Mohon tunggu...
wenny prihandina
wenny prihandina Mohon Tunggu... Administrasi - penerjemah

tertarik pada rasa kata dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Muslim Indonesia Harus Sumpah Setia (Baiat) pada Jokowi?

14 Maret 2018   20:34 Diperbarui: 17 Maret 2018   02:38 1671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baiat ialah janji sumpah setia untuk taat kepada pihak yang berkuasa atas urusan kaum muslimin yang juga dikenal dengan konsep Ulil Amri. Lalu, apakah hukum baiat ini bagi setiap muslim?

Wajib. Ijma' (kesepakatan) para ulama mewajibkan baiat ini kepada setiap orang islam yang berada di dalam suatu wilayah kekuasaan atau negara. Ada banyak dalil yang menjadi landasan perkara ini termasuk fatwa para imam mazhab.

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taati Rasul-Nya dan Ulil Amri diantara kamu,"(QS An-Nisa:59).

Kata ulil amri dalam firman Allah di atas, menurut ahli tafsir, bermakna pemimpin atau pemerintah yang memegang kekuasaan suatu wilayah/negara.

"Wajib bagi setiap muslim untuk mendengar dan taat (kepada sulthan), baik dalam perkara yang dia senangi maupun dia benci, kecuali kalau dia diperintah dalam perkara maksiat, maka dia tidak boleh mendengar maupun taat."(HR. Bukhari 4/329 Muslim 3/1469).

Lalu muncul pertanyaan apakah saat ini umat Islam Indonesia harus berbaiat atau berjanji setia untuk taat pada Presiden Jokowi. Jawabannya, iya. Saat ini, setidaknya hingga 2019 mendatang, sultan, raja atau pemimpin terpilih yang disepakati adalah beliau.

Imam Ahmad bin Hambal (wafat 241 H), di dalam Ushul As Sunnah menjelaskan, umat Islam wajib mentaati pemimpin yang baik maupun yang fajir (berbuat kerusakan). Wajib pula menaati pemegang kuasa suatu negeri yang disepakati oleh masyarakat. Sekalipun kekuasaannya direbut dengan pedang (peperangan) hingga ia menjadi khalifah yang disebut amirul mukminin di wilayah tersebut.

Merebut kekuasaan dengan pedang dapat dikatakan juga dengan aksi kudeta, cara yang tidak islami. Begitu juga dengan cara pemilihan langsung melalui Pemilu yang kita kenal sebagai pesta demokrasi di Indonesia sebagai wadah memilih ulil amri atau presiden. Artinya, setiap muslim wajib menaati pemimpin yang sudah sah, sekalipun terpilih dengan cara-cara tidak syar'i.

Jokowi ya Ulil Amri

Terlepas dari motivasi politik hari ini, suka ataupun tidak, Jokowi adalah pemimpin kita, rakyat Indonesia. Sebagai seorang muslim maka kita wajib menaatinya, kecuali dalam hal-hal kemaksiatan karena tidak ada ketaatan pada hal-hal yang dilarang Allah Subhanahuwata'ala.

Jika ada dari kebijakan beliau yang bertentangan dengan hukum agama maka tidak perlu kita taati. Bahkan jika mampu, nasehati, barangkali ketidak-pahaman pada agama menjadi penyebabnya. Bukankah Islam itu agama yang saling menasehati?

Tidak ada alasan sebenarnya untuk tidak menaati kepemimpinan pemerintah yang dinakhodai Presiden Jokowi saat ini, apalagi sampai memberontak.

Di bawah ulil amri saat ini, toh tidak ada larangan syariat Islam bagi pemeluknya di Indonesia. Setiap lima waktu masjid-masjid di seluruh penjuru tanah air bebas mengumandangkan azan dan mendirikan shalat berjamaah. Bukankah untuk perkara haji, pemerintah juga bertindak sebagai fasilitator untuk memudahkan muslim Indonesia melaksanakan rukun islam itu.

Terlepas dari tuduhan pencitraan oleh lawan-lawan politik dan sebagainya, alhamdulilah, kita masih melihat beliau mendirikan shalat, berkurban dan ber-umrah ke tanah suci.

Dari Auf bin Malik radhiallahu'anhu, Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda, "Sebaik-baik pemimpin kalian adalah kalian mencintai mereka dan mereka mencintai kalian. Kalian doakan kesejahteraan bagi mereka dan mereka doakan kesejahteraan buat kalian. Dan sejelek-jelek pemimpin kalian adalah kalian membenci mereka dan mereka membenci kalian. Kalian melaknati mereka dan mereka melaknati kalian."

Kami, para sahabat, bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah mereka boleh kita perangi ketika terjadi demikian?"

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam menjawab, "Tidak, selama mereka masih salat bersama kalian. Ketahuilah, barangsiapa urusannya diurusi oleh ulil amri (sultan) kemudian dia melihatnya berbuat maksiat kepada Allah, maka hendaklah dia benci terhadap maksiat yang dia perbuat dan sungguh jangan cabut tangan ketaatan padanya."(HR. Muslim 3/1482)

kompasiana-jokowi-umrah-5aa9b89716835f30ea2a7722.jpg
kompasiana-jokowi-umrah-5aa9b89716835f30ea2a7722.jpg
Siapa itu Jokowi, mau dibandingkan Firaun dan Namrud?

Jika ada berbagai isu hitam yang tidak diketahui kebenarannya, seperti misalnya, Jokowi bisa melemahkan Islam atau tidak pro-Islam, dan bla bla bla, maka kita berserah diri pada Allah.

Khalid Basalamah, seorang pengajar agama mengatakan, seandainya tuduhan terhadap Jokowi itu benar, umat Islam tidak perlu khawatir.

"Mau disamakan Pak Jokowi dengan Firaun, ya gak bisa. Firaun, Allah tenggelamkan di laut, Namrud Allah bunuh dengan seekor lalat. Apa yang mau dikhawatirkan? Biarkan memimpin lihat hasilnya," nasehat da'i ber-manhaj salaf itu.

 Hari ini cara terbaik mewujudkan cinta tanah air, NKRI harga mati, adalah dengan mendoakan pemimpin yang sudah terpilih. Bukan dengan mencerca dan mencela yang tidak ada hasilnya. Sedangkan lewat doa, bisa saja Allah kabulkan. Doa itu adalah senjata kaum muslimin. Begitulah hendaknya, meskipun di 2019 mendatang Indonesia memilih presiden baru. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun