Mohon tunggu...
Weinata Sairin
Weinata Sairin Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Teologi dan Aktivis Dialog Kerukunan

Belajar Teologia secara mendalam dan menjadi Pendeta, serta sangat intens menjadi aktivis dialog kerukunan umat beragama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kita Harus Terus Menerus Mencari Kesukaan Allah

19 Juni 2022   10:01 Diperbarui: 19 Juni 2022   10:17 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

REFLEKSI ALKITAB, MINGGU, 19 JUNI 2022

KITA HARUS TERUS MENERUS MENCARI KESUKAAN ALLAH

Oleh  Weinata Sairin

"Jadi bagaimana sekarang; adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus," (Gal. 1:10)

Dalam menjalani kehidupan kita di dunia ini kadang muncul pertanyaan retorik mengoyak pikiran kita : hidup kita, pelayanan kita ini demi kesukaan Allah atau demi kesukaan manusia? Pertanyaan itu menggumpal kental memenuhi memori kita. Realitas itu acap membuat kehidupan kurang nyaman sebab bisa muncul multi tafsir dari banyak orang tentan jawaban atas pertanyaan itu.
Harus kita akui dengan jujur bahwa di awal sejarahnya amat jelas bahwa perjumpaan
Berita
Injil, kabar kesukaan, eungelion, dengan dunia tidaklah berjalan mulus. Banyak orang yang sudah berada dalam zona nyaman, atau yang memiliki keuntungan politik, ekonomi dan berbagai keuntungan dan kepentingan lain, atau yang mempunyai hidden agenda tertentu tidak nyaman dengan hadirnya Injil, apalagi jika makin banyak orang yang  percaya kepada Kristus melalui pemberitaan Injil. Para pembuat patung sembahan akan bangkrut secara ekonomi karena patung-patung itu tidak lagi dibutuhkn pasar.


Pernyataan Petrus bahwa ketaatan kepada Allah berada di atas segalanya dan "rumus" Gamaliel dalam menindak aliran baru( Kisah Para Rasul 5:38-39) tetap bisa menjadi inspirasi berharga bagi kita di zaman ini. Kisah-kisah perjumpaan Injil dengan dunia di awal kekristenan,  seperti diceritakan di dalam Kisah Para Rasul, amat kaya dan berharga.  Kekalutan Demetrius,  pembuat kuil dari perak yang akan bangkrut karena orang tidak lagi menjadikan kuil  sebagai medium untuk menyembah kuasa Transenden (Kisah Para Rasul 19:24, dan seterusnya), kisah Simon yang ingin membeli kuasa penumpangan tangan seperti yang dilakukan para Rasul (Kisah Para Rasul 8: 18,19) adalah episode yang cukup menarik.


Surat Galatia yang ditulis Paulus lebih kurang tahun 48 ini  memberikan pembinaan kepada warga jemaat yang menghadapi pengajar sesat  dengan isu-isu teologis yang bertentangan dengan iman Kristen.  Para pengajar itu antara lain menyatakan bahwa orang Kristen harus disunat supaya selamat  (Gal. 5: 1-15). Ada juga yang mengajarkan injil yang berbeda kepada warga jemaat.  Paulus keras mengritik orang yang  membawa injil yang lain itu; ia menggunakan kata "terkutuk" untuk orang yang membawa injil lain bagi warga Jemaat Galatia.


Jemaat-jemaat Kristen di abad-abad pertama memang didera derita yang amat luar biasa yang mengguncang iman mereka. Ada soal ajaran, sikap penguasa yang kejam terhadap orang Kristen, ujaran kebencian dan persekusi dalam berbagai bentuk.  Namun, kekeristenan kukuh saat itu. Banyak martir yang kehilangan nyawa demi Kristus, hingga ada ungkapan terkenal di abad pertama: "Darah para martir benih Gereja."


Para pengajar sesat tidak hanya memutarbalikkan isi Injil, memelintirnya demi kepentingan golongannya, tetapi juga menghantam kepemimpinan Paulus.  Mereka menebar desas-desus, melakukan pembunuhan karakter, meniupkan sejenis berita hoax seolah pelayanan Paulus hanya demi menyukakan manusia dan bukan menyukakan Allah.  Bagian Alkitab yang dikutip di awal tulisan ini adalah jawaban Paulus atas isu yang mendiskreditkan dirinya.  Paulus menegaskan dalam suratnya itu bahwa ia tidak dalam posisi mencari perkenan manusia, pelayanannya terarah kepada dan untuk Allah. Menurut Paulus, jika ia masih mencoba untuk berkenan kepada manusia, ia bukanlah hamba Kristus.


Gereja adalah persekutuan yang telah dipanggil keluar, dari gelap kepada terang. Gereja adalah ekklesia, komunitas milik Allah. Gereja hadir disegala tempat dan takbisa dibendung oleh kuasa apapun, oleh senjata, bom, kuasa politik, surat edaran,petisi lewat medsos atau kuasa apapun juga.Gereja memiliki roh vertikal-transendal yang sakral dan ilahiah.


Berdasarkan hakikat Gereja seperti itu mari kita terus mengembangmantapkan pelayanan di seluruh wilayah NKRI tanpa takut dan gentar.


Kita terpanggil untuk mewujudkan pelayanan yang berkenan dan menyukakan Allah agar manusia mengalami keselamatan abadi dan sejati  didalam dan oleh Yesus Kristus. Kita dan Gereja harus bertekad untuk terusmenerus menyukakan Allah tanpa harus takut pandemi, kekuatan politik dan atau policy rezim apapun.


Selamat Menyambut dan Merayakan Hari Minggu. God bless!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun