Mohon tunggu...
Welhelmus Poek
Welhelmus Poek Mohon Tunggu... Konsultan - Foto Pribadi

Welhelmus Poek seorang aktivis NGO yang sangat intens advokasi isu-isu Hak Asasi Manusia terutama hak-hak kelompok marginal, secara spesifik memperjuangkan hak-hak anak muda, gender dan keadilan sosial lainnya. Lahir di Pulau Rote, 17 Juni 1981. Mengawali karir NGO di Plan International Indonesia tahun 2004 hingga 2015. Kemudian bergabung dengan Hivos International tahun 2016 untuk program energi terbarukan di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Tahun 2018-2019 melanjutkan study Master of International Development di University of Canberra. Tahun 2020 kembali bergabung dengan Hivos International untuk program energi terbarukan di Pulau Sumba. Welhelmus juga aktif di Forum Akademia NTT dan masih mensupport aktivitas Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) Kupang, NTT hingga kini.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mendikbud Dua Kali "Tampar" Pendidikan NTT, Apa Respons Calon Pemimpin Daerah?

12 Januari 2018   20:52 Diperbarui: 13 Januari 2018   16:03 1850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah Belajar yang dinamai dengan Lopo Belajar Suku Adat Elan, Boy, Tuname Nenomana pada 2015. | regional.kompas.com

Artinya sekarang, masyarakat NTT harus mampu mengkritisi visi dan misi setiap calon kepala daerah, termasuk di dalamnya mengkritisi sejauh mana kepedulian mereka terhadap dunia pendidikan di NTT berikut pemanfaatan anggaran pendidikan yang disediakan dari pusat tersebut.

Perlu diketahui, bahwa untuk tahun 2018, sebagaimana informasi yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi NTT, sejak tanggal 7-10 Januari 2018, tercatat 43 pasangan calon gubernur dan bupati dinyatakan lolos tahapan pendaftaran. Khusus calon gubernur, ada empat pasangan calon yang memenuhi syarat. Selebihnya adalah pasangan calon bupati di beberapa Kabupaten.

Kembali kepada alokasi anggaran di atas, bila gubernur selaku kepala daerah menggunakan pendekatan pembagian merata ke seluruh kabupaten/kota, maka setiap kabupaten/kota, akan mendapatkan alokasi di atas 45 miliar per 22 kabupaten/kota yang ada. 

Atau dengan kata lain, bila menggunakan pendekatan kecamatan, maka 320 kecamatan di NTT masing-masing akan menerima di atas 3 miliar. Apakah pendekatan ini efektif? 

Tentu tidak demikian, karena bisa dipastikan ada kabupaten/kota yang membutuhkan lebih dari yang sudah dikatakan maju. Oleh karena itu, minimal pendekatan yang dipakai harus lebih merata, adil dan proporsional. Bila benar tujuannya untuk peningkatan kualitas pendidikan.

Kembali lagi bahwa, "tamparan keras" Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam mengkritisi kualitas pendidikan di NTT, sebenarnya tidak semata menurunkan derajat masyarakat setempat, tetapi justru membuka mata kita untuk berpikir dan bertindak lebih cerdas dalam mengatasi setiap persoalan pendidikan yang dihadapi.

Ingat bahwa kail yang diberikan kepada pemerintah daerah saat ini adalah sebuah "coding" untuk menjadi seorang pemimpin yang lebih smart. Para calon gubernur dan bupati harus lebih waspada dan semestinya tertantang untuk menjadi yang terdepan dalam mengangkat kualitas pendidikan di NTT. Apakah mereka akan merespons dengan cepat? Semoga!!!

Canberra, 12 Januari 2018

  • -Welhelmus Poek-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun