Mohon tunggu...
Welhelmus Poek
Welhelmus Poek Mohon Tunggu... Konsultan - Foto Pribadi

Welhelmus Poek seorang aktivis NGO yang sangat intens advokasi isu-isu Hak Asasi Manusia terutama hak-hak kelompok marginal, secara spesifik memperjuangkan hak-hak anak muda, gender dan keadilan sosial lainnya. Lahir di Pulau Rote, 17 Juni 1981. Mengawali karir NGO di Plan International Indonesia tahun 2004 hingga 2015. Kemudian bergabung dengan Hivos International tahun 2016 untuk program energi terbarukan di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Tahun 2018-2019 melanjutkan study Master of International Development di University of Canberra. Tahun 2020 kembali bergabung dengan Hivos International untuk program energi terbarukan di Pulau Sumba. Welhelmus juga aktif di Forum Akademia NTT dan masih mensupport aktivitas Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) Kupang, NTT hingga kini.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perjuangan Hidup: Uang Bukan Segalanya

26 November 2016   07:37 Diperbarui: 26 November 2016   09:57 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Setiap hari bisa potong 80-100 buah batu. Batu-batu ini dijual 1500/buah".Bapak ini cerita, setiap hari dia bersama istri kesini untuk memotong batu alam. Istrinya membantu mengambil air untuk melumasi bagian batu yang akan dipotong. Setiap harinya bisa menghasilkan 80-100 buah batu. Harga batu yang dijual termasuk murah, karena untuk menghasilkan satu potongan batu prosesnya panjang dan memakan waktu cukup lama. Sebelum menjadi potongan batu yang kecil, batu yang besar akan dibelah sesuai ukuran yang diinginkan. Proses pembelahan batu inilah yang sangat memakan waktu dan tenaga. Apalagi dilakukan secara manual. Benaar-benar butuh kekuatan fisik yang tangguh, dan "dibantu" pelumas air.

Harga jual per buah 1.500 rupiah. Bila sehari yang diproduksi 100 buah, maka penghasilan per hari 150.000 rupiah. Hmmm...Ini mungkin tidak sebanding dengan cara mereka menghabiskan waktu dan tenaga untuk pekerjaan ini, namun jasa mereka terbilang sangat besar. Terutama bagi masyarakat yang ingin menggunakan batu-batu ini untuk tujuan konstruksi bangunan dan sebagainya.

Batu Alam siap pakai
Batu Alam siap pakai
Di Sumba Timur, banyak masyarakat yang lebih memilih menggunakan batu alam karena bila dibandingkan dengan penggunaan batako, ini yang paling murah. Selain harganya, pemasangan batu alam, misalnya untuk bangunan rumah, tidak perlu diplester. Tekstur batu yang sudah halus dan licin, terlihat indah. Artinya tidak butuh semen, air, tenaga yang banyak untuk membangun rumah. Itulah sebabnya, mengapa banyak masyarakat yang berminat. Para pengrajin juga sangat banyak, walaupun pekerjaan ini cukup beresiko. Apalagi semuanya serba manual dan prosesnya tanpa pengaman.

Sekali lagi, bila kita bandingkan harga batu alam dan batako di Sumba Timur, perbedaanya 2 kali lipat. Tetapi, masyarakat di pedesaan tidak gentar mencaari nafkah dari usaha ini. Mereka seakan tidak peduli dengan banyaknya input yang mereka pakai untuk menghasilkan sebuah hasil karya. Bagi mereka yang paling penting adalah bisa menafkahi hidup keluarga dan memberi manfaat bagi banyak orang.

Mereka ingin mengajarkan kepada kita bahwa hidup ini tidak sebatas uang kertas yang diterima. Nilai sosial yang ditawarkan lebih bernilai dari segalanya. Saya sangat salut dengan perjuang hidup masyarakat ini.

Waingapu, 26 November 2016

Welhelmus Poek

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun