Mohon tunggu...
kinan
kinan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Keterbatasan Tenaga Ahli dalam Industri Keuangan Syariah

8 November 2015   19:00 Diperbarui: 8 Maret 2016   17:29 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam beberapa dekade terakhir, industri keuangan syariah telah mencatatkan kondisi yang stabil dan luar biasa baik. Industri ini dapat menjadi solusi untuk kaum muslim dari industri keuangan konvensional yang berbasis riba. Menurut Global Islamic Finance, pertumbuhan industri keuangan syariah telah mencapai lebih dari 20% dalam dekade terakhir. Dengan lebih dari tiga ratus pelaku industri yang tergabung dalam Islamic Financial Institusions (IFI) pada 2011.

Statistik resmi dirilis oleh KFH Research, salah satu tempat penelitian independen profesional, menunjukkan bahwa kegiatan utama yang mendorong ekspansi industri global adalah perbankan syariah dengan jumlah aset diperkirakan USD 1,1 triliun pada 2011, yang nilainya hampir mencapai 81% dari total aset keuangan berbasis syariah di seluruh dunia. Kemudian diikuti dengan sukuk (obligasi syariah) dengan jumlah porsi sekitar 14%, setara dengan USD 178.2 miliar di tahun 2011. Aset global keuangan syariah lebih diperluas dengan kegiatan aktivitas sumbangan dan donasi Islam (4,5%) yang aset kelolaannya mendekati sekitar USD 60 miliar dari 876 donasi pada 2011. Sisa bagian dari aset global keuangan syariah (0,5%) pada 2011 berasal dari Takaful (asuransi Islam).

Dari data statistik di atas, dapat dilihat perkembangan industri keuangan syariah yang signifikan dan potensial untuk tahun-tahun mendatang maka timbul berbagai dampak yang dapat kita lihat secara langsung. Antara lain kebutuhan akan akuntansi syariah untuk memenuhi pencatatan dan pelaporan keuangan atas transaksi syariah, kemudian sumber daya manusia yang mumpuni dalam membuat produk-produk keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah dan juga dibutuhkan ahli syariah sebagai penasehat atau dewan pengawas syariah. Dengan jumlah pelaku industri keuangan syariah yang terbilang banyak, dibentuklah standar resmi untuk IFI yang dikenal sebagai AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) dan IFSB (International Financial Services Board).

Menurut Grewal pada 2012, aset keuangan syariah di kawasan Asia merupakan 22% dari total aset industri keuangan syariah yang beroperasi di seluruh dunia. Di antara pasar keuangan syariah yang berkembang di Asia Tenggara, Brunei termasuk negara yang memegang peran di industri ini. Dalam International Monetary Fund 2011, Brunei berada di peringkat kelima dunia dengan produk domestik bruto per kapita pada tingkat daya beli masyarakat sekitar US 48.000 per kapita. Hal ini membuat Brunei bangsa kelima terkaya dari 182 negara di dunia.

Industri keuangan Islam di Brunei secara praktis diperkenalkan pada tahun 1991 menyusul pembentukan Dana Perwalian Negara bernama Tabung Amanah Islam Brunei Darussalam. Industri keuangan syariah terus berkembang hingga saat ini, dengan dukungan pemerintah untuk pengembangan keuangan syariah dengan menyediakan infrastruktur yang diperlukan termasuk pembentukan badan pengawas yang disebut "Autoriti Monetari Brunei" pada tahun 2010. Ini mengambil peran bank sentral Brunei, yang berfungsi sebagai lembaga pemerintah untuk mengawasi dan mengatur operasi bank syariah di negara itu. Selanjutnya, Centre for Islamic Banking, Finance and Management (CIBFM) juga didirikan pada tahun 2012 oleh Departemen Keuangan, yang bertujuan untuk mengembangkan bakat manusia yang dibutuhkan. Antara lain, ia menyediakan program pembelajaran profesional dalam berbagai disiplin akademik termasuk perbankan, keuangan, asuransi, pasar modal serta manajemen umum.

Namun, di balik fase pembangunan industri yang luar biasa ini, masih ada isu-isu penting yang belum terselesaikan dan perlu menjadi perhatian serius oleh para pelaku industri. Menurut PwC 2011, hambatan utama dalam pertumbuhan industri keuangan syariah adalah lemahnya infrastruktur pendukung dalam pasar di mana aktivitas keuangan Islam saat ini beroperasi. Hal ini mencakup segi legislatif, peraturan, hukum, akuntansi, pajak, SDM, pemenuhan syariah dan kerangka kerja. Juga dalam memberikan jaminan pada para pemegang saham bahwa industri yang mereka jalani telah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Para akademisi memang telah menyoroti masalah umum yang dihadapi industri keuangan syariah meliputi, kurangnya ketersediaan SDM yang terampil dalam hal pengetahuan dan kualifikasi sebagai pelaku dalam industri keuangan syariah. Dari hasil penelitian yang dilakukan Yaacob dan Donglah (2012) di Brunei diketahui bahwa kurangnya pemahaman mahasiswa pascasarjana mengenai audit syariah terutama karena pemahaman yang tidak memadai saat di perguruan tinggi.

Studi ini menyimpulkan bahwa ada kebutuhan di masa yang akan datang untuk mempromosikan audit syariah sebagai karir yang potensial untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja yang berkualitas dan berpengetahuan di industri keuangan syariah. Boleh dibilang, masalah di atas dapat diidentifikasi sebagai ancaman yang signifikan terhadap koordinasi dan perkembangan industri keuangan syariah. Dugaan penelitian adalah bahwa pendidikan memegang kunci untuk mengatasi masalah SDM di atas.

Audit syariah memiliki jaminan layanan yang setara dengan auditor eksternal. Serta dengan tambahan mengenai kecukupan dan kesesuaian dengan prinsip-prinsip syariah dan pengetahuan tentang keuangan syariah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif melalui survei terhadap mahasiswa. Dari penelitian ini ditemukan bahwa pemahaman mahasiswa mengenai audit syariah masih dalam tahap dasar. Sementara karakteristik dan pengetahuan syariah yang diharapkan dari auditor syariah agar dipahami oleh mahasiswa dengan baik, namun mahasiswa masih tidak yakin dengan sasaran utama dari audit syariah itu sendiri. Penelitian ini menyoroti perlunya peran pemerintah dalam mempertimbangkan dan mengubah kurikulum pendidikan dalam memenuhi permintaan pasar untuk menciptakan auditor syariah di masa depan yang berkualitas dan terlatih dengan baik.

Dalam Al-Quran sendiri dijelaskan esensi dari audit seperti dalam surat 84 ayat 7-9:

“Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira.”

Juga terdapat dalam surat ke 82 ayat 10-12:

“Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa umat manusia nantinya akan diaudit oleh Allah di akhirat, di mana buku hasil perbuatan manusia akan disajikan dan selanjutnya manusia akan diberikan balasan yang baik atau dihukum berdasarkan "hasil audit".

Dapat disimpulkan dari penelitian ini mengenai urgensi auditor syariah dalam industri keuangan syariah adalah sebagai ‘penjamin’ dalam menjaga keberlangsungan dan pengembangan industri ini di masa sekarang dan yang akan datang agar tetap stabil dan bergerak ke arah yang lebih signifikan. Saat ini industri keuangan syariah terus maju dan berkembang, masalahnya hal ini tidak dibarengi dengan jumlah SDM yang mumpuni dalam memenuhi kualifikasi sebagai auditor syariah yang cakap dan handal. Urgensi auditor syariah selain sebagai ‘penjamin’ seperti yang disebutkan di atas, juga sebagai pengawas dalam operasional industri keuangan syariah. Mereka memastikan bahwa praktik-praktik yang dilakukan oleh industri ini haruslah tetap berada dalam koridor syariah dan menghasilkan keuntungan dan atau manfaat (dalam konteks organisasi nirlaba) yang halal dan tidak menzalimi pihak-pihak lain.

Di Indonesia sendiri industri keuangan syariah terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Menurut data statistik yang di rilis BI 2015, total aset yang dimiliki BUS dan UUS di Indonesia pada tahun 2009 sebesar 66.090 miliar rupiah kemudian pada 2010 meningkat menjadi 97.519 miliar dan pada 2011 naik lebih signifikan sebesar 145.467 miliar.

Permasalahan yang terjadi di Indonesia pun masih serupa dengan yang terjadi di Brunei, yaitu kurangnya tenaga kerja handal dalam industri keuangan syariah. Seperti beberapa DPS (Dewan Pengawas Syariah) di Indonesia yang masih memiliki rangkap jabatan di berbagai institusi keuangan syariah. Juga pengetahuan DPS yang hanya berkaitan dengan pemenuhan prinsip-prinsip dalam sisi syariah dan memiliki keterbatasan dalam sisi akuntansi dan audit.

Di Indonesia pun jumlah auditor syariah dapat dihitung dengan jari, hal ini dapat memengaruhi eksistensi industri keuangan syariah karena saat ini masih banyak tenaga kerja yang diambil merupakan ‘pindahan’ dari industri keuangan konvensional. Tentu saja ini merupakan masalah yang harus segera ditangani, karena umumnya tenaga kerja ‘pindahan’ ini hanya sekedar tahu bahwa sistem riba itu tidak diperbolehkan kemudian menggantinya dengan sistem bagi hasil dan marjin. Namun, esensi dari bagi hasil dan marjin ini sendiri mereka belum paham.

Jadi upaya terkonsentrasi dan terkoordinasi antara pemerintah, industri dan akademisi selanjutnya diperlukan untuk menjamin kelangsungan penyediaan SDM yang berpengetahuan dan berkualitas tidak terganggu dan berpotensi memberikan dampak yang tidak diharapkan untuk industri berbasis syariah ini.

Wallahu’alam.

 

Di resume oleh: Kinanti Wening Astuti

*Dikutip dari Jurnal Penelitian di Brunei oleh Hisham Yaacob, Fathima Shafeek dan Hairul Suhaimi Nahar, 2014 yang berjudul “Exploring Undergraduate Students’ Understanding of Shariah Auditing in Brunei”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun