Mengakhiri Hidup dengan Pantas "Ille quidem dignum virtutibus suis vitae terminum. Dia mengakhiri hidupnya dengan kehidupan yang pantas."
Hidup manusia dalam perspektif agama-agama adalah menyusuri garis linier yang membentang dari tonggak A menuju tonggak Z.
Rentang waktu A--Z ini adalah rentang standar dengan mengacu kepada urutan abjad sebagaimana yang kita kenal. Bisa saja ada orang yang tidak sampai mencapai Z; mungkin hanya sampai di D, E, atau F, dan seterusnya.Â
Dalam bahasa sekuler, itu tergantung sponsor! Dalam bahasa agama, kurun waktu yang bisa dicapai seseorang amat tergantung pada hak prerogatif Allah, pada rencana keselamatan dan Kasih-Nya kepada manusia.
Sejak lama, negara ini mengenal program pembangunan, ada yang dinamakan "Pembangunan Semesta Berencana". Â Agama-agama selalu mengingatkan agar manusia menjadi tokoh sentral dalam pembangunan.
Artinya, manusia sebagai makhluk ciptaan yang mulia tidak disisihkan dari program pembangunan, bahkan manusia jangan menjadi korban dari pembangunan. Itulah sebabnya, dalam kamus pembangunan kemudian dipopulerkan istilah "pembangunan manusia seutuhnya".
Jargon itu dimaksudkan agar pembangunan itu tidak hanya memproduksi gedung-gedung pencakar langit, tetapi juga memperhatikan pembangunan mental spiritual manusia.Â
Kita patut bersyukur karena pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) atau dokumen
Nawacita peran strategis manusia amat diperhitungkan.
Dalam RPJMN 2005--2025 ditegaskan bahwa "pembangunan manusia pada intinya adalah pembangunan manusia seutuhnya. Tantangan yang dihadapi dalam pembangunan agama adalah mengaplikasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari, mewujudkan kerukunan intern dan antarumat beragama serta memberikan rasa aman dan perlindungan dari tindak kekerasan".
Dalam Nawacita (= 'Sembilan Harapan'), yaitu program Presiden periode ini, program peningkatan kualitas manusia termasuk dalam cita kelima, yang dilaksanakan melalui pembangunan di sektor pendidikan.