politik, Partai Golkar selalu menempati posisi unik sekaligus diperhitungkan. Hampir di setiap kontestasi pemilihan, baik di level daerah, nasional bahkan pemilihan presiden partai berlambang Pohon Beringin ini selalu ada di panggung utama, bukan figuran. Meski pada saat bersamaan, peran dan tempat utama yang diduduki itu  juga meniscayakan upaya pendongkelan dari previlege yang dimiliki, karena  mereka tergiur dengan potensi yang dimiliki.
Apalagi tempat itu memang tidak untuk semua orang atau satu tokoh tertentu jika ingin lebih dikerucutkan.  Upaya penggantian itu  bisa datang dari delapan penjuru angin, mulai dari lapis paling bawah sampai kepada kelompok yang minta disebut sebagai elit dalam bernegara. Mengapa wacana tersebut terus muncul karena Partai Golkar bukan sekedar sosok, atau pesona perorangan. Dia ada adalah sistem yang sudah berjalan sebagaimana mestinya berbilang warsa dan teruji zaman.
Kini, saat Pemilu 2024 sudah mendekati pelaksanaan, upaya penisbian potensi dan kekuatan itu kembali muncul. Jika sebelumnya upaya tersebut muncul sayup-sayup dari jauh. Kali ini dorongannya justru datang dari pihak luar yang sebelumnya tak pernah punya perhatian kepada partai ini.
Suara tersebut datang sosok Dahlan Iskan seorang tokoh pers, mantan menteri era presiden SBY turut bicara terkait dinamika jelang Pemilu tersebut yang secara langsung menyebut penggantian kepemimpinan di partai ini sangat mudah. Semudah membalikan telapak tangan. Telapak tangan yang tentu berisi amunisi gemuk untuk menggerakkan niat para pemilik suara, dalam hal ini DPD (Dewan Pimpinan Daerah) untuk beralih aspirasi.
Siapapun tahu, sebagai amunisi uang adalah faktor penting dalam menggerakkan aspirasi. Namun angka rupiah bernilai triliunan yang bagi sebagian pihak adalah cuma nominal belaka tak lantas menjadi penentu segalanya. Walau itu kadang diputar dan dioperatori internal partai sendiri, demi keinginan yang sejatinya juga sangat mungkin dipengaruhi oleh  pihak ketiga.
Ada  faktor non teknis yang telah berjalan dan  yang tak bisa digantikan oleh uang. Atau elektabiltas sosok lain yang dikira-kira bisa menjadi sekoci penyelamat jika pergantian kepemimpinan yang dipaksakan sebelum waktunya  itu berujung pada kemerosotan konstituen partai ini. Belum lagi bicara faktor teknis dan tata aturan dalam organsisasi yang mensyaratkan sebuah prosedur dengan jadwal yang juga sudah ditentukan.  Sehingga alih-alih menguatkan, yang terjadi malah pembusukan dari dalam, karena waktu tak lagi mencukupi untuk persiapan Pemilu 2024 itu.
Kita boleh menduga-duga pak Dahlan Iskan tidak mengetahui tata kelola keorganisasian  sebuah partai politik. Prinsip bottom up adalah nyawa dominan partai ini, meski dipihak lain ada yang mengaku  sebagai pemegang saham mayoritas. Namun partai Golkar tak seperti orpol lain yang punya sosok, tokoh bahkan king maker dalam menentukan arah dan kebijakan mereka. Sementara yang dibawah cukup mengikuti mau pimpinan tersebut.
Partai Golkar dengan tradisi yang sudah terbentuk sejak lama tak mudah diintervensi di tengah jalan. Apalagi untuk sebuah kebijakan strategis dalam penentuan sosok yang dimajukan sebagai calon presiden pada Pemilu 2024 mendatang. Golkar sudah memutuskan sejak jauh-jauh hari dan itu dilakukan melalui mekanisme yang telah ditetapkan. Maka penetapan Airlangga Hartarto sebagai calon presiden dari partai ini sudah diambil melalui forum Rapimnas, yang tak lain secara organisatoris adalah mekanisme tertinggi. Â
Hingga hari ini, tak ada alasan kuat untuk mendorong dilaksanakannya Munaslub, karena Airlangga Hartarto telah bekerja tanpa cela atau belum  melakukan pelanggaran. Maka dorongan Munaslub dengan modal awal Rp1 triliun itu sepertinya lebih cocok jadi cerita belakang meja, atau  cukup dianggap sebagai tawaran sambil lalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H