Pun tidak pernah jajan. Sama sekali. Hanya kadang-kadang diberikan jajanan oleh penjual di depan SMP. Gratis. Karena kami cukup akrab. Atau mungkin karena kasihan.
Sedangkan saat SMK, uang saku saya naik. Juga sudah biasa berhemat. Bawa bekal makan siang. Pun naik sepeda sampai sekolah.
Jarak dari rumah ke SMK juga lumayan. Sekitar 18 KM. Yang satu kali perjalanan ditempuh sekitar satu jam.
Itupun hanya naik sepeda jengki. Yang biasanya dipakai anak perempuan itu. Yang di depan ada keranjangnya. Yang warnanya biru menawan.
Dari situ teman saya mulai meledek: pit e koyo cah wedok! Cocok banget!
Sebagai laki-laki yang baru pubertas, saya patut merasa malu. Pun teman perempuan saya ikut menertawakan.
Ketika motor sudah merajalela. Ketika Satria Fu jadi idaman. Saya masih pakai sepeda. Jengki pula.
Walaupun begitu, ternyata ada juga gadis yang mau saya ajak jalan-jalan. Pakai sepeda itu. Boncengan. Saya sampai heran: kok dia mau ya.
Saya pun jadi berkeinginan beli sepeda gunung atau apalah itu. Yang gear-nya bisa dinaikkan. Biar bisa mbalap waktu berangkat sekolah. Biar tidak terlambat lagi.
Suatu ketika, saya mampir ke rumah bude. Cari Wi-Fi. Buat ngecek orderan dari jualan online.
"Kuwi ban e diganti! Wis tepos ngono kok.", kata bude.
Saya jawab: nggih, bude. Nek sampun gadah artha. Dalam hati: sepedanya sekalian yang diganti. Hahaha