Tempo hari lalu, teman saya cerita. Dia ingin jadi ini. Teman yang lain juga cerita. Ingin jadi itu. Macam-macam.
Intinya sama: karir bagus. Nama baik. Pendapatan tinggi. Pasangan yang cantik.
Wajar.
Hanya saja, masih jadi angan-angan. Yang masih sulit untuk diraih.
Saya pun sama saja. Inginnya ini-itu. Tapi kok rasanya sulit sekali. Lama-lama jadi kepikiran. Jadi beban. Dan membuat stres.
Pertanyaan yang sering muncul: udah hampir seperempat abad kok masih gini-gini aja?
Belum lagi status teman lain yang isinya wow semua.
Pun ditambah banyaknya cerita anak muda luar biasa di internet. Seperti Malala, misalnya. Yang diumur 17 tahun sudah dapat Nobel Perdamaian.
Penghargaan yang sempat ingin diraih Trump itu.
Gejala seperti ini biasanya disebut: Quarter Life Crisis. Krisis yang melanda kita-kita yang berumur 20-an.
Krisis ini terjadi pada masa transisi dari remaja akhir menuju dewasa.
Di mana, idealisme sedang bergulat dengan realitas. Atau kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan.
Obatnya: harus bisa menerima. Bahwa kita sebenarnya adalah manusia yang biasa-biasa saja. Hanya perlu lakukan yang terbaik.
Dan yang paling penting: kenali diri sendiri. Apa kemampuanmu. Juga batasan dirimu.
Lalu, carilah peluang yang paling cocok denganmu.
Seperti Lukaku yang memilih pindah ke AC Milan. Katanya: karena gaya bermainnya tidak cocok dengan Solskjr.
Padahal sebelumnya Lukaku begitu tajam.
Saya berharap kamu bisa menemukan pelabuhan yang tepat. Yang paling membuatmu nyaman.
Tapi, harap hati-hati.
Bisa jadi, tahun depan adalah masa yang sulit. Yang sulit diprediksi.
Karena beberapa negara mulai memasuki resesi. Apalagi kemarin di AS sempat heboh karena terjadi inverse curve.
Semoga di umur ke 75-nya Indonesia masih baik-baik saja. Tidak ikut-ikutan galau seperti kita yang berumur 20-an tahun.
Semoga saja. (Wend)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H