Mohon tunggu...
wenny prihandina
wenny prihandina Mohon Tunggu... Administrasi - penerjemah

tertarik pada rasa kata dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Ketika Taksi Lokal Bergabung dengan Go-car

9 Maret 2018   21:30 Diperbarui: 10 Maret 2018   17:14 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: dreamstime.com

Dua kali sudah saya 'terjebak' dengan taksi lokal saat memesan Go-car. Sekarang, sebisa mungkin, saya menanyakan jenis armada sebelum dijemput. Sebab, seringkali, armada pengemudi pun tak sesuai antara aplikasi dan kenyataan.

Suatu ketika, pesanan saya 'nyangkut' lagi di taksi lokal ini. Dalam sambungan telepon, si pengemudi mengatakan armadanya taksi lokal itu. Oke, kata saya.

Memang jadi lebih mudah menandai, saat penjemput kita saat ternyata sebuah taksi ketimbang kendaraan pribadi. Saya menunggu dan menunggu. Ia bilang, sebentar. Saya melihat peta, posisi kendaraannya tidak jauh lagi dari lokasi saya.

Hingga kemudian, saya melihat sebuah taksi -- dengan nama taksi lokal itu, menepi. Tanpa pikir panjang, saya langsung berlari ke arah taksi itu. Maklum, siang itu cukup terik dan saya cukup kelelahan setelah keluar rumah dari pagi.

Bapak pengemudi hanya menengok sebentar lalu dengan sigap menyalakan argo. 'Loh..loh.. kok pakai argo?' pikir saya. Sebelum menyalakan argo, saya sekilas melihat pandangan bapak itu sedikit ketakutan. Ia melihat sekeliling dulu dan hanya sebentar melihat saya.

Ia lalu menanyakan tujuan. Ini keanehan kedua. Saya lihat dasbornya, tidak ada ponsel -- yang biasanya selalu ada di setiap pengemudi Go-car. Layar ponsel itu biasanya menampilkan gambar peta jalan.

Saya lantas menyebutkan tujuan dan lengkap dengan arahnya. Ia tak berkomentar banyak. Lalu tetiba, ponsel saya berdering. Nomor saja. Begitu saya angkat, lah, ternyata saya salah naik taksi!

Penelepon di seberang adalah pengemudi Go-car yang saya pesan. Dia tanya, apakah saya menaiki taksi dengan nomor lambung sekian. Yah, mana saya tahu nomornya berapa.

Ia pun protes. Ia berkeras sudah memberitahukan jenis armada dan nomor taksinya dan saya merespon 'oke'. Jujur saja, saya hanya menyimak pembicaraannya sampai jenis armada-nya. Apakah ia menyebutkan nomor taksinya, saya lupa.

Saya bilang padanya, "Saya pikir ini Bapak."

Mendengar saya mengucap itu, bapak pengemudi taksi yang sedang saya naiki saat itu, langsung melambaikan tangannya sambil berbisik. Saya berusaha mendengarkan bisikan itu. Dia bilang, "Jangan bilang naik taksi juga. Jangan bilang saya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun