Sudah memasuki bulan ketiga kami berjualan lontong pada malam hari, namun jalannya begitu-begitu saja. Sebagaimana pepatah, hidup segan mati tak mau. Padahal rasanya sudah mati-matian berbuat semaksimal mungkin untuk mencari uang, hehe.
Awalnya memang dari bercerita dengan kawan-kawan kampus di sebuah kedai kawa daun yang telah menjadi tren di Kota Bukittinggi dan sekitarnya. Kami hobi sekali makan-makan dan berkeliling mencoba menu kelas kaki lima, karena makan di restauran tidak terjangkau harganya. "Aha..." muncullah sebuah ide, bagaimana kalau kami juga membuka sebuah usaha.
Prosesnya sungguh berat, membuat komitmen dan janji untuk mendirikan usaha bersama. Awalnya empat orang, pada hari eksekusi tinggal kami bertiga. Kisahnya sungguh berliku dan panjang, mungkin akan ditulis suatu saat nanti. Kini kembali kepada topik.
Tidak jelas kenapa akhirnya kami menjatuhkan pilihan pada lontong malam, namun jika diurai seolah-olah alasannya sebagai berikut :
1. Berjualan lontong di malam hari karena paginya kuliah dan bekerja.
2. Hasil survey kami, di Kota Bukittinggi baru ada satu buah kedai yang berjualan lontong di malam hari, jadi masih terbuka peluang. Di Kota Padang, sudah banyak kedai lontong malam.
3. Kami ingin menjual menu yang sehat, hemat dan nikmat bagi masyarakat, terbukti dengan menu yang tersedia yakni lontong, bubur campur dan kolak campur dengan racikan alami tanpa ditambah zat-zat adiktif dan penyedap buatan.
Kira-kira seperti itulah alasannya.
Ternyata tidak semulus yang dikira, buktinya setelah hampir tiga bulan berjalan tidak ada perkembangan yang berarti. Masih nombok terus, hehe. Setidaknya kami sudah melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Memilih lokasi yang ramai pedagang malamnya, yakni di kawasan Stasiun Bukittinggi.
2. Masakan yang disajikan terus kami sempurnakan baik dari segi rasa, toping maupun tampilannya.