Pernahkah terpikir seberapa sensitifkah diri kita terhadap
kebutuhan emosional orang-orang di sekitar kita?
pada saat ada teman, saudara atau siapa saja disekitar kita memerlukan teman untuk bercerita,
adakah waktu untuk mereka?
pernah satu ketika seorang ibu pemilik warung dimana penulis beberapa kali bertandang ke warungnya bercerita tentang anaknya yang baru saja ludes hartanya karena dirampok, begitu sulit bagi penulis memberikan respon yang simpatik, dengan sekedar berkata "sabar ya Bu", alih-alih malah merasa tidak nyaman dan ingin cepat berlalu.
Mengapa kata-kata penguat atau penghiburan itu sulit diucapkan?
apakah hal ini berkaitan dengan budaya kita yang tidak familiar dengan mengungkapkan perasaan
atau pun menerima ungkapan perasaan orang lain,
atau hal ini hanya sekedar mengindikasikan bahwa penulis bukanlah seorang yang sensitif?
Mungkin sensitivitas adalah sesuatu yang harus dilatih.
Layaknya suatu ketrampilan seperti bernyanyi, berbicara di depan umum, menari, to be sensitive needs practice untuk menjadi sensitif perlu adanya latihan.
Hidup sarat dengan beban, sebelum kemanusiaan mengalami kepunahan, mari kita berikan sebagian waktu dan perhatian kita untuk orang-orang di sekitar kita.
"Letakan lah bahumu di atas pundakku, biar terbagi beban itu dan lega hatimu..."
(petikan lagu Katon Bagaskara)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H