Penomoran angka jam menggunakan huruf romawi, dan angka 4 nya tidak ditulis IV namun IIII. Selain itu jam ini sudah dibangun dari zaman Belanda dan ketika itu atap jam berbentuk ayam jantan. Kemudian pada zaman penjajahan Jepang, atap jam diganti menjadi bentuk dome (kubah), dan ketika Indonesia merdeka atap jam diganti lagi menjadi rumah gadang oleh Presiden Sukarno.
Tidak jauh dari area Jam Gadang, hanya dicapai dengan jalan kaki saja adalah Pasar Atas. Pasar Atas ini sebenarnya konsepnya mirip pertokoan di Blok M Melawai kalau kata saya, atau mirip dengan Pasar Baru karena kios-kios beratap tenda warna warni memenuhi kiri kanan jalan dan menjual berbagai macam mulai dari kaos gambar Jam Gadang, jam tangan, sepatu, sampai makanan kering dan basah. Saya sendiri kemari karena mencari dendeng sapi dan jangek =D.
Perjalanan hari pertama ditutup dengan makan malam sate padang, tapi uniknya sate padang ini sausnya warna merah. Katanya sih karena dicampur cabe giling. Rasanya mantap! (tapi kurang pedas untuk ukuran lidah saya). Kekurangan sate ini adalah dagingnya kecil-kecil banget sampai makan seporsi tidak cukup haha.. katanya kalau sausnya merah seperti ini berarti tipe sate padang khas daerah pesisir.
Cukup sudah perjalanan di hari pertama yang sudah sampai ke mana-mana, sudah hiking dan trekking sampai dari keringat jadi kering lagi (haha), tiba saatnya beristirahat. Malam kedua saya tidak kebagian tempat di hotel, jadi di guesthouse pun jadilah! Salut kepada suami saya yang akhirnya bisa tidur dalam guesthouse haha.. guesthouse kami letaknya di dekat bypass Bukit Tinggi (namanya Penginapan Makmur).
Masih baru, bersih, pelayanannya ramah. Boleh ambil minum, bikin teh dan kopi sepuasnya, harganya juga terjangkau untuk ukuran peak season (IDR 350.000/malam, bisa ber2).
Kontek Penginapan Makmur : Bu Ningsih +6285365800998 (telp)
Cerita perjalanan saya berikutnya akan saya tulis di ulasan yang terpisah. Sekali lagi, saya minta maaf jika ada pembaca yang tidak puas karena ada beberapa tempat yang saya rahasiakan lokasinya. Ini semata-mata untuk melindungi alam Indonesia kita yang indah dan mencegah terjadinya kerusakan lebih parah lagi. Semoga saya bisa membantu melestarikan alam kita dan terus belajar untuk menjadi penulis travel yang bijaksana dan pandai. Sampai jumpa lagi!