Mohon tunggu...
welly seran
welly seran Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Lebih hidup dengan semangat emas

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Sulitnya Melawan "Wabah" Politik Uang

10 Mei 2014   19:41 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:39 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Saya tidak takut mati, karena Tuhan bersama saya!”  itulah pesan terakhir yang disampaikan Rudi Hartono Seran (34) pahlawan Pemilu 2014. Pesan ini disampaikan sebagai upaya terakhirnya dalam memerangi politik uang.

[caption id="attachment_323241" align="aligncenter" width="300" caption="Rudi Hartono Seran (kiri) dan istri"][/caption]

Proses hukum kasus meninggalnya Rudi Hartono Seran (34), Petugas Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) Desa Pelaik Keruap, Kecamatan Menukung, Kabupaten Melawi, Provinsi Kalimantan Barat jalan di tempat. Sampai saat ini, setelah hampir satu bulan almarhum meninggal dunia, pihak keluarga belum juga mendapatkan kejelasan terkait penyebab pasti kematian almarhum. Pihak keluarga justru dibingungkan dengan proses birokrasi yang dinilai berbelit-belit dan malah memperlambat proses penyelidikan.

Pihak keluarga telah melaporkan kasus ini sejak sehari pasca pemakaman jenazah almarhum, yaitu pada tangga 14 April 2014. Saat itu keluarga almarhhum melapor ke Polsek Menukung, namun pihak terkait mengaku tidak sanggup dan meilimpahkan kasus ini ke Polres Melawi. Polsek Menukung kemudian menyarankan pihak keluarga untuk langsung melapor ke Polres Melawi.

Berdasarkan instruksi dari Polsek Menukung tersebut, pada tanggal 15 April 2014 pihak keluarga almarhum melapor ke Polres Melawi, tetapi tidak mendapatkan pelayanan karena Kapolres sedang tidak berada di tempat. Saat itu Kapolres sedang mengikuti rapat koordinasi terkait pengamanan hasil Pemilu dan oleh petugas jaga, pihak keluarga almarhum diminta untuk melapor kembali pada esok hari.

Keesokan harinya, pada tanggal 16 April 2014 pihak keluarga kembali mendatangi Polres Melawi. Saat itu pihak penyidik langsung mengintrogasi Maria Goreti (34) istri almarhum dengan didampingi Apu kakaknya. Proses introgasi tidak berlangsung lama dan Kapolres berjanji akan mengusut tuntas kasus ini. Namun, Kapolres meminta jeda waktu hingga satu minggu untuk melanjutkan proses penyelidikan, karena beliau harus merayakan paskah.

Satu minggu kemudian, pihak Polres mengutus beberapa penyidik untuk meninjau tempat kejadian perkara (TKP). Langkah yang dinilai terlambat oleh pihak almarhum mengingat almarhum sudah hampir tiga minggu dikebumikan. Bahkan bercak darah almarhum pun sudah tidak terlihat lagi di Tempat Kejadian Perkara (TKP).

Tanggal 28 April 2014, istri almarhum didampingi pihak keluarga diminta kembali mendatangi Polres Melawi. Istri almarhum pun kembali diintrogasi oleh pihak penyidik. Setelah proses introgasi selesai, istri almarhum kemudian diminta untuk  menimbang kembali apakah akan terus melanjutkan kasus ini atau tidak. Istri almarhum dengan tegas menyatakan bahwa kasus ini harus terus diusut sampai diketahui penyebab pasti kematian almarhum.

Pernyataan mengejutkan dari Kapolres Melawi Kalimantan Barat

Di tengah penantian keluarga almarhum akan kepastian hukum, pernyataan mengejutkan justru disampaikan oleh Kapolres Melawi Kalimantan Barat AKBP Nowo Winarti kepada salah satu media massa (Tribunpontianak.co.id). Dalam berita yang diterbitkan Tribunpontianak tersebut beliau memastikan bahwa Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) Desa Pelaik Keruap, Kecamatan Menukung, Rudi Hartono Seran (34) meninggal dunia akibat bunuh diri. Lebih lanjut beliau menyatakan bahwa kepastian tersebut diperoleh setelah melakukan penyelidikan dan meminta keterangan dari sejumlah saksi.

Pernyataan yang dikeluarkan oleh Kapolres wanita pertama Kalimantan Barat tersebut tidak bisa diterima oleh istri almarhum, karena selain pihak keluarga belum mendapatkan putusan hasil penyelidikan, keterangan yang disampaikan pun tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Istri almarhum sebagai saksi kunci dalam kasus ini sangat keberatan terhadap pernyataan Kapolres yang dinilai  prematur dan memutarbalikkan fakta. Kapolres memeberikan keterangan menurut versinya sendiri dan tidak merujuk pada keterangan para saksi, termasuk keterangannya sebagai orang yang tahu persis kronologis peristiwa di tempat kejadian. Berikut kutipan pernyataan Kapolres Melawi AKBP Nowo Winarti yang dinilai tidak benar oleh istri almarhum.

"Yang mengetahui pertama kali itu istrinya, saat itu almarhum masuk ke dalam kamar mandi dengan membawa pisau peraut bambu yang panjangnya hampir setengah meter. Agak lama, kemudian Maria mendengar suara mengerang, dari dalam kamar mandi. Mendengar suara gerangan tersebut, Maria menaruh curiga, dia kemudian memanggil suaminya Rudi Hartono. Namun tidak ada jawaban dari almarhum. Akhirnya Maria memutuskan untuk mendobrak kamar mandi. Setelah masuk ternyata dia melihat suaminya sudah tergeletak dengan luka di dada. Kemudian Maria membawa suaminya ke dalam kamar dan dia teriak-teriak minta tolong kepada tetangganya" kata AKBP Nowo Winarti (Tribunpontianak.co.id, Melawi Kamis, 1 Mei 2014 15:09 WIB).

Keterangan tersebut sangat kontras dengan apa yang disampaikan oleh Maria Goreti (34) istri almarhum. Fakta pertama yang dibelokkan adalah fakta bahwa istri almarhum tidak berada di rumah pada saat kejadian, karena pada saat itu istri almarhum sedang keluar untuk mencari anak pertama mereka sedang bermain di luar rumah.

Menurut istri almarhum, beberapa saat sebelum kejadian suaminya Rudi Hartono Seran (34) memang tampak uring-uringan, gelisah, dan terlihat sangat khawatir, tingkah lakunya tidak seperti biasa. Istri almarhum sempat menanyakan apa yang sedang dipikirkan oleh almarhum sehingga membuatnya begitu gelisah, namun almarhum tidak memberikan jawaban apa-apa.

Beberapa saat kemudian, istri almarhum pergi keluar rumah untuk mencari anak pertama mereka. Sementara almarhum hanya berbaring di ruang tamu (rumah mertuanya) bersama Si Bungsu Imanuel Andika Seran yang baru berusia lima bulan. Selang waktu sekitar lima belas menit, istri almarhum kembali ke rumah. Dilihatnya almarhum sudah tidak berada di ruang tamu.

Sang istri kemudian mencari almarhum, karena membutuhkan kunci rumah yang sejak pagi dibawa oleh alamarhum. Istri almarhum meminta kunci rumah karena hendak mengecek rumah mereka yang berada di seberang desa sembari memberi umpan ternak lele dan ayam kampung yang mereka miliki. Semenjak menjadi petugas PPL, almarhum memang jarang memperhatikan peternakan mereka karena disibukkan dengan urusan Pileg.

Istri almarhum memanggil almarhum berkali-kali, namun tidak ada jawaban. Dilihatnya pintu kamar mandi yang berada terpisah dari rumah dalam keadaan tertutup. Ia kemudian menggedor pintu kamar mandi, tetapi tidak dibuka. Penasaran, istri almarhum pun mengintip melalui lubang kecil yang ada di pintu kamar mandi. Saat itu, ia tidak melihat almarhum di atas kloset kamar mandi. Untuk memastikan bahwa almarhum berada di dalam, ia kemudian naik ke atas meja dapur untuk melihat ke dalam kamar mandi. Naas, ketika itu ia melihat almarhum sudah dalam keadaan terkapar di samping kloset. Istri almarhum kemudian turun dari meja dapur dan mendobrak pintu kamar mandi untuk memastikan apa yang dilihatnya. Setelah pintu terbuka, ia melihat almarhum sudah dalam keadaan tak berdaya dan bersimbah darah karena ditusuk benda tajam.

Berdasarkan pengamatan penulis di Tempat Kejadian Perkara, pintu kamar mandi tersebut memang tidak memiliki kunci permanen. Untuk menutup pintu kamar mandi, pemilik hanya menggunakan kawat yang diikatkan pada pintu kemudian dikaitkan pada sebuah paku, sehingga sangat memungkinkan bagi siapa saja  masuk ke dalam kamar mandi tersebut. Kata “mendobrak” yang digunakan istri almarhum pun sebenarnya tidak relevan, karena cukup dengan sedikit dorongan saja pintu kamar mandi sudah bisa dibuka. Namun, pada saat kejadian pintu kamar mandi sulit dibuka karena terhalang kaki almarhum yang sudah terbujur kaku dan tepat mengarah ke pintu.

Fakta kedua yang dibelokkan adalah fakta bahwa yang mengangkat almarhum dari kamar mandi menuju ruang tamu bukanlah istri almarhum melainkan warga sekitar. Pada saat itu istri almarhum tidak sanggup melihat keadaan yang menimpa suaminya, ia kemudian lari dan meminta bantuan dari warga sekitar. Warga sekitarlah yang mengangkat almarhum dari kamar mandi menuju ruang tamu, bukan istri almarhum seperti yang diungkapkan oleh Kapolres AKBP Nowo Winarti.

Pisau yang digunakan untuk menusuk almarhum pun pada saat itu tidak menancap di tubuh almarhum. Menurut keterangan beberapa saksi, pisau tersebut ditemukan di pekarangan rumah. Logikanya, jika almarhum menusuk dirinya sendiri pisau yang digunakan pasti menancap di dada almarhum, tetapi fakta di lapangan menunjukkan kemungkinan lain. Sayangnya, fakta ini sama sekali tidak menarik perhatian pihak penyidik, sehingga simpulan bahwa almarhum meninggal karena bunuh diri begitu cepat diputuskan dan disebar kepada masyarakat.

Pernyataan tentang status kematian almarhum yang dikeluarkan oleh Kapolres Melawi hanya merujuk pada keterangan yang disampaikan oleh istri almarhum pada tanggal 28 April 2014. Pada tanggal 1 Mei 2014 kepastian mengenai status kematian almarhum sudah dipublikasikan, tanpa sepengetahuan istri dan pihak keluarga almarhum, padahal pada tanggal 2 Mei 2014 istri almarhum masih dimintai keterangan oleh kepolisian. Menjadi layak dipertanyakan, mengapa pihak Kepolisian Resort Melawi tidak memberitahukan hasil penyelidikan  kepada pihak keluarga almarhum pada tanggal 2 Mei 2014 tersebut, padahal pada hari itu istri alamarhum datang ke Polres untuk memberikan keterangan, parahnya lagi, seharinya sebelumnya ternyata berita tentang hasil penyelidikan sudah dipublikasikan di media?

Kejanggalan-kejanggalan yang menyesatkan

Sejak awal, kasus ini memang menimbulkan banyak tanda tanya, khususnya bagi pihak keluarga almarhum, seperti yang telah penulis kemukakan dalam artikel sebelumnya berjudul “Tumbal” Politik Uang. Kalau pada artikel sebelumnya kejanggalan banyak terjadi pada sebelum dan sesudah proses pemungutan suara, kali ini kejanggalan ada pada pihak kepolisian dan media massa (Tribunpontianak) yang diduga punya kepentingan dan mendompleng kasus ini. Kejanggalan-kejanggalan tersebut mengindikasikan bahwa memang ada konspirasi politik antara pihak-pihak terkait untuk tidak membuat kasus ini berkepanjangan.

[caption id="attachment_323242" align="aligncenter" width="300" caption="Polres Melawi Kalimantan Barat"]

1399700452787676201
1399700452787676201
[/caption]

Kejanggalan pertama, munculnya pernyataan sepihak dari Kepolisian Resort Melawi tentang status kematian alamarhum yang dikatakan bunuh diri. Padahal sampai saat ini, pihak almarhum belum menerima putusan apa pun terkait hasil penyelidikan, namun kepastian mengenai status kematian almarhum tiba-tiba muncul di media massa dan disampaikan langsung oleh Kapolres Melawi AKBP Nowo Winarti. Sebagai masyarakat biasa yang tidak terlalu paham masalah hukum, pihak keluarga  tentu mempertanyakan kebijakan tersebut. Apakah keputusan yang diambil Kapolres Melawi sudah tepat?

Kejanggalan kedua, pada saat kejadian rumah mertua almarhum (TKP) dalam keadaan kosong, hanya ada almarhum dan anak bungsunya Imanuel Andika Seran. Istri almarhum pada saat kejadian keluar rumah untuk mencari anak pertama mereka yang sedang bermain di luar rumah. Namun, dalam keterangan yang diberikan Kapolres kepada media, pada saat kejadian istri korban berada di rumah dan ia mengetahui almarhum masuk ke kamar mandi dengan membawa sebilah pisau.

Kejanggalan ketiga, yang membawa almarhum ke ruang tamu bukanlah istri almarhum melainkan warga setempat, karena pada saat kejadian istri almarhum tidak sanggup melihat keadaan yang menimpa suaminya dan kemudian berteriak meminta pertolongan kepada warga sekitar. Namun, dalam keterangan Kapolres kepada media dikatakan bahwa istri almarhumlah yang membawa almarhum ke ruang tamu.

Kejanggalan berikutnya terjadi pada proses penyelidikan. Pihak Kepolisian Resort Melawi terkesan hanya melakukan penyelidikan normatif pada kasus ini, artinya penyelidikan yang dilakukan hanya formalitas dan tidak ada keseriusan untuk mengungkap kasus ini agar menjadi terang benderang. Kalaupun pada akhirnya almarhum dinyatakan meninggal karena bunuh diri, faktor-faktor yang menyebabkan almarhum bunuh diri tentu harus diungkap oleh pihak penyidik, karena beliau meninggal pada saat menjalankan tugas dan barang bukti yang ditinggalkan pun cukup kuat untuk dikaitkan dengan pelanggaran Pemilu.

Barang bukti yang dikesampingkan

Rudi Hartono Seran (34) meninggal dunia saat sedang menjalan tugas Negara sebagai Pengawas Pemilu Lapangan (PPL). Ketika kejadian pun korban masih menggunakan seragam PPL. Meskipun demikian, ada upaya dari pihak-pihak tertentu  untuk tidak mengaitkan kasus ini dengan proses Pemilu yang berlangsung. Padahal sangat jelas bahwa korban meninggal dunia setelah mendapat tekanan dari pihak-pihak tertentu yang tidak hanya mengancam keselamatannya tetapi juga keluarganya.

Dalam kasus ini, pihak kepolisian sebenarnya sudah mengantongi beberapa barang bukti yang dapat mempermudah proses penyelidikan. Barang bukti yang dimaksud berupa buku harian, surat pernyataan tidak puas kepada KPPS yang ditulis tangan oleh almarhum, sebilah pisau, seragam PPL yang digunakan almarhum saat kejadian, serta tas dan topi KPU yang biasa digunakan almarhum saat bertugas.

Alat bukti yang paling kuat dan diharapkan dapat mengungkap penyebab kematian almarhum adalah buku harian almarhum, karena buku tersebut berisi temuan-temuan pelanggaran selama beliau melaksanakan tugas. Daftar nama oknum yang pernah mengancam dan akan memberi uang suap kepada alamarhum pun tertulis lengkap dalam buku tersebut.

Istri almarhum Maria Goreti (34), sangat mengharapkan agar beberapa alat bukti yang berada di tangan kepolisian tersebut dapat membantu mengungkap kebenaran di balik kasus ini. Buku harian tersebut diharapkan dapat menjadi batu loncatan bagi aparat untuk menuntaskan kasus ini, semua nama oknum yang disebutkan dalam buku tersebut harus diperiksa dan beberapa catatan pelanggaran Pemilu yang dituliskan almarhum juga harus ditindaklanjuti.

Namun kenyataannya, alat-alat bukti tersebut justru dikesampingkan oleh pihak kepolisian Resort Melawi. Dari proses yang sudah dijalani selama hampir satu bulan pasca kematian almarhum, pihak keluarga memandang bahwa Kepolisian Resort Melawi seperti tidak sepenuh hati dalam memproses kasus ini. Ditambah lagi dengan adanya pernyataan dangkal dari  Kapolres di media massa yang menyatakan bahwa almarhum meninggal karena bunuh diri, sementara proses penyelidikan belum mencapai klimaks, yaitu sampai proses otopsi.

Meskipun demikian, pihak keluarga almarhum masih menggantungkan harapan kepada pihak kepolisian Resort Melawi untuk dapat mengungkap kasus ini tanpa ada intervensi dari pihak manapun. Simpulan terhadap status kematian almarhum harus melalui proses yang benar dan maksimal, jangan sampai hanya berdasarkan perkiraan ataupun simpulan yang prematur, karena yang hilang adalah nyawa manusia, bukan hewan. Jika memang untuk mengungkapkan kebenaran harus melalui proses otopsi terhadap jenazah almarhum, lakukanlah, demi terungkapnya kebenaran dan terpenuhinya rasa keadilan bagi almarhum dan keluarganya.

Oleh,

Welly Hadi Nugroho Seran, S. Pd.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun