[caption caption="(Nonno Ciccio)"][/caption]
“Sejak kapan ente suka Liverpool ?” tanya temanku
“sejak tragedy Hesyel 1985,” jawabku mantap
“Pas final Liga Champions kontra Juventus, yah wef?” tanyanya lagi
“betul sekali, militansi dan semangat pendukung Liverpool kala itu menjadi salah satu sebab saya mendukung Liverpool,” jawabku padanya.
“walau sudah enam tahun ndak pernah juara Liga Inggris, wef?” Tanya temanku yang merupakan penggemar fanatik MU.
“sekalipun Liverpool belum juga merengkuh juara , ane tetap akan mendukung Liverpool,” jawabku mantap.
Waktupun berlalu hingga 18 tahun kemudian saat penulis masih tetap setia dengan pilihan untuk mendukung Liverpool. Gonta ganti manajer sejak ‘King’ Kenny Dalgish meraih gelar Liga Inggris untuk terakhir kalinya pada 1991 dan keluar masuk pemain dari penjuru negeri namun hasilnya Liverpool belum sekalipun mampu menjadi juara di era baru Liga Inggris yang bernama Liga Primer.
“ganti nama saja, om wefi jadi Looserpool,” kata seorang rekan kerja dipabrik
“lagian Liverpool banyakan yang suka itu angkatan om saya alias tahun 80-90 an,” lanjutnya lagi.
Pilihan untuk tetap bersama Liverpool sama besarnya dengan keinginan untuk melihat Timnas Indonesia kembali beprestasi sejak terakhir kali juara Sea Games 1991 Filipina. Entah kebetulan atau tidak nasib LIVERPOOL dan TIMNAS INDONESIA itu hampir yakni harus puasa gelar hingga dua dekade lebih lamanya dan raihan tertinggi adalah menjadi runner up alias peringkat kedua.
Dan untuk soal kesetian pada sebuah klub sepertinya penulis harus belajar banyak dari sosok NONNO CICCIO, seorang ultras dari klub Italia yang diklaim sebagai pendukung klub tertua ataupun fans ultras tertua. Klub yang didukungnya adalah AC Foggia yang kini bermain Lega Pro C yang setara dengan Divisi tiga di Indonesia. Kalau ingat AC Foggia tentu ingatan penulis adalah revolusi Znedek Zeman dengan trio mautnya kala itu Signori –Baiano dan Rambaudi.
Siapakah sosok Opa Nonno Ciccio? Beruntung penulis sempat melihat ulasan diacara lensa olahraga disalah satu TV swasta pagi tadi serta membaca ulasannya di GUARDIAN dan Bola.Kompas tentang sosok Opa Nonno yang kini telah berusia 90 tahun yang memulai menonton klub kesayangannya tersebut sejak 1937. Walau AC Foggia bukanlah klub ternama dengan raihan trofi juara selain lolos ke Seri A musim 1991/92, dirinya tetap setia mendukung dan mencintai klubnya dengan sepenuh hati serta tidak berlaku negatif layaknya sebagian Ultras yang di Italia.
Laga 1937 antara Foggia kontra Pescara menjadi laga pertama Foggia yang disaksikannya distadion Pino Zaccheria, Foggia. Perjalanan waktu termasuk suasana perang maklum Nonno pernah tergabung dalam Italian Blackshirt yang dikirim ke Afrika telah mengajarkan Opa Nonno arti kehidupan dan bagaimana dia harus mensikapi perannya sebagai seorang Ultras untuk klub kesayangannya yang berdiri sejak tahun 1920 tersebut.
"Saya bersedia melakukan apa pun untuk tim saya. Apa pun yang dibutuhkan, saya tidak pernah menyerah dan selalu menemukan cara untuk menghibur tim," terang Opa Ciccio yang telah berkunjung ke hampir semua stadion besar di Italia.
"Sepak bola adalah cara saya melihat negara saya. Jika bukan karena semangat ini, saya tidak akan pernah memiliki pengalaman mengunjungi sejumlah tempat luar biasa," lanjutnya.
"Saya tidak merayakan kemenangan saat bertandang ke markas lawan. Saya mengagumi suporter lain dan mendukung Foggia dengan mengibarkan bendera tim. Saya membiarkan anak-anak tahu bahwa saya ada untuk mereka. Itu adalah filosofi saya," ujar Opa Ciccio yang selalu membawa spanduk bertuliskan “Peace between Ultras”.
"Perang adalah mengerikan! Dengan sepak bola, Anda bisa belajar untuk menghormati lawan di stadion. Anda bisa belajar melakukan hal sama dalam kehidupan," tutupnya.
Penulis masih jauh dibandingkan dengan Opa dalam hal kesetiaan mendukung klub kesayangannya, Foggia. Namun dari Opa Niccio penulis selain belajar arti setia terhadap klub kesayangan, semangat untuk selalu memberikan dukungan juga sebuah pesan yang bagus dari Opa yakni “mendukung klub bukanlah kejahatan tetapi kesempatan untuk mempelajari pelajaran penting dari kehidupan”.
Bisa jadi era Liverpool kembali ke trek juara dimulai dari era Jurgen Klopp yang sudah mulai mendapatkan antusiasme dan dukungan penuh dari Liverpludian dan The Kopites. Tapi walaupun misalnya masih belum juga mampu menjadi kampiun Liga Primer Inggris dukungan akan tetap selalu diberikan untuk Liverpool, sebagaimana Opa Ciccio yang tetap mendukung Foggia diusia senjanya. Good Luck Opa Ciccio !
Bagi rekan Kompasioner yang ingin melihat video bisa langsung merujuk ke artikel berikut ataupun linknya langsung.
http://www.theguardian.com/football/copa90/2016/mar/10/foggia-fan-nonno-ciccio-ultra-italy-sport
You will never walk alone,
Wefi
Sumber foto : The Guardian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H