"Adeo in teneris consuescere multum est. Bila selagi masih muda membiasakan diri (dalam hal yang baik)hal itu akan bernilai tinggi."
Kebiasaan baik, yang dilakukan secara kontinu, konsisten, dan berkesinambungan, adalah sesuatu yang memiliki makna dan manfaat yang amat penting bagi kehidupan umat manusia.Â
Apabila kita sejak kecil dibiasakan oleh orangtua kita untuk mengucapkan "terima kasih", "mohon maaf", dan "tolong", suasana pergaulan dan interaksi kita dengan banyak orang dari berbagai latar belakang akan terwujud dengan lebih baik.Â
Andaikata orangtua kita mendidik dan membiasakan kita sejak kecil untuk mengucapkan "selamat pagi", "selamat sore", atau "selamat malam" tatkala kita berjumpa dengan orang lain maka hingga memasuki usia dewasa kita akan tetap melakukan hal itu.Â
Kita tentu amat menyadari, betapa tekun dan sungguh-sungguh orangtua mendidik kita sejak kecil. Kita masih ingat, misalnya, pesan orangtua agar kita berdoa sebelum makan, jangan bersuara saat mengunyah makanan, dan jangan berbicara ketika ada makanan di dalam mulut.
Pembelajaran yang amat praktis, detail, dan disertai dengan peragaan dan keteladanan amat membantu kita saat itu dalam pertumbuhan.Â
Semua "materi pembelajaran" yang diberikan orangtua kita itu kemudian lebih diperkaya lagi dengan pembelajaran yang kita peroleh di lembaga keagamaan, lembaga pendidikan, dan kehidupan masyarakat di ruang publik.
Sebagai orang yang beragama, kita amat bersyukur kepada Tuhan karena Ia menganugerahkan orangtua yang tekun, rajin, dan setia sehingga dengan segala keberadaan mereka yang terbatas, mereka tetap menjalankan peran sebagai orangtua.Â
Sejak kecil kita dibiasakan oleh orangtua kita untuk menjalankan kehidupan dengan baik, dan pendidikan yang diberikan oleh orangtua kita rasakan bahkan hingga kita sudah tua dan berangkat uzur.
Pembiasaan (habituation) dikenal dalam dunia pendidikan sebagai proses pembentukan sikap dan perilaku yang relatif menetap dan bersifat otomatis melalui proses pembelajaran berulang-ulang.Â