Mohon tunggu...
Weinata Sairin
Weinata Sairin Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Teologi dan Aktivis Dialog Kerukunan

Belajar Teologia secara mendalam dan menjadi Pendeta, serta sangat intens menjadi aktivis dialog kerukunan umat beragama

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kembang Pagi Rekah Mencipta Sejarah

9 Desember 2021   05:39 Diperbarui: 9 Desember 2021   05:52 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

REMBANG PAGI REKAH
MENCIPTA SEJARAH

pagi rekah turun perlahan dari langit kelabu,
air hujan jatuh sejak dini hari
airnya menetesi dedaunan,
jalan aspal menjadi licin oleh dirus hujan yang terus berlanjut,
ada sepi tergenang di perempatan jalan,
orang-orang kemudian membunuh waktu di rumah,
di anggap rumah itu aman takbisa di jebol covid 19,
atau omicron
atau apa saja
rumah menjadi
ruang aman dan nyaman
walau rumah kontrak
yang membayarnya
membuat sesak nafas

dirumah selalu saja
ada virus-virus lain namun tidak membuat heboh,tidak melahirkan pandemi,
ada virus kasih sayang, virus kebersamaan dan empati, virus kemesraan,
virus yang membangun persekutuan
virus kejenuhan
virus-virus spesial yang meliliti kaum lansia

pagi sejuk merajuk
turun,
percik air hujan makin kuat suaranya
kita mesti masuki hari baru dengan doa dan ucapan syukur kepada Tuhan

dua tahun hidup kita mengunyah sepi
memamah getir
merawat kehidupan yang pedih perih
penuh luka
melumuri tubuh

ditengah galau dan gamang
yang merasuki
hidup sepi
selalu mengendap
segumpal tanya :
kapan pandemi
punah dari
muka bumi
apakah pandemi
sejenis nafsu korupsi
yang selalu saja menggairahkan banyak orang kaya bereselon tinggi?

pagi rekah dan renyah
menguak episode baru
mencipta sejarah
kita semua umat berTuhan
mesti hidup dalam standar ilahi
ketika hidup kita dipenuhi berbagai nafsu jahat
menipu
korupsi
kdrt
pelecehan seksual
penistaan agama
maka status kita sebagai umat berTuhan
masyarakat beragama
adalah sebuah
contradictio in terminis.

Jakarta, 9 Desember 2021/pk.4.54
Weinata Sairin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun