Mohon tunggu...
Wendi Apriawan
Wendi Apriawan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa UIN Raden Mas Said

Mahasiswa Jurusan Hukum Ekonomi Syariah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pernikahan Dini di Lereng Merapi dan Sumbing

30 Oktober 2023   20:52 Diperbarui: 30 Oktober 2023   21:11 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Review Jurnal

Nama Jurnal : Al-Ahwal

Penulis           : Muhammad Julijanto

Judul               : Pernikahan Dini di Lereng Merapi dan Sumbing

Jumlah hlm  : 9 hlm, Vol. 13, No. 1, Tahun 2020 M/1441 H

Pendahuluan

           Pernikahan dini merupakan fenomena yang sudah biasa terjadi di masyarakat sejak zaman dahulu. Melihat dampak dari fenomena tersebut terhadap kualitas sumber daya manusia yang terus menurun ditengah era digitalisasi sekarang ini, sehingga SDM lokal yang rendah akan tersingkirkan oleh orang-orang yang memiliki softskil dan ilmu pengetahuan yang tinggi. Maka dengan fenomena tersebut, perlunya ada pemutusan sirklus kehidupan konvensional beralihkan sistem peradaban yang maju guna menciptakan SDM yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Dengan menekan peningkatan angka pernikahan dini menjadi alternatif guna meningkatkan kualitas masyarakat saat ini.

Kasus Pernikahan Dini

            Pernikahan di bawah umur  masih banyak dipraktikkan oleh masyarakat Selo. Penyebab banyaknya pernikahan dini dikarenakan banyak kasus hamil diluar nikah dan faktor budaya menjadi indikator masih tingginya kasus pernikahan dini di  Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. Tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali pada tahun 2015, terdapat 160 pasangan nikah sekitar 45 persennya merupakan pernikahan dibawah umur dalam ketentuan undang-undang pernikahan. Banyak pasangan nikah dibawah umur yang memanfaatkan adanya rekomendasi pengadilan atau pengajuan dispensasi nikah dengan alasan hamil terlebih dahulu. Hal ini yang menambah banyaknya praktik pernikahan dini di wilayah tersebut.

            Adanya mindset masyarakat yaitu orang tua lebih senang jika anaknya "Payu", artinya ketika sudah ada yang menanyakan maka segera untuk dinikahkan tanpa melihat umur, kedewasaan dan sebagainya. Para orang tua mempunyai kebanggaan tersendiri ketika anaknya cepat menikah, dan justru mereka merasa malu jika mempunyai anak gadis yang sudah cukup umur namun belum menikah, serta dicap kalo tidak laku. Oleh karena itu wajar bila banyak terdapat pernikahan dini di wilayah Selo ini. Bagi masyarakat Selo pendidikan tidaklah dianggap cukup penting, mereka merasa sudah cukup dengan bercocok tanam dengan area lahan yang luas serta sudah cukup untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya dianggap sudah patut untuk membina rumah tangga karna dinilai sudah dapat hidup mandiri.

Solusi Terhadap Pernikahan Dini

             Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah setempat yaitu dengan memberikan sosialisasi kepada masyarakat berkaitan dengan pernikahan seperti; undang-undang pernikahan, pendidikan pra nikah, bahaya pernikahan dini dan sebagainya. Pemerintah juga membentuk oraganisasi Srikandi yang difungsikan sebagai forum yang menjadi ujung tombak komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat agar pesan atau himbauan dari pemerintah bisa tersampaikan kepada masyarakat. Selain itu, KUA kecamatan Selo menngeluakan surat edaran tentang pelarangan pernikahan dibawah umur dimana petugas KUA tidak mau menerima berkas calon pengantin yang masih berusia dibawah umur sesuai dengan ketentuan undang-undang pernikahan yaitu berusia minimal 19 tahun.

Analisis Kasus Pernikahan Dini

            Pernaikahan dini merupakan budaya masyarakat yang sudah turun temurun dilaksanakan masyarakat. Secara hukum Islam pernikahan tidak ada aturan mengenai batasan umurnya, namun secara tekstual diperbolehkan menikah ketika ia sudah baligh dan dianggap mampu baik secara lahir maupun batin. Pernikahan dalam Islam dianggap sah ketika rukun dan syaratnya sudah terpenuhi serta tidak melanggar dari syariat agama Islam itu sendiri. Namun dalam hukum positif atau undang-undang di negara Indonesia, pernikahan diatur ketentuannya seperti batasan usia pasangan. Konsekuensi jika persyaratannya tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku,  maka pernikahan tersebut tidak bisa dicatatkan oleh negara artinya tidak mendapatkan pengakuan secara hukum dari negara atau dikenal sebagai pernikahan dibawah tangan (ilegal).

            Artinya bahwa Islam tidak memberi batasan dalam usia pernikahan, sedangkan negara Indonesia memberi batasan terhadap usia pernikahan. Hal ini bukan tanpa alasan negara memberikan batasan usia dalam pernikahan, melainkan dengan tujuan agar masyarakat mengeyam pendidikan secara maksimal serta memperoleh usia yang idelan dalam pernikahan. Sebab dengan usia yang ideal berpengaruh terhadap psikis, mental juga kedewasaan dalam membina rumah tangga guna mengurangi tingkat perceraian yang tinggi akibat pernikahan dini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun