Dekatnya jadwal tes PPPK telah memicu debat yang semakin dalam tentang perlunya memberikan perhatian yang lebih serius terhadap peran dan pengakuan bagi tenaga honorer yang telah lama mengabdi di instansi asal mereka. Pertanyaan mengapa mereka tidak diprioritaskan dalam proses rekrutmen PPPK menjadi pusat perhatian yang memaksa kita untuk menghadapi tantangan-tantangan struktural dalam sistem kepegawaian publik kita.
Tenaga honorer, sebagai elemen vital dalam berbagai instansi pemerintah di seluruh Indonesia, seringkali terpinggirkan dalam kebijakan rekrutmen yang ada. Mereka, meskipun telah memberikan kontribusi besar dalam menjalankan tugas-tugas rutin dengan dedikasi tinggi, masih terabaikan dalam pengakuan dan perlakuan yang setara dalam proses seleksi PPPK. Pengalaman yang mereka bawa, baik itu dalam hal keterampilan praktis maupun pemahaman mendalam tentang kompleksitas operasional instansi, sering kali diabaikan atau diremehkan.
Evaluasi mendalam terhadap kriteria-kriteria yang digunakan dalam menetapkan prioritas dalam tes PPPK menjadi sangat penting dalam menanggapi ketidaksetaraan yang terus-menerus. Apakah standar yang diterapkan saat ini sudah mampu mempertimbangkan secara menyeluruh kontribusi yang telah diberikan oleh tenaga honorer di instansi mereka? Apakah aspek-aspek kualifikasi lainnya yang seharusnya diberi perhatian lebih dalam untuk memastikan keadilan dan kesetaraan dalam seleksi?
Memprioritaskan tenaga honorer di instansi asalnya bukan hanya merupakan suatu kewajiban moral, tetapi juga langkah yang praktis dan efisien. Mereka telah membangun hubungan yang erat dengan lingkungan kerja dan memiliki pemahaman yang mendalam tentang dinamika organisasi tempat mereka bekerja. Memberikan pengakuan dan prioritas kepada mereka bukan hanya merupakan penghargaan terhadap dedikasi mereka, tetapi juga dapat meningkatkan efisiensi operasional dan kualitas pelayanan publik yang diberikan.
Sebagai masukan yang konstruktif, pemerintah perlu melakukan tinjauan menyeluruh terhadap kualifikasi dan pengalaman tenaga honorer yang ada. Evaluasi ulang terhadap kontribusi mereka dalam mencapai tujuan instansi dan pelayanan publik harus menjadi fokus utama. Penggunaan tes PPPK sebagai alat evaluasi harus mampu mengakomodasi pengalaman dan pengetahuan yang telah diperoleh oleh tenaga honorer selama bertahun-tahun.
Langkah-langkah perbaikan ini tidak hanya tentang memberikan penghargaan kepada mereka yang telah setia bertugas, tetapi juga tentang membangun fondasi yang lebih solid untuk sistem kepegawaian yang adil dan inklusif. Dengan demikian, diharapkan bahwa sistem rekrutmen PPPK akan menjadi lebih responsif terhadap kebutuhan sebenarnya dari tenaga kerja publik, dan pada akhirnya, mendorong terwujudnya pelayanan publik yang lebih baik dan merata bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H