Mohon tunggu...
wenny prihandina
wenny prihandina Mohon Tunggu... Administrasi - penerjemah

tertarik pada rasa kata dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Melestarikan Ritual Tradisi Leluhur, "Buang Ancak" Jelang Musim Durian

6 Maret 2018   12:00 Diperbarui: 6 Maret 2018   17:45 1483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masyarakat Sengelei, Desa Bokor, Kabupaten Kepulauan Meranti masih melestarikan tradisi leluhur menjelang musim durian tiba. Namanya buang ancak dan bejamu. Tradisi ini diyakini bisa membawa berkah panen durian yang melimpah.

Musim durian hampir tiba. Masyarakat Sengelei, Desa Bokor, Kabupaten Kepulauan Meranti mengetahuinya dari putik-putik bunga yang mulai bermunculan dari pucuk-pucuk pohon durian di kebun mereka. Senapan angin dan ketapel disiapkan untuk mengusir kera. Mereka akan berjaga sepanjang siang dan baru pulang ke rumah pada malam hari.

Ketika itulah, para orang tua berkumpul, memutuskan waktu yang tepat untuk melaksanakan ritual tradisi leluhur mereka. Namanya, buang ancak dan bejamu. Buang ancak alias meletakkan sesaji dan bejamu yang berarti makan bersama.

Para orang tua bersiap semenjak pagi untuk ritual ini. Semua warga desa berkumpul. Para lelaki membuat keranjang ancak sementara para wanita bertugas menyiapkan penganan ancak. Ancak itu bahasa melayu untuk sesaji.

Keranjang ancak dibuat dari pelepah sagu yang dirakit dengan batang bambu. Ada dua keranjang yang disiapkan. Satu keranjang untuk laut dan sisanya untuk darat. Di dalam keranjang itu lalu diletakkan sesaji dalam mangkok-mangkok yang terbuat dari anyaman pelepah nipah.

Sesaji itu beragam jenisnya. Mulai dari ayam kampung yang dibakar setengah matang dan dibelah dua, ketan dua jenis --putih dan kuning, beretih: beras yang disangrai, hingga lima jenis kue dari tepung terigu dan sagu. Yakni, kue cucur, kue deram-deram, kue serong, bolu kojou, dan lempeng sagu. Setelah ancak siap, ritual baru bisa dimulai.

koleksi pribadi
koleksi pribadi
Diawali Ziarah, Diakhiri Makan Bersama

Ritual itu dipimpin oleh orang asal atau yang disebut dengan 'tukang bela kampung'. Di Sengelei, hanya tersisa satu tukang bela kampung. Namanya Tuk Jamil.

Ia datang bersampan dengan beberapa pemuda yang sengaja menjemputnya. Tuk Jamil sudah renta. Tubuhnya bungkuk. Rambutnya sudah memutih sempurna. Orang bilang, usianya sudah seabad lebih.

koleksi pribadi
koleksi pribadi
Ritual itu diawali dengan berziarah ke makam-makam leluhur di kampung tersebut. Kemudian Tuk Jamil mendatangi para petani durian dan meminta mereka menyusun isi ancak ke dalam keranjang. Isian itu ditambah pula dengan dua helai daun sirih, pinang, dan tembakau. Juga selinting rokok nipah dan dua kulit lokan yang berisi air putih dan darah ayam.

Dua keranjang yang sudah siap dengan ancak, masing-masing, lalu diikat dengan dua kain yang berbeda warnanya. Kain berwarna kuning dan merah untuk sisi laut. Sementara kain berwarna hitam dan merah untuk sisi darat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun