Menyambung ulasan saya tentang jalan-jalan di Negri Jiran Malaysia, mungkin banyak yang akan bernostalgia ketika membaca bagian ke-3 ini, yakni tentang Georgetown (terutama bagi yang pernah mengunjungi kota ini). Georgetown terletak di sebelah utara Malaysia, di daerah bagian Penang atau Pulau Pinang, merupakan kota yang telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai World Culture Heritage. Ya, kota ini ditetapkan sebagai kota yang harus dilestarikan karena sangat kaya akan bangunan bersejarah, seni, dan budaya. Kota ini kecil saja, sepintas tidak menarik bahkan jarang terdengar oleh traveler, namun kota ini telah membuat saya jatuh cinta di hari ke-2 saya di sana.
Saya berangkat ke Georgetown, Penang dari Kuala Lumpur menggunakan bus. Naiknya dari Terminal Bus Pudu Raya, harga busnya bervariasi sekitar RM34 sekali jalan dengan waktu tempuh kira-kira 5 jam. Saya memilih berangkat pagi hari supaya tiba di Georgetown tidak terlalu sore dan masih bisa menjelajahi kota kecil itu. Belilah tiket yang menuju Buttersworth jika ingin mengunjungi Georgetown kemudian dari Buttersworth anda masih harus melanjutkan perjalanan dengan bus Rapid Penang seharga RM2. Saya tinggal di Victoria Inn, guesthouse yang terletak di Lebuh Victoria dengan harga RM90/malam. Sedikit referensi tentang guesthouse ini, selain lokasinya yang mudah dicari, saya tidak merekomendasikan anda untuk tinggal di guesthouse ini. Saya memesan tempat di Victoria Inn melalui situs booking.com dengan fasilitas free wi-fi namun ternyata setibanya di sana, TIDAK ADA free wi-fi. Saya harus membayar RM5 untuk 1 jam internet atau RM10 untuk 24 jam, itupun layanan wi-fi hanya bisa diakses di lobi, tidak bisa sampai kamar. Selain itu, ranjangnya berdebu sekali sampai mata saya gatal setiap malam. Pembayaran yang semestinya dilakukan cash on the spot, ternyata sudah langsung dicharge ke kartu kredit tanpa pemberitahuan sama sekali ke pihak customer, plus masih dikenakan tax RM4 ketika check-in. Jika ini bukan kunjungan pertama anda ke Georgetown, sebaiknya anda memilih menginap di tempat lain karena sekarang sudah sangat banyak guesthouse yang bagus dan memuaskan di sana seiring dengan meningkatnya pariwisata di kota itu.
Saya tiba di Georgetown sekitar pukul 4 sore, setelah check-in saya berencana untuk langsung mengunjungi Kek Lok Si Temple. Sebelumnya mungkin saya akan sedikit mengulas tentang sistem transportasi di kota ini. Untuk transportasi dalam kota pemerintah menyediakan Rapid Penang, sebuah bus yang biayanya dibayar sesuai jauh-dekatnya tujuan kita. Bawalah uang pas sampai ke receh2nya karena sama sekali tidak akan ada kembalian. Apabila anda berencana untuk tinggal lama di kota ini anda dapat membeli kartu Rapid Penang seharga RM20 yang berlaku untuk 1 minggu, bebas digunakan ke mana saja menggunakan bus ini. Yang kedua, pemerintah juga menyediakan bus gratis tis tis untuk turis bernama CAT free bus, namun bus ini tidak mencakup seluruh tempat. Bus ini hanya akan berhenti di tempat2 yang iconic untuk kota ini, namun cukup membantu saya untuk menghemat ongkos transport sih hehehe.. Bus gratis yang menyenangkan ini dapat ditemukan di halte dengan plang FREE CAT, rute perjalanan bus gratis ini dapat dilihat di dalam bus.
[caption id="attachment_394149" align="aligncenter" width="467" caption="Penampakan CAT bus andalan saya, ada tulisannya di badan bus kok jadi mudah dikenali. Tempat nongkrongnya di sisi luar terminal, sedangkan Rapid Penang di sisi dalam terminal"][/caption]
Untuk mencapai Kek Lok Si Temple harus menggunakan Rapid Penang nomer 203 (CAT bus tidak sampai ke kuil ini karena letaknya agak jauh di atas), harganya RM 2 sekali jalan, naiknya bisa dari Komtar (pusat terminal bus baik untuk dalam kota Georgetown maupun bus antar kota) atau bisa juga naik dari terminal Rapid Penang di dekat jetty victoria. Karena saya tinggal di Lebuh Victoria maka saya hanya perlu naik jembatan penyebrangan untuk mencapai terminal. Untuk informasi jika ingin mengunjungi kuil cantik ini usahakan pagi hari karena kuil ini tutup setiap jam 5 sore. Sayapun sore itu kembali dengan kecewa karena ketika tiba di kaki kuil itu ternyata sudah tutup. Perjalanan ke Kek Lok Si dari tengah kota Georgetown sendiri kira-kira 1 jam karena saat saya ke sana itu jam pulang sekolah dan kantor sehingga agak macet. Akhirnya saya kembali ke Komtar menggunakan Rapid Penang nomer 203 lagi, seharga RM2 lagi, kemudian melanjutkan perjalanan ke Gurney menggunakan Rapid Penang no.103 (RM 1.4) untuk makan malam.
Gurney adalah lokasi mal di Georgetown, setidaknya ada 2 atau 3 mal yang berada berdekatan di wilayah itu, di depannya adalah pantai. Jika anda berjalan lurus terus maka anda akan menemukan pesiaran Gurney yang merupakan pujaseranya Georgetown. Tentu saja saya mengincar makanan yang sudah didengung2kan sebagai kuliner khas Penang : Â char kway teow!
[caption id="attachment_394154" align="aligncenter" width="350" caption="char kway teow yang terkenal. uncle yang memasaknya sangat lihai dan cepat. spicy or not? small or big? extra prawn or no? hehehe"]
Besok harinya pagi-pagi saya sudah siap dan bertekad untuk kali ini tidak gagal mengunjungi Kek Lok Si Temple! Sehabis mandi saya berpapasan dengan roommate saya di guesthouse, seorang backpacker dari Thailand yang ternyata sedang bepergian seorang diri juga. Saya langsung mengajaknya untuk bergabung ikut ke Kek Lok Si dan kebetulan dia setuju (supaya kalau gagal ke sana lagi ada teman senasibnya hahahaha). Tips jika ingin mengunjungi kuil ini hanya 1 : persiapkan stamina ya! Kenapa? Karena kuil cantik ini letaknya jauh di atas bukit dan kita harus mendaki entah berapa puluh anak tangga yang tinggi2 karena dipotong dari bebatuan gunung! Saya sendiri tidak menyangka kalau medannya akan seperti itu. Di depan dan belakang saya adalah rombongan turis bapak2 yang ternyata dari Bandung juga hehe.. dan bapak2 itu sudah ngos-ngosan menaiki puluhan anak tangga sehingga sempat berhenti di beberapa tempat untuk mengambil napas.
[caption id="attachment_394155" align="aligncenter" width="350" caption="ini dia dalamnya Kek Lok Si. Pantas saja tempat ini menjadi salah 1 icon Georgetown karena dalamnya sangat cantik!"]
Satu kata yang tepat untuk menggambarkan Kek Lok Si Temple adalah : kahyangan. Kuil yang letaknya sangat tinggi ini membuat saya merasa berada di kahyangan yang ada di filem2 Kera Sakti jaman dulu itu loh! Ketika tiba di kuil, kami disambut oleh jejeran patung dewa berbaju emas, desain atap dan ruangan dengan pintu bulat dan atap runcing2, ukiran di tembok2 kuil yang timbul dengan warna-warna cerah kebanyakan menggambarkan naga air, lampion-lampion berwarna merah, jalan setapak dengan batu dan rumput yang bersembulan, tidak ketinggalan dewa-dewa gendut yang plontos serta patung-patung 12 hewan yang melambangkan 12 shio. Bagi saya yang bukan penganut agama Kong Hu Chu, saya menikmati nilai artistiknya karena pastinya tidak mudah membuat ini semua di medan yang tinggi dan berbatu-batu. Apabila kita ingin melihat patung Big Buddha yang sudah tampak dari kejauhan ketika kita naik bus, maka kita dapat menaiki trem ke atas dengan membayar RM6. Selain melihat Big Buddha di atas kita dapat menikmati pemandangan seluruh kota Georgetown karena letaknya yang tinggi, juga menikmati cuaca yang sejuk.
[caption id="attachment_394157" align="aligncenter" width="350" caption="curam kan tremnya?"]
Saya dan Mars, roommate saya dari Thailand berpisah setelah dari Kek Lok Si Temple karena saya berencana melanjutkan perjalanan ke Batu Ferringhi sedangkan Mars ingin mengunjungi beberapa museum. Untuk mencapai Batu Ferringhi saya harus menggunakan Rapid Penang no. 101 seharga RM2.7 dari jetty. Batu Ferringhi adalah wisata pantai yang cukup terkenal di Penang. Perjalanan ke sana agak jauh sekitar 1 jam juga dari tengah kota Georgetown. Ketika mendekati pantai ini dari jauh saya sudah dapat melihat parasut berwarna-warni di udara. Waah, ternyata tempat ini sering digunakan untuk rekreasi olah raga air! Saya melihat turis Jepang, China, Taiwan, bahkan asing yang sedang take off ataupun akan landing dari parasailingnya. Awalnya saya hanya foto-foto saja, namun kemudian seorang instruktur parasailing India mendekati saya dan menawarkan untuk ikut bermain dengan mereka.
Wah, cemas juga mana sedang sendirian. Berbagai pertanyaan saya lontarkan kepada instruktur itu. "Aman gak sih, saya sendirian nih. Barang saya siapa yang jaga kalau saya main? Saya sedang pakai rok pula, memangnya bisa main parasailing pakai rok? Saya gak bawa baju ganti, gimana kalau basah??" Hahaha saya rasa instruktur itu pusing mendengar kecemasan saya. Namun dia menjamin bahwa parasailing sangat aman, dan saya pasti tidak akan menyesal. Dia hanya ingin berbagi seperti apa rasanya di atas sana dengan angin semilir, melihat laut dari atas, ditarik oleh speed boat di bawah. Kapan lagi saya mencoba? Saya termakan juga rayuannya hehehe.. memang pada dasarnya sudah penasaran sih. Kalau saat itu saya bepergian dengan seorang teman pasti saya akan batal naik karena 1001 pertimbangan dari teman2 saya. Namun berhubung saya sedang pergi sendiri, akhirnya saya memutuskan untuk coba saja deh! Saya diberi harga RM100 untuk 1 loop besar. Yes, instructor, just take me up there! Parasailing, here i go!
[caption id="attachment_394163" align="aligncenter" width="350" caption="instruktur india berjanji akan tandem menemani saya di atas sana"]
[caption id="attachment_394164" align="aligncenter" width="350" caption="dan berjanji untuk mengambilkan ribuan foto selama saya di atas haha"]
Ternyata perasaan selama di udara itu memang sangat sangat menyenangkan!! Ada rasa puas, santai, tenang, nyaman, dan yang pasti semua penasaran saya hilang! Dan saya jadi tahu ternyata kira-kira pesawat kalau mau take off dan landing ya seperti itu ya. Jadi supaya kita dapat mengudara, pertama2 setelah mengenakan parasut kita harus berlari cepat sambil ditarik oleh kecepatan speed boat. Tidak lama berlari paling hanya beberapa detik, eeeh tau2 kita sudah di atas! Begitu pula ketika akan landing, badan harus dimiring2kan ke belakang sampai makin lama makin landai kemudian kita harus agak berlari sedikit ketika kaki sudah menyentuh pasir. Amazing!! Saya mau lagi lain kali main parasailing kalau ada kesempatan!
Malam itu saya menutup hari dengan mencari kuliner khas Penang lainnya sambil berjalan kaki pulang dari Komtar berbekal peta karena hari juga sudah malam dan sebentar lagi Rapid Penang akan berhenti melayani penunmpang. Konon, Kampung Malabar terkenal dengan masakan khas Penangnya jadi ke sanalah saya melangkah. Saya menemukan kedai makan yang menjual wantan mee dan oyster omelette di sana. Saya baru pertama kali makan kerang yang dibikin omelet dan rasanya sih juara!
[caption id="attachment_394172" align="aligncenter" width="350" caption="wantan mee. masih enakan yang di hongkong menurut saya"]
[caption id="attachment_394174" align="aligncenter" width="350" caption="ini dia juaranya! ketika digigit sari2 kerangnya seperti lumer di mulut. juara banget deh! harus banget coba kalau ke Penang!!!"]
Berjalankaki di Georgetown termasuk nyaman walaupun untuk pertama kali memang agak tricky karena banyak gang-gang kecil. Namun demikian papan nama jalan di kota ini sangat jelas, bahkan setiap gang kecil pun dipasang nama jalannya sehingga kita bisa dengan pasti tahu posisi kita saat ini. Berjalan kaki dengan peta di Georgetown cukup mudah, apalagi buat saya yg buta arah. Malam itu saya tiba kembali di guesthouse dengan perasaan sangat puas dan sudah jatuh cinta sama kota ini. Bahkan saya sedih karena besok malamnya sudah akan pulang ke Jakarta.
Hari terakhir saya di Georgetown saya berburu beberapa mural street art, museum, dan pasar buku secondhand terbesar di Chowrasta Market. Georgetown sangat terkenal dengan mural street artnya, tersebar di mana2, di dalam gang, di tepi jalan raya, di tiang2 pembatas jalan, di gedung2 bekas, di kios2, sungguh ada di mana2 dengan pusat utama di Lebuh Carvanon. Jika khusus ingin hunting mural street art sebaiknya download dahulu peta street art kota ini, berangkat pagi2 sekali dengan menyewa sepeda atau bisa juga minta tolong abang becak. Saya tidak mencari khusus mural street art ini namun saya menemukan beberapa di dekat tempat tinggal saya yakni di Lebuh Victoria, Lebuh Chulia, dan Lebuh Cintra. Mau cara yang lebih gampang melokalisasi adanya mural street art? Cari saja kerumunan orang yang antri dengan perkakas kamera hp, pocket camera, atau tongsis niscaya ada mural street art di sana!
[caption id="attachment_394179" align="aligncenter" width="350" caption="mural yang ini saya temukan di Lebuh Chulia"]
[caption id="attachment_394180" align="aligncenter" width="467" caption="sedang mural yang ini saya temukan di persimpangan Love Lane dengan Lebuh Cintra"]
Jika bepergian sendiri maka akan repot ketika ingin memotret dengan diri kita juga sebagai objeknya. Berbaik hatilah menawarkan jasa potret kepada turis lain, setelah itu kita akan dipotret balik sama mereka! Jangan terlalu rewel dan narsis kalau sudah minta tolong orang, apa adanya terimalah yang penting mural art-nya kelihatan hahaha..
Jalan kaki sedikit lagi ke Lebuh Gereja, saya menemukan museum yang sudah saya incar sejak saya membuat itinerary ke kota ini : Pinang Peranakan Museum! Museum ini mudah dicari, letaknya di pinggir jalan, bentuknya rumah bercat hijau dengan batu peresmian dari pemerintah dan banner yang menyatakan situs ini telah dilestarikan sebagai cagar budaya UNESCO. Masuk ke museum ini biayanya RM35 seorang, bukanya jam 10 pagi, dan akan mendapat layanan guide apabila berada dalam rombongan minimal  5 orang. Lagi-lagi saya kesulitan mencari guide karena saya hanya sendiri dan rombongan tante2 selain saya tidak mau ada orang asing di rombongan mereka!! T.T untunglah supervisor para guide di sana kasihan sama saya dan menawarkan jadi guide saya. Orangnya masih muda, kami berkenalan, namanya Sim dan ternyata Sim ini keturunan langsung Pinang Peranakan generasi ke-6 loh!
[caption id="attachment_394182" align="aligncenter" width="467" caption="penampakan depan Pinang Peranakan Museum. walaupun bayarnya agak mahal, tapi masuk ya!! sangat worth untuk dikunjungi, sarat sejarah, budaya, dan pengetahuan"]
[caption id="attachment_394183" align="aligncenter" width="350" caption="berfoto dengan Little Nyonya, keturunan asli Pinang Peranakan yang masih aktif di persatuan pinang peranakan di Penang. baju dan aksesoris yang beliau kenakan masih asli ajaran buyutnya"]
Museum ini asalnya adalah rumah seorang Babah kaya raya di Pulau Pinang, yang kemudian dibeli dan berpindah tangan beberapa kali, ditambahkan koleksinya oleh pemilik yang ingin menjadikan rumah ini museum. Design interior rumah ini dibuat asli sesuai dengan rumah keturunan Pinang Peranakan dari zaman dahulu. Sim memberitahu saya bahwa zaman dulu keturunan Babah Nyonya merupakan orang kaya dan terpandang, sehingga mereka tidak sembarang memilih mantu untuk masuk ke keluarga mereka. Wanita yang dapat dipilih menjadi mantu tidak perlu cantik, yang penting pandai membuat kelom, yakni sepatu ceplek dengan hiasan mote yang dirangkai menjadi pola gambar yang rumit, biasanya bunga. Makin kecil dan rumit details kelom sepatu yang dapat dibuat oleh seorang wanita, maka makin akan disayang dan dihargai oleh mertuanya. Di dalam museum juga terdapat kamar pengantin seperti di film vampire China jaman dulu, yang bentuknya kotak dengan tirai di depan itu loh, bahkan meja dan kursi yang masih asli dengan hiasan kerang-kerang kecil yang bernilai jutaan Ringgit.
[caption id="attachment_394184" align="aligncenter" width="467" caption="baju pengantin setelah dipengaruhi budaya Barat saat penjajahan Inggris di Malaysia. Baju ini berukuran kecil, hanya seperti badan anak gadis 13 tahun karena waktu itu perempuan masih kecil sudah dinikahkan. Di bawah sprei ranjang merah diselipkan kain putih sehingga para mertua akan tahu setelah malam pertama apakan mantunya sungguhan perawan atau tidak"]
[caption id="attachment_394185" align="aligncenter" width="350" caption="Perkenalkan, ini Sim, guide museum saya yang mengajak selfie sebagai kenang-kenangan. Ini dia wajah keturunan generasi ke-6 Pinang Peranakan"]
Perjalanan saya lanjutkan untuk hunting buku secondhand di Chowrasta Market menggunakan CAT free bus. Saya agak terburu-buru di hari ke-3 karena harus mengejar pesawat sore harinya. Sim memberitahu saya bahwa lalu lintas hari Jumat di Georgetown sangat buruk karena pada hari Jumat semua pekerja dan pelajar biasanya kembali ke Buttersworth yang searah dengan bandara sehingga sebaiknya paling lambat sore hari saya sudah mengarah ke bandara.
Chowrasta Market merupakan gedung pasar yang sarat dengan penjual dari India. Dari bawah gedung sudah nampak berbagai orang India menjual bumbu2 masakan India, dupa untuk sembahyang, dan kain-kain sari. Toko bukunya sendiri terletak di lantai 2 pasar ini. Begitu naik ke lantai 2, suasana gelap dan sepi. Tidak terlalu banyak yang mencari buku hari-hari ini seiring dengan berkembangnya e-book sehingga toko buku semacam ini terancam akan punah. Sedih sekali ya, padahal sangat menyenangkan membaca buku langsung dari fisiknya, mata pun tidak lelah. Hal ini juga berakibat uncle India penjual menjadi agak memaksa untuk membeli dagangan mereka ketika melihat ada pembeli. Walaupun begitu, saya tetap membeli seplastik buku-buku yang sudah lama saya cari dengan harga dan kualitas yang termasuk baik!
[caption id="attachment_394188" align="aligncenter" width="350" caption="lihat, tumpukan buku dari lantai sampai langit2!!! I must be in heaven!!! Lihat juga saya kalap memborong buku2 sampai sepelukan!!!"]
Sebelum berangkat ke Bandara Bayan Lepas Buttersworth, saya menikmati makan siang terakhir di Penang : laksa Penang! Laksa Penang ini berbeda dari laksa di Malaysia pada umumnya karena kuahnya tidak kental dan rasanya asam diiringi rasa mint. Cukup segar dan apabila anda pecinta asam, maka anda pasti akan menyukai kuliner yang 1 ini.
[caption id="attachment_394191" align="aligncenter" width="350" caption="Laksa Penang"]
Setelah makan siang, saya sempatkan sekali lagi menggunakan CAT free bus untuk mengelilingi semua icon kota Penang yang tidak sempat saya kunjungi satu2 karena waktu saya yang sangat terbatas. Saya hanya dapat melihatnya dari balik bus sambil membuat catatan di sana sini tempat-tempat berikutnya yg harus saya kunjungi kali berikut saya ke Penang.
[caption id="attachment_394193" align="aligncenter" width="467" caption="Masjid Kapitan Keling yang belum sempat saya kunjungi sehingga belum saya ketahui ceritanya"]
[caption id="attachment_394194" align="aligncenter" width="467" caption="St. George Church, yang dari namanya nama kota Georgetown diambil"]
[caption id="attachment_394196" align="aligncenter" width="350" caption="Victoria Clock Tower yang berdekatan dengan lokasi tempat tinggal saya"]
Ahhh menulis ulasan ini membuat saya sangat rindu dengan kota ini. Membuat saya rindu juga untuk melakukan solo traveling lagi. Sampai jumpa lagi, Georgetown yang kecil namun cantik. Georgetown yang kecil namun sudah mencuri hati saya =))
-Wenny- a doctor who deeply inside wanna be a traveler
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H