Â
MEMPERKUAT PERSEKUTUAN
MENYAMBUT HARI TUHAN
Oleh Weinata Sairin
"Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan
ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang,
tetapi marilah kita saling menasihati, terlebih lagi sementara kamu melihat hari Tuhan  mendekat." (Ibrani 10:25, TB 2,2023)
Minat untuk hadir dalam pertemuan ibadah dan/atau dalam aktivitas gerejawi kadangkala mengendur oleh berbagai alasan
dan kendala. Dalam dunia modern, ketika warga Jemaat, terutama para eksekutif muda, menghabiskan hampir seluruh waktunya
di lingkup pekerjaan/bisnisnya, amat sulit untuk mereka bisa ikut mengambil bagian dalam kegiatan Jemaat. Bahkan, walaupun ada banyak Gereja di kota besar yang menyediakan 4 hingga 6 kali jam kebaktian, masih saja ada warga Jemaat yang tak bisa ikut dalan ibadah Minggu.
Mengendurnya minat warga untuk hadir dalam aktivitas gerejawi, termasuk dalam ibadah hari Minggu, pada kasus tertentu tidak melulu hanya karena faktor waktu. Ada faktor lain yang juga cukup kuat memengaruhi warga Jemaat. Misalnya, ada warga yang me nyatakan bahwa khotbahnya membosankan, terlalu panjang, minus intonasi, tanpa penjiwaan, dan tanpa pendalaman teologis. Ada juga yang mengatakan tidak enjoy mendengarkan khotbah dengan bantuan power point, serasa ikut seminar dan bukan ibadah.
Berkurangnya minat warga Jemaat untuk menghadiri kegiatan di Jemaatnya, dan adanya kendala untuk hadir dalam ibadah Minggu karena masalah teknis bukan sesuatu yang mudah dan sederhana. Harus dicari faktor penyebab dan akar masalahnya, mengapa kondisi itu mesti terjadi.Â
Kemudian, perlu dirumuskan bentuk-bentuk motivasi yang bisa menggugah warga Jemaat untuk aktif mengambil bagian dalam berbagai pertemuan ibadah. Aktivitas gerejawi dan ibadah Minggu sebenarnya adalah media Gereja untuk membekali warga Jemaat dengan berbagai materi pembinaan yang akan membantu mereka agar bisa tetap survive di tengah gempuran amunisi sekuler yang mereka hadapi setiap hari di marketplace, di kekinian dunia.Â
Gereja dan komunitas Kristen yang para anggotanya kehilangan gairah untuk menghadiri berbagai aktivitas gerejawi harus terus melakukan pembaruan bentuk pelayanan agar lebih relevan dan mampu menjawab kebutuhan zaman now, sambil juga memberi motivasi bahwa membangun persekutuan di Indonesia itu penting di tengah realitas begitu banyaknya gedung gereja yang disegel; ditutup, yang tidak diberi izin berpuluh tahun.
Surat Ibrani yang ditulis sekitar tahun 96 M ini mengangkat isu pentingnya warga untuk hadir dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh Gereja. Bisa saja realitas penderitaan yang dialami umat Kristen di abad-abad pertama membuat mereka enggan datang ke persekutuan; ada semangat kekristenan yang mulai surut. Hal yang menarik dari Ibrani 10:25 adalah bahwa penulis surat ini menggunakan pendekatan eskatologis ketika ia memotivasi umat.
Penulis mengaitkan pentingnya menghadiri pertemuan ibadah itu dengan "hari Tuhan yang mendekat". Ada tiga kata kunci dalam ayat ini, yaitu "saling menasihati", "semakin giat", dan "hari Tuhan yang mendekat". Komunitas Kristen harus mengedepankan habitus baru, yaitu mempraktikkan kesalingan, bukan egoisme, termasuk "egoisme denominasional". "Saling" artinya 'baku', 'ada keterlibatan dua pihak atau lebih'; dalam "saling" ada concern satu terhadap yang lain, ada hati penuh kasih terhadap yang lain; "saling" selalu berarti dua pihak yang hidup dalam agape, memberi hidup satu kepada yang lain. Realitas kesalingan itu harus ditingkatkan frekuensinya, harus setiap saat, tidak "tempo-tempo", tergantung mood, apalagi "hari Tuhan makin dekat".
Bagian Alkitab Ibrani 10:25 kiranya dapat menjadi bahan refleksi kita hari-hari ini, di tengah makin hangatnya atmosfir politik menjelang Pemilu Februari 2024, ditengah keprihatinan akibat korupsi para pejabat tinggi yang terus berulang, kekristenan harus makin kukuh, solid, mengutuhsatu, mengembangkan habitus kesalingan setiap saat, menyongsong Hari Tuhan (The Day of the Lord) yang semakin dekat.
Kekristenan harus makin signifikan di negeri ini, menggarami dan menerangi, membebaskan diri dari stigma inferior dan minority complex. Kita adalah pemilik sah negeri ini dan sama sekali bukan penumpang gelap tanpa karcis di gerbong NKRI. Para pemimpin Kristen tak boleh terjebak pada sikap dan pemikiran easy going dan pragmatisme sempit tetapi harus mengembangkan pemikiran strategis visioner yang mampu membangkitkan kekristenan untuk memberi kontribusi bagi penguatan NKRI. Jangan pernah malu mengaku Yesus Kristus sebagai Juru Selamat kita. Kita mesti mengingatkan Negara agar tidak mencampuri teologi agama-agama, agar Negara menghormati agama-agama antara lain dengan menggunakan istilah dari agama tersebut dalam penetapan hari-hari besar keagamaan. SK Bersama 3 Menteri tentang penetapan Hari-hari Besar Keagamaan harus menggunakan nama Yesus Kristus, dan bukan nama lain yang tidak bersumber dari Alkitab terbitan Lembaga Alkitab Indonesia.
Mari setia dalam mengikuti pertemuan ibadah Gereja kita; terus-menerus memberikan yang terbaik bagi NKRI dengan talenta dan
berkat yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita!
Selamat Merayakan Hari Minggu.God Bless Our Churches. God Bless NKRI.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI