Mohon tunggu...
Wendra Afriana
Wendra Afriana Mohon Tunggu... -

seorang difabel yang memimpikan kesetaraan bagi penyandang disabilitas. jangan memincingkan mata ketika anda melihat mereka.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saya Difabel dan Saya Mampu

7 Februari 2018   14:21 Diperbarui: 7 Februari 2018   15:39 1056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock.com

Ketika berbicara tentang sukses, banyak orang mengartikan dengan banyaknya hasil yang sudah diperoleh, lebih kepada materi  dan deretan angka. Seperti jika orang sudah memiliki mobil dan rumah besar, maka dia akan dibilang sebagai orang sukses. 

Lantas pertanyaan lain yang muncul adalah apakah keadaan orang yang tidak seperti yang orang lain harapkan, misalnya orang tersebut miskin, kemudian orang tersebut adalah orang gagal?

Kesuksesan yang lahir atas dasar deretan angka merupakan dogma yang timbul dari lingkungan sekitar, yang acapkali menjadikan materi atau deretan angka sebagai skala sebuah kesuksesan. 

Orang yang memiliki mobil banyak dan rumah luas, merupakan salah satu contoh pelabelan yang digunakan orang untuk menilai apakah dia sukses atau tidak. Namun, seringkali orang lupa, apakah hasil dari kerja keras tersebut (rumah dan mobil) membawa kebahagiaan untuk dirinya? 

Misal, orang tersebut punya rumah besar dan luas dengan deretan mobil mewah terparkir di dalam garasi, tetapi orang tersebut tidak memiliki keturunan, apakah deretan mobil dan besarnya rumah bisa menjadikan jaminan orang tersebut bahagia?

Dan pada akhirnya makna kesuksesan itu kembali kepada pribadi seseorang, apakah orang tersebut bahagia atas hasil yang diperoleh? Apakah orang tersebut tidak merasa ada keterpaksaan dalam mengejar hasil yang ada? Tentunya setiap orang memiliki klasifikasi dan pengertian masing-masing.

Bagi saya sukses terbesar dalam hidup saya adalah ketika saya tidak akan pernah menyerah untuk berusaha  mengejar cita-cita saya meski keadaan sekitar tidak mempercayai kemampuan saya, karena saya adalah penyandang cacat setelah mengalami kecelakaan motor 13 tahun lalu. 

Tapi, meski saya memiliki keterbatasan tangan,  bukan berarti hal tersebut menjadi penghalang  bagi saya untuk meraih cita-cita saya, yakni bisa membahagiakan dan membuat bangga orang-orang yang ada di sekitar saya.

Awal kebahagiaan saya adalah ketika saya bisa mewujudkan mimpi kakek nenek saya untuk pergi umroh. Siapa yang tahu, saya yang dulu adalah orang yang paling dikhawatirkan oleh mereka karena kondisi saya yang cacat takut menjadi penghalang bagi saya untuk bisa bekerja, ternyata nyatanya saya bisa mewujudkan impian orang yang paling saya sayangi untuk bisa pergi umroh.

Namun, memang sangatlah tidak mudah untuk bisa membuktikan kepada masyarakat, bahwa penyandang cacat juga bisa berkontribusi dalam bekerja dan berkarya. Karena, penyandang cacat ini masih mendapat label negative di sekeliling masyarakat sebagai orang yang tidak bisa melakukan apa-apa dan merepotkan. 

Ini didasari atas pengalaman yang pernah saya peroleh ketika lulus kuliah S1. Sulitnya mencari pekerjaan bagi penyandang cacat sangat saya rasakan. Dua kali saya ditolak perusahaan perbankan karena kondisi saya ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun