Mohon tunggu...
Welly
Welly Mohon Tunggu... Relawan - Indonesia Baik

Merindukan terwujudnya cita-cita luhur kemerdekaan: rakyat adil makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gudeg Bu Joko

3 Juli 2014   19:19 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:38 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: http://blognyamitra.files.wordpress.com/

[caption id="" align="aligncenter" width="512" caption="Ilustrasi. Sumber: http://blognyamitra.files.wordpress.com/"][/caption]

Di dekat rumah kami ada penjual gudeg, namanya Bu Joko. Gudegnya legit, sedap, dan harganya terjangkau oleh masyarakat. Saking ramainya para pembeli seringkali harus antri tapi hal tersebut tidak menjadi masalah karena Bu Joko selalu melayani dan menyapa pembeli dengan ramah. Bu Joko bahkan mengingat nama kami! Ketika mertua atau teman jauh datang berkunjung ke Yogyakarta, tanpa ragu saya selalu membelikan gudeg Bu Joko dan alhamdulillah mereka semua cocok. Bahkan ibu mertua saya selalu nitip oleh-oleh gudeg Bu Joko setiap kali saya atau istri berkunjung ke Jakarta. Saya yakin halnya yang sama juga terjadi dengan pembeli lain, karena jumlah pelanggan gudeg Bu Joko terus bertambah meski lapaknya di trotoar tidak pernah ada nama, bagi-bagi selebaran atau pasang fotonya. Pelangganlah yang jadi sales marketing gratis Bu Joko.

Kami tidak dibayar namun kami senang melakukannya. Bahkan tak jarang jurnalis kuliner meliput beritanya di koran lokal sehingga Gudeg Bu Joko semakin terkenal dan ramai. Setelah beberapa tahun jualan trotoar dan bahkan sempat digusur, kini Bu Joko sanggup menyewa kios permanen. Dari hanya buka pagi hari, kini buka sampai malam. Pelanggan semakin bertambah namun Bu Joko tetap sama, menyapa kami dan setiap pelanggan dengan ramah.

Kebaikkan Bu Joko dan ketenaran gudegnya ternyata membuat Bu Wowo merasa tersaingi. Aneh juga kami melihatnya karena selama beberapa tahun terakhir Bu Wowo tinggal di luar negeri dan memiliki banyak usaha lain. Kog sekarang tiba-tiba dia muncul dan merasa mengaku tahu persis gudeg yang terbaik dan bagaimana cara membuatnya. Sebagai pedagang kelas atas yang terbiasa menghajar bisnis/perusahaan orang lain, Bu Wowo segera mempersiapkan ekspansi bisnis gudegnya. Berbekal kemampuan orasi yang baik Bu Wowo muncul berorasi di mana-mana dengan menyakinkan meski sebenarnya dia tidak paham betul dengan dunia pergudegan. Ditambah dukungan finansial yang sangat besar dari saudaranya, Bu Wowo memasang strategi untuk mengalahkan Gudeg Bu Joko. Salah satu manajer marketingnya bahkan dengan gagah berani menyatakan akan melakukan apapun agar Gudeg Bu Wowo menang. Dan itu bukan gertakan sambal tetapi sungguh-sungguh dibuktikan.

Mulai dari yang sederhana seperti mengedarkan voucher makan gratis Gudeg Bu Wowo berhadiah uang tunai di mana-mana termasuk ke semua guru sampai pada lobi-lobi bisnis tingkat tinggi ke para petinggi sipil, pamong praja, militer, pemuka agama, dan tak ketinggalan para artis ibukota.

Tidak heran apabila kemudian muncul Tabloid Obor Gudeg yang penuh fitnah: bahwa Gudeg Bu Joko mengandung minyak babi lah, kotor dan tidak higienis lah, banyak yang sakit sesudah memakannya lah, Bu Joko penyakitan lah, Bu Joko agen asing lah, dan seterusnya seterusnya. Polisi yang biasanya tegas tangkas menangkap penjahat atau teroris yang ngumpet di hutan-hutan atau di tengah sesaknya pemukiman tiba-tiba saja “membiarkan” pemilik tabloid yang tinggal jelas sudah melanggar undang-undang ini bebas melenggang dan meneruskan pembuatan tabloidnya. Ratusan trilyun rupiah yang selama ini diserap dan dijanjikan oleh polisi untuk menjaga segenap warna negara ternyata menyatakan diri “tidak berdaya” menghentikan peredaran tabloid tersebut. Bu Wowo juga mengerahkan jurnalis bayaran dan bahkan menyogok banyak pemilik koran, radio, dan televisi lokal dan nasional untuk secara luar biasa menjelekkan Gudeg Bu Joko. Lembaga-lembaga survei dibayar mahal untuk mempublikasikan keunggulan Gudeg Bu Wowo. Artis-artis bayaran begitu semangatnya memuja-puji Bu Wowo sampai salah satunya dianggap kreatif karena meniru pakaian penjahat besar dan menggunakan lagu yang melanggar hak cipta. Tokoh-tokoh masyarakat yang mata duitan, intelek bayaran, dan pengamat politik bayaran terus dikerahkan untuk menjelekkan Gudeg Bu Joko. Pemuka-pemuka agama dan bahkan institusi-institusi agama pun dibayar dan/atau dimanipulasi ketulusannya untuk mengeluarkan fatwa yang mengharamkan makan Gudeg Bu Joko atau ancaman tidak masuk surga kalau makan Gudeg Bu Joko. Agama dijadikan komoditas untuk jualan gudeg. Bahkan dalam rapat koordinasi tim marketing terakhir Bu Wowo diangkat dan dinobatkan sebagai panglima perang untuk memerangi Gudeg Bu Joko yang dianggap akan mem-PKI-kan seluruh pelanggannya!  Hadeehhhh... benar-benar menghalalkan segala cara untuk menang.

Sebaliknya, saya dan istri, beserta pelanggan setia Gudeg Bu Joko lainnya hanya bisa mengelus dada melihat fenomena ini. Kami hanya bisa mendoakan agar Bu Joko dilindungi dan dimudahkan jalannya agar bisa terus melayani para pecinta gudeg dari Sabang sampai Merauke. Secara sukarela, sesuai dengan kapasitas kami masing-masing, kami para pelanggan setia Gudeg Bu Joko akan terus menyatakan bahwa Gudeg Bu Joko adalah yang terbaik. Sampai kapan pun kami tidak akan mengkhianati hati nurani kami apalagi menjualnya untuk kepentingan bisnis bengis Gudeg Bu Wowo yang ingin mematenkan gudeg sebagai miliknya dan memonopoli penjualan dan kemasan gudeg hanya untuk manager marketingnya dan seluruh pendukungnya.

Terakhir, kami hanya bisa mendoakan agar para pecinta gudeg di negeri ini dapat melihat carut marut persaingan Gudeg Bu Joko vs Gudeg Bu Wowo ini dengan nurani yang jernih. Kami pun akan terus mendoakan agar tim manajer marketing Gudeg Bu Wowo dan para pendukungnya satu per satu menyadari untuk siapa sebenarnya mereka berjuang: untuk diri sendiri (baca: uang dan jabatan) atau untuk seluruh pecinta gudeg? Masih ada waktu untuk tidak mengkhianati nurani karena tangisannya akan terus terdengar sampai ajal menjemput. Masih ada waktu untuk membuat nurani tersenyum walau untuk itu kenyamanan hidup dipertaruhkan. Namun akan ada kisah harum untuk ceritakan, ada teladan hidup mulia untuk diajarkan kepada anak cucu bahwa Anda adalah bagian dari perjuangan Gudeg Bu Joko yang dimiliki dan dicintai rakyat.

Kota Gudeg, Kamis Pon, 3 Juli 2014.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun