Mohon tunggu...
Weinata Sairin
Weinata Sairin Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Teologi dan Aktivis Dialog Kerukunan

Belajar Teologia secara mendalam dan menjadi Pendeta, serta sangat intens menjadi aktivis dialog kerukunan umat beragama

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kekurangan Manusia Mengharuskan Ia Bersatu

15 Mei 2021   13:16 Diperbarui: 15 Mei 2021   13:20 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Sua cuique sunt vitia. Setiap orang memiliki kekurangannya masing-masing"

Walaupun manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia, tetapi manusia bukanlah makhluk sempurna.  Manusia adalah sosok yang memiliki keterbatasan. Dalam Alkitab diceritakan cukup detail  bagaimana titik pangkal peristiwa  yang mencerminkan kelemahan manusia  di awal sejarah.

Manusia pertama dalam sejarah,  yang saat itu ditempatkan dalam taman Eden dan diberi pesan oleh Allah, "Semua pohon dalam taman ini boleh kau makan dengan buahnya dengan bebas,  tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kau makan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati, (Kejadian 2:16, b,17). 

Namun akibat rayuan iblis yang direpresentasikan melalui seekor ular, Hawa --sang perempuan, melalui dialog panjang dengan ular, akhirnya memakan buah itu  kemudian memberikannya juga kepada Adam. Itulah wujud awal sisi lemah manusia, yakni  sikap yang tidak taat kepada pesan Allah, sikap tunduk kepada rayuan iblis, yang muaranya secara substantif  dan signifikan mengubah masa depan manusia.

Titik lemah manusia selalu ada,  hadir dan terulang di sepanjang jelajah dan ziarah manusia dari zaman ke zaman, dan tertoreh dalam sejarah.  Perempuan dan lelaki yang  hadir mengukir kehidupan di pentas sejarah atas anugerah Allah adalah figur dan sosok yang memiliki kekurangan dan kelemahan, tetapi yang juga sekaligus memiliki kekuatan serta kelebihan tertentu, yang Tuhan anugerahkan. 

Kekurangan dan kelebihan yang integral dengan kedirian manusia  tidak menafikan dan/atau mereduksi panggilan utama manusia  yang telah ditetapkan Allah, yaitu mengelola alam serta segala isinya dengan penuh tanggung jawab.  Dalam konteks memenuhi tugas panggilan, manusia memantapkan aspek relasional antar manusia sehingga melalui relasi yang hangat dan solid tugas panggilan itu bisa dijalankan dengan optimal.

Dalam kehidupan praktis,  acapkali kita berhadapan dengan orang-orang yang coba menggunakan  kekurangan yang ia miliki menjadi semacam dalih untuk menutupi ketidakberhasilnnya dalam melaksanakan tugas. Sering kita dengar ungkapan permohonan maaf, seperti, "Ya mohon dimaklumi, saya ini manusia biasa..." atau "...saya kan manusia bukan malaikat."

Ungkapan permohonan maaf seperti ini jika terus diulang dan dijadikan senjata dapat menjadi kontra produktif dan tidak membantu seseorang  untuk mengembangankan dirinya dan bertindak profesional.  Sebagai umat beragama, kita  memahami dengan baik bagaimana perspektif  agama-agama tentang manusia. 

Dalam keberadaannya sebagai manusia, yang lemah dan penuh kekurangan, ia mendapat amanat dari Tuhan  untuk mengelola alam yang Tuhan telah ciptakan.  Kekurangan manusia yang satu di bidang A akan disempurnakan oleh manusia yang lain di bidang B.  Itulah sebabnya kerjasama antar manusia tanpa membedakan SARA amat penting.

Dalam dunia yang tanpa batas, yang dipersatukan oleh IT, kerja sama itu amat terbuka demi lahirnya sebuah peradaban baru. Mari dalam segala kekurangan  dan kelebihan kita, kita memberi yang terbaik bagi keluarga,komunitas, lembaga,agama,  bangsa dan negara.

Di tengah kekalutan dan ketakutan terhadap pandemi, ketakutan terhadap teroris, ketakutan terhadap berbagai perkembangan di level nasional dan internasional, kebingungan terhadap masih adanya pemikiran naif bahwa perang antara Israel dan Palestina adalah " perang agama" yang kemudian potensial memicu konflik antar umat, kegundahan terhadap adanya kekompok yang untuk agenda 2024 telah melakukan segalanya yang menafikan realitas empirik yang tengah meliliti negeri, ditengah kesemuanya itu, manusia Indonesia mesti bersatu,solid dan kukuh, tanpa memandang Sara dan atau ikatan primordial apapun.

Selamat Berjuang.

God Bless.

Weinata Sairin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun