Di zaman kini kita juga harus lebih banyakbmendengar : mendengar detak jantung, mendengar embusan napas, mendengar rintih lirih dari ruang isoman, mendengar keluhan nir suara dari ruang IGD,ICCU,HCU,mendengar mereka yang kehilangan pekerjaan, jerit tangis yang kehilangan suami dan anaknya yang dibunuh Covid,mendengar nenek renta yang pingsan saat antri BLT, mendengar KPK mengejar DPO, mendengar kisah teroris yang merancang bom dari rumah petak, mendengar jeritan di Papua, Sumba, NTT,,Kalimantan,Sulawesi Tengah, mendengar kisah pilu mesjid yang dibongkar karena perbedaan aliran,
ya mendengar dimana-mana tanpa kita harus menutup telinga.
Dari mendengar kita berempati, dari berempati kita bertindak menyatakan kasih kita kepada sesama tanpa mempertimbangkan apapun dan siapapun.Â
Di zaman digital dan diera pandemi seperti ini kita harus mendengar dengan kritis dan menggunakan logika.Dalam masa-masa seperti ini.selalu ada saja orang-orang dengan diksi terselubung memperdengarkan narasi-narasi yang pada akhirnya membawa kita kepada hasrat perpecahan bangsa. Ketokohan seseorang dimasa lalu terkadang dimanipulasi untuk pementingan kelompok/ golongan yang bisa mereduksi keutuhan bangsa.
Selamat Mendengar! Selamat Merawat NKRI yang majemuk!
God Bless Us
Oleh Weinata Sairin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H