Kedua anak saya terkesan dengan kehidupan di Indonesia setiap kali mereka mudik. Aku pingin banget tinggal di Indonesia ma, sama eyang kakung eyang putri, kata mereka. Lah gimana gak betah tinggal di Indonesia, wong makan ya disuapin, mandi ya di mandiin, main di luar ya ditungguin, ada abang-abang jajanan lewat ya dipanggilin hadoohh bikin saya ngelus dada pasrah deh kalau mereka sudah dimanjain habis oleh keluarga di Indonesia. Makanya pada nangis kejer kalau sudah pisah di bandara untuk balik ke Jepang. Mama ajaa yang pulang ke Jepang, aku mau sama eyaaangg....huwaaa..huwaaa...
Sekarang anak-anak sudah besar, sudah mulai mengerti kalau mereka bagaikan hidup di dua dunia. Jadi kalau harus meninggalkan satu dunia lain, ya mereka sudah siap mental dan kembali cepat beradaptasi dengan lingkungan yang akan dihadapinya nanti.Â
Saya pernah tanya sama mereka, apa yang paling berkesan kalau mereka mudik ke Indonesia. Saya pikir jawaban mereka ngawur kemana mana, tapi tak disangka ternyata mereka suka dengan kegiatan memberi uang kepada pengemis yang dateng ke rumah eyangnya. Mendengar jawaban mereka, saya jadi senyam senyum sendiri.Â
Waktu itu ada seorang ibu tua mengucapkan salam, lalu dibalas salamnya oleh ibu saya dan buru-buru masuk ke kamar untuk mengambil uang. Kata anak-anak saya heran, Loh kok eyang ada temannya bukan disuruh  masuk sih ma, malah lari ke kamar? Dan bertambah kagetlah anak-anak ini saat eyang putrinya memberi anak-anak saya uang dan menyuruh untuk memberinya ke si ibu tua itu. Kok di kasih ma? Uangnya buat aku ajaaa..hahaha haduhh.Â
Saya perhatikan mereka dari balik jendela, habis mereka memberi uang kepada ibu itu, kelihatannya si ibu mendoakan anak-anak agar pintar sekolahnya sambil mengucapkan terima kasih.Â
Kedua anak saya bengong di pintu pagar, mungkin mereka mikir, kita ini habis ngapain yah? hahahahaa...
Melihat kejadian yang tidak mungkin didapat di Jepang, kebetulan sekali ini adalah pembelajaran buat kedua bocah yang saat itu masih duduk di Taman kanak-kanak. Saya menjelaskan kalau itu artinya beramal. Memberikan uang seikhlasnya untuk membantu orang yang tidak mampu atau membutuhkan. Gara-gara kejadian itu anak-anak jadi semangat kalau ada pengemis yang datang ke rumah eyangnya, kalau ada yang mengucapkan salam, buru-buru deh mereka teriak, Eyaaangggg...aku mau kasih uang yaaa....eyangnya cuma senyam senyum aja dan ngintip dulu takutnya kalau yang dateng bener-bener tamu waduhh gawat ya :DÂ
Dan ketika anak-anak masuk SD, mulailah mereka lebih mengerti tentang arti kata beramal. Di Jepang biasa disebut dengan 募金 Bokin (Donation). Memberikan donasi di Jepang tidak bisa ke sembarang orang, biasanya ada organisasi yang mengorganisir. Ada dua cara pemberian donasi yang dilakukan oleh sekolah-sekolah Jepang, salah satunya SD dimana dua bocah saya bersekolah.Â
Donasi Bulu Merah, Akai Hane Bokin
Adalah penggalangan dana yang dikoordinasi oleh Akaihane Kyodo Bokin, Non governmental organization. Bantuan diberikan kepada daerah-daerah yang terkena musibah seperti, banjir, gempa bumi, dan lain-lain. Akai Hane, Bulu Merah atau Red Feather ini dibagikan kepada semua murid-murid SD Jepang untuk di bawa pulang, lalu keesokan harinya setiap murid dengan sukarela membawa uang donasi yang beraneka ragam, ada yang 10 yen sampai 500 yen. Semua dilakukan secara sukarela tanpa paksaan, karena itu batasan pemberian dana donasi pun tidak ditetapkan.Â
Donasi Untuk Syria
Donasi Bulu Merah sepertinya dilakukan setiap setahun sekali. Tapi tahun ini saya terkejut ketika anak-anak ini membawa kertas yang bisa dilipat menjadi amplop yang ternyata itu adalah amplop untuk beramal. Sambil menyerahkan amplop yang bergambar anak-anak di syria sedang belajar itu, mereka berkata kalau mereka kasihan dengan anak-anak yang jadi korban perang. Kasihan deh ma, masak mereka ada yang gak tahu loh kalau damai itu seperti apa?...
Donasi kali ini adalah donasi untuk anak-anak di Syria, penggalangan dana dilakukan oleh UNICEF. Mungkin anak-anak SD ini bingung, UNICEF apaan sih? Dan di kertas itu lengkap di jelaskan kalau UNICEF adalah organisasi di bawah naungan PBB yang bekerja untuk di seluruh dunia untuk menanggulangi kemiskinan, dan melindungi keberlangsungan hidup anak-anak di negara-negara yang tertimpa musibah dan kesusahan.Â
Uniknya, dalam kertas kecil yang bisa dilipat menjadi amplop itu ada kisah haru yang diceritakan dimana anak-anak di Syria yang selalu dalam keadaan gelisah karena rumah dan sekolah mereka yang sewaktu waktu bisa terkena bom. Kehilangan keluarga dan teman, kehilangan tempat tinggal, kehilangan tempat belajar. Seorang anak yang begitu mendambakan kedamaian, karena ia ingin hidup tenang dengan keluarga dan teman-temannya, ia ingin bisa belajar lagi karena kelas yang biasa ia tempati untuk menuntut ilmu sudah  hancur lebur. Dan kini anak-anak Syria ini hanya bisa belajar dalam lobang yang digali dalam tanah karena hanya tempat yang seperti inilah yang paling aman untuk keselamatan mereka. Anak kecil ini sampai mempunyai cita-cita kalau mereka sudah besar ingin menciptakan kota yang aman dan damai, hal yang belum pernah ia rasakan seumur hidupnya.Â
Pemberian dana donasi sama seperti dengan donasi Akai Hane, yaitu tidak ada batasan dan bersifat sukarela. Uang akan dimasukkan kedalam kertas yang bisa disulap menjadi amplop lalu diserahkan ke wali kelas, atau bisa juga langsung di bawa ke kantor pos.Â
Dalam kertas donasi untuk syria ini dijelaskan, apabila kita memberikan donasi sebesar 100 yen itu ternyata sangatlah bernilai untuk Syria. Kenapa?Â
1) karena 100 yen itu bisa untuk membeli 234 butir tablet untuk membersihkan air menjadi jernih dan bersih, dimana satu tablet bisa membersihkan sebanyak 4-5 liter air hingga menjadi bersih.Â
2) Karena 100 yen bisa untuk membeli 14 bungkus obat untuk buang-buang air.Â
3) karena 100 yen bisa untuk membeli 6 vaksin polio
Begitu banyak manfaatnya hanya dari 100 yen yang kita berikan untuk keberlangsungan hidup anak-anak di Syria ini. 100 yen yang mungkin nilainya bagi kita tidak seberapa tapi bagi anak-anak Syria itu mungkin sesuatu yang bisa menyelamatkan nyawa mereka.Â
Di Jepang tidak sama dengan di Indonesia, dimana kita bisa menyumbangkan uang kepada pengemis, peminta-minta, orang-orang cacat yang duduk dipinggir jalan, pengamen cilik, nenek-nenek tua atau anak-anak kecil yang berjualan. Kepada mereka kita bisa menyisihkan sebagian rejeki kita untuk membantu mereka, memberikan secara ikhlas dan sukarela, membeli makanannya tanpa mengharap kembalian, menaruh uang ke kaleng kepada pengamen cilik yang kadang suara, nada dan lagunya pada mabur ndak jelas kemana hahaha, semuanya bisa kita temui dengan mudah di Indonesia.Â
Tapi di Jepang, sangatlah sulit atau bisa dikatakan tidak adanya para pengemis yang meminta minta uang berkeliaran di jalan. Karena itu ketika ada kesempatan untuk beramal di Jepang, apalagi yang diadakan di sekolah, sudah sepatutnya kita mendukung program ini. Anak-anak kecil ini bisa belajar memahami kalau di luar sana masih banyak anak-anak yang butuh uluran tangan kita dan butuh pertolongan. Mereka juga bisa belajar kalau dibelahan dunia sana masih ada anak-anak yang tertindas, masih ada anak-anak yang tidak tahu kata damai, apa itu damai? damai seperti apa? yang mereka ngerti hanyalah mereka harus segera berlari untuk menyelamatkan hidup. Semoga kita yang hidup di Indonesia dan di jepang, dua negara yang terbilang damai, aman dan tentram ini bisa terus menciptakan kedamaian, atau bahkan bersama-sama untuk menolong negara-negara yang sedang tertimpa masalah dan musibah agar segera bisa mendapatkan kedamaian yang mereka sudah idam-idamkan sejak lama.
Damai selalu Indonesia, Tanah tumpah darahku.Â
Salam Hangat, wk.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H