[caption caption="nikmat saat berbuka"][/caption]
“Apabila Nabi SAW berbuka puasa senantiasa memulai dengan tamr’ (kurma),” [HR. An-Nasai]
Itulah petunjuk Rasulullah SAW kepada kita tentang apa yang dilakukan saat berbuka puasa dengan senantiasa memulai dengan kurma. Padahal sering penulis dengar berbuka dengan yang manis (kalau penulis ditemani isteriku yang cantik plus kurma), namun akhir pekan kemarin stok kurma dikulkas habis sehingga mau tidak mau mencari alternatif menu lainnya untuk berbuka.
Kue Dongkal menjadi pilihan favorit penulis minggu kemarin dan segera meluncur selesai shalat ashar menuju ke salah satu perumahan didaerah Tambun yang memang ada penjual kue dongkal yang mangkal disana. Nama penjualnya Bang Ade, begitu dirinya memperkenalkan diri saat penulis menanyakannya sekedar menggali lebih lanjut tentang kuliner yang dijajakannya tersebut dan memiliki cabang dekat rumah penulis.
Namun saat membeli yang didekat rumah, penulis kurang puas karena kue dongkal adonannya kurang air sehingga kurang renyah. Kalau kata rekan kerja penulis agak keras katanya, saat mereka mencoba kue dongkal yang sengaja dibawa ke pabrik. Sehingga paska membeli kue dongkal dilapak Bang Ade, penulis jadi ingin kembali membeli disana untuk menu buka puasa minggu (26/6) kemarin yang sayangnya tanpa ditemani isteri tercinta.
Tentang Kue Dongkal ..
[caption caption="Kuiner dongkal"]
“Kenapa namanya kue dongkal, bang ?” tanyaku pada Bang Ade
“Saya sendiri kurang tahu mas, kenapa dinamakan kue dongkal. Ini adalah kue tradisional khas betawi,” jelasnya padaku.
“Bahan untuk membuatnya apa saja?” tanyaku lagi sembari memperhatikan bang Ade mempersiapkan cetakan besar kue dongkal.
“Tepung Beras, Gula Aren dan kelapa yang dibentuk menyerupai tumpeng lalu dikukus hingga siap disajikan,” jelasnya sembari memasukkan tepung beras yang sudah dihaluskan kemudian diselingi gula aren lalu tepung beras lalu gula aren sehingga penuh untuk satu tumpeng.
[caption caption="Uus"]
Bahan-bahan pembuatan kue dongkal berdasarkan informasi dari bang Ade adalah tepung beras (dia menggunakan beras yang digiling sendiri), gula merah yang telah diiris-iris, sagu secukupnya serta air dan garam serta jangan lupa parutan kelapa untuk menghadirkan tambahan rasa gurihnya.
“Harganya dipatok berapa ,bang?” tanyaku lagi.
“Rp. 90 ribu untuk ukuran tumpeng besar, Rp. 70 ribu untuk tumpeng yang lebih kecil dan Rp. 10 ribu untuk ukuran tok atau kotak kue kecil yang berisi 5 sampai 6 potongan kue dongkal,” jelasnya.
“Oke bang Ade, ane pesan satu saja sembari boleh foto-foto yah untuk keperluan kelengkapan tulisannya,” kataku.
“silahkan mas, ngomong-ngomong mau dimasukkan kemana mas? tanyanya
“kompasiana, bang Ade. Tahu ndak ,bang?” jawabku sembari bertanya informasi yang diketahuinya tentang kompasiana.
“ndak tahu mas, coba nanti saya cari di mbah google. Nanti kabarin yah kalau jadi ditulis,” pesannya kepadaku.
Jadilah buka puasa akhir pekan kemarin penulis menikmatinya dengan menu kue dongkal yang rasanya gurih, manis dan maknyus. Kalau pernah makan kue putu ya rasanya itu sama dengan kue dongkal namun kue dongkal dimata penulis lebih terasa gurih dan legitnya. Sayang memang kenikmatan berbuka puasa karena keluarga tercinta sudah berada dikampung halaman dan hanya bisa menikmati dari cerita yang diinformasikan.
Semoga kita tetap istiqamah dan bersemangat menjalani 10 hari terakhir bulan Ramadhan tahun ini.
Salam Kompasiana,
Wefi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H