Mohon tunggu...
Welhelmus Poek
Welhelmus Poek Mohon Tunggu... Konsultan - Foto Pribadi

Welhelmus Poek seorang aktivis NGO yang sangat intens advokasi isu-isu Hak Asasi Manusia terutama hak-hak kelompok marginal, secara spesifik memperjuangkan hak-hak anak muda, gender dan keadilan sosial lainnya. Lahir di Pulau Rote, 17 Juni 1981. Mengawali karir NGO di Plan International Indonesia tahun 2004 hingga 2015. Kemudian bergabung dengan Hivos International tahun 2016 untuk program energi terbarukan di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Tahun 2018-2019 melanjutkan study Master of International Development di University of Canberra. Tahun 2020 kembali bergabung dengan Hivos International untuk program energi terbarukan di Pulau Sumba. Welhelmus juga aktif di Forum Akademia NTT dan masih mensupport aktivitas Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) Kupang, NTT hingga kini.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pelajaran Penting dari Pandemi Covid-19

11 Mei 2020   14:18 Diperbarui: 11 Mei 2020   14:34 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sudah tidak bisa dipungkiri bahwa ancaman wabah corona sudah amat sangat serius. Selain telah menelan banyak korban jiwa baik masyarakat biasa hingga bergugurannya para tenaga kesehatan, dampak pandemi corona terhadap pertumbuhan ekonomi juga semakin terasa berat. Banyak orang sudah kehilangan pekerjaannya. 

Banyak usaha ditutup dan bahkan mengalami kebangkrutan yang parah. Beberapa kasus kriminalitas mulai bermunculan dimana-mana sebagai efek dari semakin peliknya kondisi ekonomi dan kebutuhan untuk sekedar bertahan hidup di tengah situasi yang semakin tidak menentu seperti saat ini.

Data per 10 Mei 2020, yang dirilis World Health Organisation (WHO), tercatat 4.025.140 kasus positive Covid-19. Sebanyak 1.132.206 orang dilaporkan sembuh. Sementara 279.329 dilaporkan meninggal. Sebaran kasus di berbagai negara di dunia sangat bervariasi. 

Dari kasus-kasus tersebut, diketahui ada lima negara dengan tingkat kasus positif dan angka kematian yang sangat tinggi, yaitu; (1) the USA (309.541:78.794), (2) Spanyol (223.578:26.478), (2) Italia (218.268:30.395), (3) Inggris (215.260:31.587), (4) Rusia (198.676:1.915), (5) Jerman (169.218:7.569). Artinya, bisa disimpulkan bahwa, negara-negara maju, seperti Eropa dan Amerika Serikat, sangat tinggi kasusnya dibandingkan dengan negara lainnya, termasuk China (83.991:4.637), negara awal mula kasus ini.

Bagaimana dengan Indonesia? Walaupun secara kasus per 10 Mei 2020, baru tercatat 14.032 kasus, dengan jumlah orang yang sembuh sebanyak 2.698 dan meninggal 973; persentase kematian di Indonesia tergolong sangat tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara yg memiliki kasus positif dan kematian tertinggi di atas, yaitu sebesar 6,9 persen. Saat ini boleh dikatakan DKI Jakarta masih menjadi epicentrum kasus Covid-19 di Indonesia, dengan 5.190 kasus. 

Provinsi lain dengan jumlah kasus tertinggi, adalah Jawa Timur (1.502 kasus), Jawa Barat (1.437 kasus), Jawa Tengah (978 kasus), Sulawesi Selatan (722 kasus), Banten (533 kasus), Nusa Tenggara Barat (330 kasus), Bali (311 kasus) dan Papua (308 kasus). Sementara Provinsi lainnya sementara dibawah angka 300 kasus. Rata-rata di bawah 100 kasus. Nusa Tenggara Timur tercatat sementara sebagai Provinsi dengan jumlah kasus paling sedikit, yaitu 12 kasus.

Pertanyaan bahwa sampai kapan pandemi ini akan berakhir belum bisa dijawab secara pasti. Beberapa pakar telah melakukan berbagai simulasi dengan berbagai pendekatan untuk memprediksi akhir dari pandemi ini. Namun, belum ada diantara mereka yang menyimpulkan secara pasti kapan pandemi ini benar-benar akan berakhir. 

Hasil sementara yang dirilis oleh beberapa sumber pun memperkirakan setiap negara berbeda-beda. Artinya masalah penyebaran Covid-19 ini belum tentu akan benar-benar selesai. Justru kemungkinan akan berlanjut masih sangat terbuka, jika tidak ada satu gebrakan extra-ordinary secara global.

Pun demikian, sejauh ini dengan adanya pandemi Covid-19, ada banyak pelajaran berarti yang bisa kita pelajari. Lalu, apa saja yang bisa kita ambil sebagai bahan pembelajaran dari peristiwa ini? Saya akan highlights tiga hal penting yaitu kepemimpinan, solidaritas, dan keterbukaan serta bagaimana kondisinya di Indonesia.

Kepemimpinan Pada Situasi Emergensi
Salah satu masalah serius yang muncul ketika adanya pandemi Covid-19 adalah masalah kepemimpinan. Hampir boleh dikatakan semua pemimpin dunia, termasuk petinggi WHO, kelihatannya tidak siap menghadapi 'serangan' Covid-19. Ketidaktepatan mengambil keputusan yang strategis pada waktu yang tepat bisa menjadi salah satu tolak ukurnya. 

Bahkan di luar fasilitas kesehatan mewah yang dimiliki, para nahkoda negara-negara maju pada 'keok' ditelan virus corona. Korban berjatuhan dimana-mana tanpa ada tindakan signifikan untuk membendungnya. Walau hingga pada akhirnya, kondisi chaos tersebut mulai berangsur-angsur 'terkendali' setelah ada langkah strategis yg diambil. 

Terlambat. Tetapi setidaknya ada sesuatu yang dilakukan secara signifikan. Beberapa contoh keberhasilan ini bisa kita lihat dari progres yang ada di New Zealand dan Australia. Mereka termasuk salah dua negara yang 'sukses' menahan laju pergerakan Covid-19 hingga kemudian pemerintah kedua negara ini mulai perlahan 'melonggarkan' pergerakan penduduknya.

Krisis kepemimpinan ini juga tidak luput dari apa yang terjadi di Indonesia. Pada awal ketika wabah ini merebak di Wuhan, China, mestinya pemerintah kita sudah harus selangkah lebih maju untuk membendung laju serangannya ke Indonesia. Namun itu tidak dilakukan. Pemerintah kita justru membuka peluang masuknya virus ke Indonesia semakin lebih besar. Salah satunya yaitu melalui promosi wisata dengan fasilitas diskon dan sebagainya. 

Untuk urusan ekonomi, menurut saya hal ini tidak salah, tetapi sedikit tidak tepat. Kenapa demikian? Ya, pertama, wabah corona sudah menjadi sangat 'menakutkan' di Wuhan. Mestinya pada saat itu, pemerintah mencari informasi dan mempelajari dulu seperti apa karakter dari wabah tersebut sebelum mengambil keputusan terus membuka akses keluar masuknya orang ke Indonesia. Ini bisa terlihat dari beberapa statement yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, yang awalnya boleh dibilang sedikit 'meremehkan' ancaman virus corona. Misalnya, 'corona itu hanya flu biasa'.

Kedua, ketika sejak terjadi kasus corona di Indonesia hingga saat ini, model risk communication kita masih dipertanyakan. Antara lembaga di lingkungan pemerintahan terkesan tidak searah. Belum lagi juga terlihat tidak sejalannya arah kebijakan dari pusat sampai ke daerah-daerah. Kebijakan yang diambil terkesan tidak dalam satu koridor atau semangat yang sama. 

Banyak kasus bisa kita lihat di lapangan. Misalnya, ada daerah yang melakukan lockdown tanpa mengikuti arahan pemerintah pusat. Penerapan kebijakan yang berubah-ubah atau menimbulkan tafsir yang berbeda-beda. Bahkan membingungkan dan sebagainya. Ketiga, mestinya pada titik ini, pemerintah Indonesia seharusnya belajar dari proses penangan bencana Tsunami Aceh, 2004 silam. 

Pada awalnya dalam penanganan bencana Tsunami Aceh, juga diawali dengan krisis kepemimpinan dan risk communication yang bermasalah. Namun, perlahan situasi tersebut dapat teratasi dengan baik. Artinya, jika saya pemerintah Indonesia mau belajar dan tidak melupakan pembelajaran penting dari setiap peristiwa bencana, mestinya hal-hal seperti ini tidak akan terulang lagi dikemudian hari.

Pun demikian, harus kita akui bahwa ternyata dengan adanya pandemi Covid-19, bisa disimpulkan bahwa para pemimpin di dunia saat ini 'belum' memiliki sense kepemimpinan yang kuat dalam situasi emergensi. Bila diperlukan, perlu ada pelatihan khusus bagi pemimpin-pemimpin di dunia atau calon-calon pemimpin tentang leadership in emergency responses. 

Alasan sederhananya, biar mereka juga memiliki kapasitas memimpin suatu negara tidak hanya dalam kondisi normal, tetapi juga dalam situasi chaos atau emergency.

Aksi-aksi Solidaritas
Pandemi Covid-19 juga mengajari kita akan pentingnya sebuah nilai solidaritas. Serangan virus corona ini tidak mengenal status atau golongan seseorang. 

Semua kita punya potensi yang sama untuk menjadi korbannya. Sebagaimana disampaikan di atas, bahwa corona bukan hanya menyebabkan kematian, tetapi juga berdampak ke masalah-masalah sosial ekonomi lainnya. Hal inilah yang kemudian memicu semakin tingginya aksi solidaritas antar sesama.

Di berbagai negara, dukungan kepada tenaga medis dan keluarganya sangat luar biasa. Mereka dianggap pahlawan dalam 'peperangan' ini. Tidak heran, ketika kasus corona di Wuhan, China, mulai terkendali, semua orang pada keluar dan memberikan penghormatan bahkan sambil meneteskan air mata sebagai tanda terima kasih mereka terhadap dedikasi paramedis dalam melawan wabah tersebut. Para tenaga medis dari China dan Kuba yang datang ke Italia untuk membantu penangan kasus corona di negara tersebut disambut seperti seorang prajurit yang memenangkan perang di medan pertempuran.

Tidak hanya itu, di beberapa negara, misalnya di Jerman, orang-orang dengan sadar dan secara sukarela menyediakan makanan dan minuman yang ditempatkan di lokasi-lokasi tertentu bagi mereka yang benar-benar membutuhkan. Di India, berbagai jenis bahan makanan dan minuman juga disediakan bagi warga yang sangat membutuhkan. Selain itu, dukungan dari berbagai organisasi kemanusian, perusahaan, dan bahkan perseorangan pun muncul secara spontanitas.

Menariknya, tidak hanya soal makanan dan minuman, antar warga juga memberikan dukungan secara psikologis. Di Italia, misalnya, pada saat lockdown, sesama warga yang tinggal dalam satu kompleks, mereka bernyanyi bersama sekedar memotivasi dan mensupport satu sama lainnya. Beberapa konseling gratis secara online juga disediakan bagi mereka yang mungkin atau sudah mengalami anxiety dan depression.

Aksi solidaritas di tengah pandemi ini juga menjamur di Indonesia. Berbagai pihak urun tangan dan bahu membahu bersama pemerintah Indonesia melawan Covid-19. Mulai dari solidaritas membantu paramedis dan berbagai keperluan medis yang dibutuhkan, membantu kelompok-kelompok vulnerable, menyediakan informasi dan fasilitas kesehatan untuk menghambat laju penularan virus corona, hingga berbagai kemudahan dan akses lainnya yang dapat menolong masyarakat untuk kuat menghadapi pandemi ini dan sebagainya.

Semua kalangan masyarakat benar-benar turun tangan. Bahkan ada kelompok anak muda yang secara sukarela mengambil peran aktif di lingkungan mereka, bahkan lintas wilayah hanya untuk memastikan masyarakat di pedesaan mendapatkan akses informasi dan agar mereka lebih berhati-hati menghadapi musibah ini. 

Saya ambil contoh, aktivitas sosialisasi yang dilakukan oleh kelompok relawan anak muda di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Tentu saja di daerah lainnya juga pasti ada yang memainkan peran yang serupa.

Sampai pada titik ini perlu kita garis bawahi bahwa ancaman pandemi corona, sekali lagi, tidak mengenal golongan atau status sosial seseorang. Siapapun kita bisa menjadi korbannya. 

Namun, dari sini juga kita belajar bahwa sebagai makhluk sosial, tolong-menolong itu sudah menjadi satu panggilan yang sudah tidak bisa terpisahkan dari kehidupan kita. 

Khusus sebagai bangsa Indonesia, panggilan sosial ini jelas menegaskan kembali bahwa bangsa kita adalah bangsa gotong-royong. Bangsa yang tumbuh kuat dalam satu karakter saling bahu membahu memerangi sesuatu. Nilai ini harus terus kita pelihara dan pertahankan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Keterbukaan Informasi dan Data
Keterbukaan informasi dan data menjadi salah satu polemik utama selama masa pandemi Covid-19 saat ini. Ini dimulai dari kecurigaan beberapa negara, utamanya Amerika Serikat, yang 'menuding' China sebagai negara yang harus bertanggung jawab penuh terhadap pandemi ini. 

Amerika menganggap ada kesengajaan dari pihak China untuk menutup-nutupi informasi dan data terkait penyebaran Covid-19 yang akhirnya menyebabkan banyak negara merugi akibat keteledoran mereka. 

Tidak mengherankan juga, dengan adanya sentimen ini, kemudian muncullah rasisme dimana-mana. Utamanya, oleh beberapa oknum, yang secara rasis menyerang warga China yang tinggal di negara mereka. Mereka dianggap 'pembawa' virus.

Persoalan keterbukaan tidak berhenti disitu, pada saat kasus ini mulai merebak, rupanya informasi-informasi dan data-data penting, misalnya, terkait karakter virus ini belum sepenuhnya terdokumentasi atau diketahui oleh banyak pihak dengan baik, termasuk WHO, sehingga kondisi ini pulalah yang menyebabkan keterlambatan pengambilan keputusan oleh WHO untuk menentukan wabah ini menjadi pandemi dunia. Ketika diumumkan, kondisi penyebarannya sudah amat sangat massive dan less controlled.

Masalah lainnya adalah banyak orang yang tidak terbuka akan keberadaan mereka dari satu zona merah ke zona merah lainnya. Mungkin lebih tepatnya belum aware dengan pola penularan Covid-19, sehingga mereka bebas keluar masuk dari satu negara ke negara lainnya dengan tidak menyadari sebagai karir virus tersebut. 

Inilah yang menyebabkan mereka terus beraktivitas atau berinteraksi dengan orang lain yang mengakibatkan semakin masifnya penularan virus corona dimana-mana. Kondisi ini jugalah yang dirasakan atau dialami oleh paramedis di Indonesia. Banyak diantara mereka menjadi korban dari ketidakterbukaan ini.

Namun, yang paling menjadi bahan perdebatan adalah keterbukaan medis akan data dan informasi pasien. Hal ini menjadi perdebatan serius di Indonesia. Saya rasa kita semua paham bahwa informasi dan data medis itu sifatnya rahasia. Betul di Indonesia ada Undang-undang yang mengatur hal tersebut. 

Termasuk mengatur pada tahap mana atau dalam situasi apa saja, sebuah data dan informasi medis dapat diketahui publik. Tetapi dalam kasus Covid-19, menurut saya informasi dan data yang dibutuhkan itu minimal kita tahu orang yang positif itu ada dalam cluster mana saja, kapan itu terjadi, dan tidak perlu namanya disampaikan, kecuali yang bersangkutan mau terbuka. Mengapa? Karena kalau dilihat dari pola dan karakter penyebaran Covid-19, maka informasi tersebut penting untuk memetakan proses tracing, misalnya. 

Itu juga akan mendorong semua orang yang mungkin atau pernah ada dalam cluster tersebut secara sukarela untuk memeriksakan dirinya. Sebagai contoh, ada satu kasus positif di Canberra, Australia, dimana pasien teridentifikasi melakukan perjalanan menggunakan salah satu armada bus dari Sydney ke Canberra. 

Atas peristiwa ini, pemerintah Australia langsung mengumumkan kepada seluruh penumpang yang menggunakan bus pada tanggal tersebut segera melapor dan melakukan pengecekan medis. Ini artinya, data dan informasi seperti itu penting sekali. Semakin cepat dideteksi, semakin cepat pula kita memutus rantai penyebaran virus.

Pandemi ini memang belum berakhir bahkan kita tidak tahu kapan akan berakhir, tetapi kita perlu terus waspada untuk setidaknya mengambil langkah-langkah yang lebih strategis untuk mencegah dampaknya yang lebih meluas. Jangan sampai korban semakin bertambah tanpa upaya-upaya pencegahan yang signifikan. 

Masalah ikutan lainnya dari pandemi ini bisa kita atasi, walau mungkin butuh waktu. Tetapi masalah kematian, misalnya, tidak ada solusinya. Kita tidak bisa membangkitkan manusia yang sudah meninggal. Oleh karena itu, kepemimpinan yang kuat dalam situasi pandemi ini sangat diperlukan. Aksi-aksi solidaritas harus terus dilakukan. 

Kata orang, fisik boleh berjauhan, asal hati kita selalu dekat. Karena itu keterbukaan juga menjadi salah satu kunci utama kita menang melawan Covid-19. Ketika semua orang peduli terhadap sesama, maka wajib hukumnya kita juga harus jujur terhadap sesama, terutama memberikan informasi yang benar kepada para medis. Semoga pandemi ini cepat berlalu dan kita semua kembali hidup normal lagi. Semoga!!!

NB: Setelah pandemi, hal pertama apa yang akan kamu lakukan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun