Mohon tunggu...
Weinata Sairin
Weinata Sairin Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Teologi dan Aktivis Dialog Kerukunan

Belajar Teologia secara mendalam dan menjadi Pendeta, serta sangat intens menjadi aktivis dialog kerukunan umat beragama

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mewujudkan Iman yang Otentik

26 Maret 2023   08:25 Diperbarui: 26 Maret 2023   18:44 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beriman itu perilaku|sumber: kompas.com


 MINGGU, 26 MARET 2023

MEWUJUDKAN IMAN YANG OTENTIK

 Oleh Pdt Em.Weinata Sairin,MTh

"Mendengar itu meluaplah kemarahan mereka, lalu mereka berteriak-teriak, 'Besarlah Artemis dewi orang Efesus!'"
( Kisah Para Rasul 19:28/ TB 2, 2023)

Berdasarkan pengalaman sejarah, keterkaitan antara agama (penyebaran agama) dan aspek ekonomi adalah sesuatu yang tidak
bisa terbantahkan. Dalam bingkai besar di zaman baheula, kita mengenal jargon "Gold, Glory, Gospel" yang diciptakan kaum kolonial
Barat dalam menguasai bangsa-bangsa. Dalam spirit itulah, pada masa yang lalu, Portugis dan Belanda menguasai nusantara selama ratusan tahun: ada semangat bisnis yang menyatu dengan semangat misioner di dalamnya.

Salah satu teori tentang masuknya Islam ke Indonesia adalah teori yang menyatakan bahwa pada abad ke7, para saudagar Islam dari Arab, Persia, dan Gujarat membawa Islam masuk ke Indonesia. Hamka, penulis terkenal dan tokoh Islam Indonesia, dalam bukunya menyatakan, Islam datang secara berangsur-angsur dan peranan para saudagar dalam penyebaran agama sangatlah penting. Sambil melakukan transaksi dan aktivitas ekonomi, para saudagar menjalankan syi'ar agama disuatu wilayah sehingga masyarakat dapat menerima dengan baik agama yang dibawa oleh para saudagar itu.

Dulu agama-agama diperkenalkan kepada masyarakat me lalui berbagai karya sosial, antara lain bidang pendidikan, kesehatan. Sejarah dengan tegas mencatat peran yang dilakukan para penginjil dalam mendidik banyak orang di suatu wilayah yang terisolasi, sehingga mereka dapat membaca dan menulis. Orang-orang yang tadinya buta huruf, tidak mengenal estetika, pada akhirnya bisa membaca, terdidik, dan mengenal cara-cara hidup yang sehat. Pada titik itu terjadi transfer peradaban dan transformasi kehidupan sosial. Peradaban Barat yang telah lebih maju ditularkan dan dialihkan kepada komunitas yang masih hidup di zaman batu, sehingga terjadilah proses "pemanusiaan manusia" melalui aktivitas pekabaran Injil di suatu wilayah.

Dalam konteks tertentu, peran para penginjil (Barat) pada zaman baheula sangat positif. Melalui aktivitasnya, mereka telah melahirkan banyak Gereja di Indonesia, utamanya Gereja-gereja yang lahir sekitar tahun '30--'40an, yang kemudian mendirikan DGI/PGI. 

Titik singgung antara ekonomi dengan agama dalam kasus-kasus tertentu bisa berada dalam angle yang negatif. Misalnya, ketika persaingan yang murni terjadi sebagai persaingan ekonomi "diberi bumbu agama", di ruang publik peristiwa itu diberi label sebagai "konflik SARA" yang tingkat kegaduhan dan ujungnya sudah bisa kita tebak.

Kasus yang diangkat dalam Kisah Para Rasul 19:21--40, yang dalam perikop LAI diberi judul "Demetrius menimbulkan huruhara di Efesus", menampilkan sebuah episode menarik dalam konteks pertemuan Injil dengan budaya lokal. Menurut penuturan KPR, Demetrius ini memiliki perusahaan yang memasok patung Dewi Artemis dari perak untuk kepentingan rakyat dalam aktivitas ritual mereka. Perusahaannya itu mendapatkan untung besar sebagai pemasok utama di kota itu (19:24, 25). Kedatangan Paulus dan timnya yang mengabarkan Injil akan mengubah pandangan teologi rakyat di situ. Mereka akan tidak lagi percaya kepada Dewi Artemis dan hal itu akan membuat bangkrut perusahaan Demetrius. Itulah inti persoalannya. Ini persoalan ekonomi; lebih teknisnya, persoalan asap dapur, dan bukan persoalan teologi.

Lalu, dalam kepanikannya, Demetrius memprovokasi para tukang yang selama ini membuat patung perak itu sehingga mereka bergerak dan mengganggu ketertiban umum pada masa itu. Seluruh kota kacau akibat perbuatan Demetrius dan para costumernya (19:29). Untunglah ada sekretaris kota yang bijaksana, yang mengingatkan kelompok pendemo itu agar tenang dan tidak terburuburu bertindak, bahkan menyarankan untuk menempuh prosedur hukum (19:35--40).

Perikop ini penting menjadi bahan refleksi kita di zaman ini. Penolakan terhadap Injil tidak selalu karena faktor teologi. Dalam kasus
Demetrius ini jelas ia melakukan demo dan keributan karena khawatir perusahaannya bangkrut. Ini soal fulus, bukan soal ajaran. Di tengah huruhara yang kacau itu selalu ada "orang baik" yang menebar katakata hikmat sehingga para pendemo itu membubarkan diri. Seorang sekretaris kota punya karisma yang kuat di sini. Bisa juga terjadi, jika ada penolakan terhadap komunitas Kristen di suatu wilayah, mungkin bukan karena ajaran atau teologinya melainkan karena cara-cara berkomunikasi kita yang tidak optimal, cara berelasi kita yang tidak ramah, atau mungkin karena mobil-mobil umat yang diparkir menghalangi kegiatan masyarakat; mungkin juga karena gedung gereja kita dianggap terlalu mewah di kampung itu, atau ada sebab yang lain.

Oleh karena itu, mari kita terus memberitakan kabar kesukaan secara elegan melalui sikap dan perbuatan kita, melalui karyakarya sosial yang menyentuh orang banyak. Kita harus terus mewujudkan iman yang otentik tanpa takut!

Dalam beberapa terakhir ini dibeberapa tempat terjadi pelarangan ibadah umat Kristen, ada protes terhadap patung Bunda Maria di Kulon Progo Yogyakarta, upaya melakukan revisi/pencabutan terhadap PBM Menag Mendagri 2006 yang dianggap mempersulit pembangunan gedung gereja.

Realitas itu membuktikan bahwa kebebasan beragama belum sepenuhnya terwujud di NKRI. Menuju Pemilu 2024 bisa jadi kehidupan beragama tidak terlalu baik karena agama dijadikan kuda tunggang politik untuk memenangkan pertarungan. Hal itu pernah terjadi dalam sebuah pilkada di negeri ini tahun 2017.

Sebagai warga bangsa kita harus terus menjaga agar politik kebangsaan yang diperkuat di negeri ini bukan politik identitas yang bisa merusak NKRI yang majemuk.

Sebagai warga Gereja kita takboleh melupakan tugas suci kita yaitu memberitakan Injil dengan cara-cara elegan, termasuk melalui kehadiran kita yang menampilkan kekristenan yang penuh empati, solidaritas, kepedulian ditengah konteks kekinian kita.

Selamat Merayakan Hari Minggu, God Bless!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun