Mohon tunggu...
Wardjito Soeharso
Wardjito Soeharso Mohon Tunggu... -

saya hanyalah manusia biasa yang selalu ingin tampil luar biasa karena terinspirasi oleh orang2 luar biasa, seperti anda.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

SURAT RAKYAT UNTUK PRESIDEN

7 Februari 2015   16:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:38 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SURAT RAKYAT UNTUK PRESIDEN
Oleh: Wardjito Soeharso


#1

Yang terhormat Tuan Presiden,

Selamat Pagi
Selamat Siang
Selamat Sore.

Perkenalkan, kami rakyat jelata
Tinggal di desa yang jauh dari mana-mana
Tak ada bising jalan raya
Tak ada hiruk pikuk buruh berangkat-pulang kerja

Pagi hari di desa kami adalah pagi yang hening
Siang hari di desa kami adalah siang yang tenang
Malam hari di desa kami adalah malam yang lengang

Tapi, meskipun kami jauh dari kehidupan kota
Kami tetap mengikuti riuh gempitanya
Di sore dan malam hari, sambil minum teh dan nyamil ubi
Kami nonton orang-orang kota di televisi

Jadi, walaupun kami hidup di ngarai kaki gunung
Kami mengerti, si pejabat anu ditangkap kapeka karena korupsi
si selebriti itu bercerai karena diselingkuhi isteri
si pedangdut ini bangga pamer auratnya sendiri

Tuan Presiden,

Begitupun, kami tentu mengerti tentang politik
Kami juga mengerti tentang ekonomi
Katanya politik itu ibarat api
Bila tidak hati-hati bisa membakar hangus diri sendiri
Tidak ada kawan atau lawan hari ini
Yang ada hanya hitungan seperti dagang sapi
Katanya ekonomi itu seperti air
Bila tidak waspada bisa menjadi banjir bah
Menggulung dan menenggelamkan siapa saja
yang tak punya pijakan lekat, tak punya pilar penyangga kuat

Tuan Presiden,

Dari televisi kami mengerti politik sedang berkobar membakar
kami paham ekonomi sedang membuncah mengancam jadi bencana
Kami yang hidup di desa hanya bisa melihat diam membisu termangu
Apa yang terjadi dan kami lihat tiap malam di televisi
Cepat atau lambat pasti merangkak merambat menulari
ke setiap sudut pelosok negeri, juga desa di ngarai kaki gunung ini
Panasnya akan terasa menyengat kulit kami
banjir bahnya akan terasa pengap menyumbat nafas kami
Sungguh, kami menjadi ikut ngeri!

Kami ini cuma rakyat jelata, hidup di desa
Yang tahunya hanya mangan wareg nyandang singset omah rapet
siang tidak kepanasan malam tidak kedinginan hujan tidak kebasahan
Kami hidup dengan sederhana
menjaga pikiran perasaan dan tingkah polah
Gemi nastiti ngati-ati
Agar hidup kami selalu utuh menyatu
dengan degup nafas langit dan bumi

Tuan Presiden,

Kalau malam nanti kami matikan televisi
Jangan salahkan kami!


#2

Yang Terhormat Tuan Presiden,

Tuan tidak perlu tahu
apakah kami memilihmu waktu pemilu
Karena itu tidaklah penting
Tuan sekarang adalah Presiden
Milik seluruh rakyat
yang kaya, yang papa, juga yang jelata

Maka dengarlah suara rakyat
karena suara rakyat adalah suara Tuhan
Vox Populi, Vox Dei!

Tuan Presiden,

Kami rakyat sungguh sangat berharap
Jadilah pimimpin yang benar-benar bisa memimpin
Bukan sekedar pintar pidato dan ahli diskusi
Apalagi hanya bersolek dan bergaya di televisi

Tugas Presiden tidaklah ringan
Tuan harus tahu segala urusan
Tuan harus terus pusatkan perhatian
Tuan tidak boleh palingkan pandangan
Tuan tidak boleh hindari persoalan
Tuan tidak boleh mencampur-adukkan
Urusan yang kiri dengan urusan yang kanan
Antara bangsa dan negara dengan keluarga dan teman
Dan itu hanya bisa Tuan lakukan
Bila Tuan berkonsentrasi penuh dengan pekerjaan
Tuan tidak merangkap jabatan

Tuan Presiden,

Menjadi Presiden memang sulit
Banyak masalah yang terus membelit
Susul menyusul tak sempat dikelit
Tuan harus terus berpikir
Tuan harus terus mencari solusi
Tuan tidak boleh berhenti
Tuan tidak boleh merasa lelah
Apalagi menyerah kalah
Dan itu hanya bisa Tuan lakukan
Bila Tuan mengakrabi imaginasi,
dengan sering berkontemplasi

Tuan Presiden,

Sosok Presiden itu adalah idola
Di mata rakyat mesti terlihat sempurna
Tak boleh melekat cacat ataupun cela
Tuan adalah simbol negara
Tuan adalah simbol bangsa
Tuan adalah teladan moral dan etika
Tuan adalah panutan kami semua
Ingat: Tuan adalah Presiden
Tuan tidak pantas dihinakan
Tuan tidak pantas dipermalukan
Tuan tidak pantas dilecehkan
Dan itu hanya bisa Tuan lakukan
Bila Tuan tetap teguh dengan nilai budaya dan agama
Sebagai pegangan berjalan terus maju ke depan

Yang Terhormat Tuan Presiden,

Inilah harapan kami
Harapan rakyat yang hanya bisa bermimpi
Memiliki pemimpin yang cerdas berbudi

Inilah suara kami
Suara rakyat yang katanya mewakili
Suara Tuhan yang Maha Mengetahui
Vox Populi, Vox Dei!

Tlogosari, 31 Agustus 2014, 11:50

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun