Mohon tunggu...
Weni Lestari
Weni Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - Sederhana, terus belajar memperbaiki diri, memperbanyak amal dan bermanfaat bagi orang lain

sederhana, terus belajar memperbaiki diri, memperbanyak amal dan bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Nature

ASAP TIMBUL MATAKU PERIH

8 September 2011   02:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:09 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah hampir 1 bulan lamanya Kota Jambi tidak diguyur hujan. Suhu udara menjadi lebih panas dari tahun tahun sebelumnya. Keindahan Kota Jambi seolah enggan menampakkan cantiknya karena tertutupi oleh kabut asap yang muncul sejak beberapa minggu lalu. Dari informasi yang dibaca penulis di website Yahoo tertulis bulan Agustus adalah klimaks atau titik puncak kemarau di Indonesia. Apalagi bulan Agustus bertepatan dengan bulan ramadhan bagi umat Islam untuk melaksanakan kewajiban puasa. Sehingga dapat dibayangkan umat Islam begitu diuji keimanannya karena berpuasa dengan suasana yang sangat panas, udara yang kering, dan teriknya sinar matahari.

Sebagian besar umat Islam di Kota Jambi merayakan Idul Fitri 1432 H pada tanggal 31 Agustus 2011. Beberapa bagian daerah di Kota Jambi mendapatkan rahmat berupa turunnya hujan walaupun dengan intensitas ringan, tetapi di tempat lain banyak juga yang tidak diguyur hujan sedikitpun. Karena lamanya hujan tidak turun banyak sumur-sumur kering, kalaupun mereka menggunakan mesin air, banyak juga yang tidak tersedot oleh mesin karena menurunnya volume air tanah, pekarangan tanah gersang, tanaman banyak yang mati kekeringan, dan lain sebagainya. Ditambah lagi pelanggan PDAM mengeluh dengan macetnya aliran air ke rumah-rumah mereka. Mereka menunggu tetes demi tetes air yang keluar dari kran.

Selain kekeringan air, kabut asap kiriman dari daerah Sumatera Selatan ini juga memberikan dampak buruk bagi kesehatan manusia. Sudah banyak yang mengeluhkan sakit tenggorokan, paru-paru, mata perih, udara yang berbau dan lain sebagainya. Ditambah lagi kondisi jalan raya dengan tebalnya kabut asap bercampur debu ini sering menyebabkan kecelakaan lalu lintas akibat jarak pandang yang tidak lagi nampak (terlalu dekat). Pada pagi hari pukul 07.00 WIB jarak pandang hanya 1200 meter, semakin siang jarak pandang bisa mencapai 2500 meter (BMKG).

Di Provinsi Jambi ada beberapa titik apitetapi tidak berpotensi membuat kabut asap seperti sekarang ini. Kabut asap di Kota Jambi berasal dari Sumatera Selatan yang banyak membuka areal perkebunan sawit. Menurut BMKG Jambi suhu daerah Jambi mencapai 34 derajat Celcius, panas, selain itu tingkat kelembaban sangat rendah. Oleh sebab itu baik pagi siang maupun malam terasa gerah sekali. Selain itu pula udara pagi diselimuti oleh debu yang berbau yang akan memicu sakit pernapasan baik pada orang tua maupun pada anak-anak. Maka tak heran terkadang sekolah-sekolah meliburkan anak-anak jika kabut asap belum menunjukkan tanda-tanda berkurang.

Tidak turunnya hujan sejak hampir sebulan yang lalu dan tebalnya kabut asap bercampur partikel debu mungkin adalah bentuk teguran Allah SWT kepada kita. Sebaiknya masyarakat kita lebih mendekatkan diri kembali kepada Tuhan Sang Maha Pencipta. Apalagi kejadian ini terjadi karena kesalahan manusia yang tak luput dari khilaf dan alfa. Masyarakat kita cendrung untuk menunggu dan menunggu sesuatu walaupun keadaan sekarang sudah kritis. Boleh dikatakan terkesan lamban mengambil keputusan. Memang mereka berharap hujan akan datang, tapi cendrung untuk menunggu himbauan dari ulama atau pemerintah setempat. Ulama-ulama juga tidak terdengar lagi gaungnya karena sibuk memberikan tausiyah atau ceramah agama pada acara halal bihalal. Padahal sewaktu bulan ramadhan ulama-ulama sibuk menghimbau, mengajak kaum muslimin untuk meningkatkan rasa keimanannya.

Tapi melihat kondisi Kota Jambi seperti ini apakah ulama-ulama tersebut tidak tergerak hatinya untuk mengajak, menghimbau dan menyerukan untuk mengadakan Sholat Istisqo’? Apalagi kekentalan beribadah umat Islam masih dapat dirasakan karena bulan Ramadhan baru saja pergi.Jangan tunggu lebih lama lagi, apa mungkin tergerak hati kita untuk meminta hujan setelah ternak-ternak kita mati, pohon-pohon mati kekeringan atau jalan-jalan terbelah-belah. Untuk mencegah ini terjadi lebih lama lagi ada baiknya tiap-tiap daerah mengadakan Sholat Istisqo’ berjamaah. Jangan tunggu lebih lama lagi, karena masih banyak saudara kita yang mengalami kekeringan air. Kita meminta ampunan akan bangsa kita ini, agar Allah SWT menurunkan rahmat-Nya pada Bangsa Indonesia pada umumnya dan Provinsi Jambi pada khususnya.

Menurut penulis dengan kondisi seperti ini, jangan tunda lagi sholat Istisqo’ demi kemaslahatan umat dan sebaiknya kita lebih arif terhadap lingkungan, tidak membuang sampah sembarangan, jangan membuka lahan dengan membakar, menggunakan masker ketika bepergian, membakar sampah, dan tentu saja kita terus berdoa semoga musibah ini segera cepat berlalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun