"Ya ampun...Kenapa gua jadi malu yah punya presiden kek gini...? Menghadapi pertanyaan yg krusial dan penting kok malah cengengesan, kabur pulak...," tweet akun @iyutVB.
"Bilang aja pak gak ngerti gitu,, jangan cuma nyengir terus kabuur. Sama persis waktu jadi gubernur dki dulu, katanya lebih gampang atasi macet atau banjir Jakarta kalo jadi presiden,, pas udah jadi sekarang malah nyengir terus bilang bukan urusan saya..," tweet @ecko_jakarta87.
Mantaaaaaaapp
Jawaban Cerdas..
"KALAU SAYA MELIHAT"cengengesan itu tanda tak mengerti dengan apa yang di tanyakan oleh rekan media.
"Subhanallah semoga Allah melindungi Rakyat Indonesia..," tweet @endrianJarra.
"Akibat ga bawa teks jiplakan jadi jawaabannya ngasal. Kayak gini mau 2 periode..," cuit @pejuangsubuh08.
Hmm... baiklah. Memang seorang presiden tidak diharuskan banyak bicara, jago beretorika lalu memutarbalikkan fakta. Sah-sah saja jika kemudian seorang pemimpin sedikit omong banyak bekerja. Kerja kerja kerja, sebagaimana semboyan Jokowi.
Namun perlu diingat, seorang pemimpin harus bisa menerjemahkan isi pikirannya dengan baik agar bisa dilaksanakan para bawahan. Presiden boleh saja pendiam, tapi tetap harus memiliki keterampilan berkomunikasi, lugas dalam menyampaikan gagasan. Kata-katanya harus bisa memotivasi publik.
Istana dan Ibu Iriana harus merasa memiliki tanggungjawab memperbaiki cara dan gaya bicara presiden.
Bukanlah perkara sulit untuk menemukan mentor komunikasi terbaik di negara ini, apalagi untuk kepentingan presiden dan bangsa secara luas. Ditambah rencana Jokowi untuk dua periode, rakyat pasti ingin ada perubahan setidaknya cakap berkomunikasi.