi Dan Manajemen, 12(2), 144-148.
Rahardjo, M. (2022). Metode Pengumpulan Data Penelitian Kualitatif. Retrieved 23 June 2022, from https://uin-malang.ac.id/r/110601/metode-pengumpulan-data-penelitian-kualitatif.html
Rahmadi, Imam. (2020). Pendidikan di Daerah Kepulauan Terpencil: Potret Siswa, Guru, dan Sumber Belajar. Jurnal Pendidikan Edutama. 7. 75-84. 10.30734/jpe.v7i1.756.
Sitepu, A., 2019. Kontribusi Untuk Negeri Melalui Pembangunan Daerah 3T. [online] www.ardasitepu.com. Available at: [Accessed 12 May 2022].
Syafii, A. (2018). Perluasan dan pemerataan akses kependidikan daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Dirasat: Jurnal Manajemen dan Pendidikan Islam, 4(2), 153-171.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H