Pada masa hidupnya Muhammad SAW telah memprediksi bahwa umatnya akan mengidap penyakit Al Wahn. Dalam hadits lain pula Nabi juga menyatakan ("meramalkan") bahwa kelak umatnya akan mengikuti tingkah laku para pendahulu mereka (yakni Yahudi dan Nasrani) sedikit demi sedikit lalu lama-lama menjadi bukit. Apalagi kalo bukan seputar upaya mengejar kesenangan duniawi; seputar harta, kekuasaan, dan seks.
Pada masa kini--yang sebetulnya hanya sebuah perbuatan repetitif terhadap tingkah-tingkah masa lalu tetapi dalam bentuk dan bungkus baru--mulai muncul dengan menguat aliran-aliran Islam yang berlandaskan dan berfondasikan keduniawian. Menariknya mereka-mereka ini mengklaim diri sebagai Islam yang paling benar (dan besar). Ulama-ulama atau insan-insan yang zuhud dan menjauh dari keduniawian akan disangkakannya sebagai orang yang lemah dan Islam yang lembek. Sementara yang terlalu keras--kaum khawarij yang tidak terlalu jauh sesatnya dibanding mereka--dituduh pula tidak ke "tengah" dan "rahmatan lil alamin". Dalil-dalil agama yang mereka keluarkan dipilih-pilih yang bisa diretorikakan untuk pembenaran bagi penyakit Al Wahn mereka. Penyakit cinta dunia dan takut mati.
Orang-orang ini--yang tidak hanya satu segmen, celakanya, variatif pula dan saling berebut pengaruh (duniawi)--berasumsi seolah-olah Islam dan dakwah tidak akan bisa tegak tanpa upaya ambisius (kelompok dan aliran versi) mereka. Cape deh. Maka benarlah apa yang ditangisi Umar RA pada saat Haji Wadha bahwa sesudah kesempurnaan yang ada adalah kemunduran. Generasi Islam terbaik adalah pada masa Nabi Muhammad hidup bersusah payah, ditindas, dan penuh kesabaran tanpa pragmatisme apalagi upaya licik oportunisme. Sementara orang-orang yang silau dunia ini membayangkan Islam yang berjaya dengan harta benda dan buncitnya perut.
Mereka-mereka ini menafsiran manfaat kehidupan dalam perspektif yang tidak berbeda dengan orang kafir karena mereka sudah menjadi munafik dan menggunakan "keunggulan duniawi" untuk struktur nilai akhirat. Ya, sepengetahuan saya dalam Quran hanya menyebutkan dua hal yang membedakan hierarki nilai manusia secara vertikal. Yaitu, ketaqwaan dan keilmuan. Yang kedua tidak lebih abstrak dari yang pertama. Nah, aliran-aliran Islam Al Wahn ini karena sudah menjadi munafik dan separadigma dengan kaum kafir tidak sanggup untuk menerima konsepsi begini dan membutuhkan struktur penilaian yang lebih riil dan kongkrit. Yaitu, duit dan kekuasaan. Salah satu penanda orang-orang ini adalah mereka suka bersembunyi di balik topeng formalitas dan tampak luaran. Niat, substansi, filsafat, konsep, dan hal-hal yang abstrak (non materiil) sangat mereka benci. Betullah kata Rasulullah bahwa ulama yang dekat dengan penguasa itu adalah pencuri.
Menolak ideologi kaum Al Wahn bukan berarti membuat kita manusia yang tidak membutuhkan fasilitas duniawi. Ini juga tidak ada kaitan dengan soal kaya miskin, melainkan soal tamak atau qanaah. Tidak sedikit si anjing miskin yang tamaknya melebihin si kaya raya; kacian banged deh gak kesampaian. Makanya juga kata Rasulullah lagi orang kaya itu pahalanya sedikit, kecuali yang zuhud, dan bahwa pada harta orang kaya itu terdapat hak orang miskin. Bagi penderita Al Wahn dan manusia-manusia ambisius terdapat pandangan bahwa apa yang dihasilkannya itu adalah buah kerja keras dan orang yang tak kaya adalah karena malas. Bagi saya kerja keras adalah sesuai kemampuan masing-masing yang berbeda-beda takdirnya dan merupakan wilayah proses; sedangkan hasil adalah sepenuhnya sudah ditakdirkan dari sononya. Maka ibaratnya, kita bisa melihat dunia ini seperti cewek cantik. Kita boleh suka semuanya, dan kepengen, tapi cukuplah mencintai empat saja. Bagi orang tamak tak ada batas kecintaannya pada ambisi dunia kecuali mati--yang sangat tidak mereka inginkan datang itu.
Menariknya, sebetulnya disinilah kesalahan fatal dan sangat radix dari aliran Islam Al Wahn. Kesesatan mereka terdapat pada hal paling fundamental yakni akidah. Sesuatu yang abstrak dan bisa dimanipulasi lewat tampilan luar. Orang-orang yang cinta dunia ini telah menyekutukan Tuhannya (yang tidak realitas itu) dengan materi yang lebih riil dan nyata dan kasat mata. Walaupun, tentu saja mereka akan berkilah. Barangkali mereka akan bersiap-siap lagi membuat sejarah sebagaimana perjanjian konstantin menyatakan Yesus sebagai Tuhan, atau seperti masyarakat Yunani Kuno yang membutuhkan Hercules sebagai Putra Zeus yang nyata dan buka praktek secara riil, karena mereka kaum Al Wahn ini butuh meteriil yang kongkrit yaitu Tuhan yang berdaging. Kebodohan memang sulit mencerna abstraksi. Wallahualam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H