Saya bisa lihat suasana ini waktu melamar jadi pelayan di kedai kopi. Saya lihat pengumumannya di jendela cafenya kalau mereka membutuhkan pelayan dengan gaji 900 yen/jam. Atau lowongan kerja suatu perusahaan yang saya lihat di majalah-majalah job seeker yang bisa kita ambil gratis di stasiun kereta, banyak yang mencantumkan gaji di pengumumannya itu. Saking gak percayanya pernah saya konfirmasi ke suami, ternyata memang begitu style lowongan kerja di sini. Angka sekitar 250 ribu yen per bulan untuk pegawai kantoran di Jepang dengan level fresh graduate katanya memang standarnya, dan keadaan itu katanya tidak berubah sudah hampir lebih 20 tahun ini.Â
Hidup di negara maju memang harus bisa kompromi dengan kecanggihannya. Yang terkadang suka bikin hati kita nelongso.Â
Kok nelongso?Â
Kadang saya masih suka kangen belanja ke pasar tradisional, nawar harga, ngobrol sama penjualnya, bercanda, ngerayu minta korting atau minta tambahin tomat atau timun. Nenteng kresek dekil, becek-becekan di tukang ikan dan daging, atau berjejal saat menjelang hari raya. Rasanya kok lebih "hidup" gitu loh.Â
Namun sayangnya kehidupan di sini yang semuanya harus serba  cepat dan tepat (tidak kira-kira) membuat segala macam mesin canggih ini bermunculan. Pada dasarnya memang ini semua membantu kemudahan hidup masyarakat Jepang dalam melakukan aktifitas kehidupannya sehari-hari.  Tapi..
Banyak restoran di Jepang dengan sistem membeli tiket/bayar pada mesin, biasanya ada di restoran ramen dan fast food seperti beefbowl, lalu tiket itu kita tinggal kasih ke petugas restorannya tanpa perlu kita bilang menu apa yang kita inginkan (karena semua sudah tertulis di tiket itu). Memang ringkes ya, penjual bisa konsen hanya memasak saja tidak perlu repot buang energi tanya mo pesen apa atau sibuk ngurusin pembayaran/kembalian dari pengunjung. Tapi..
Sangat bisa saya merasakan gimana semakin banyak orang-orang jepang yang menarik diri dari lingkungan, khususnya untuk di daerah perkotaan. Bergaya hidup individualistis, sendiri-sendiri. Kok makin banyak sih yang begitu ya? Salah satunya adalah karena negaranya yang semakin convenient. Apa saja bisa di dapat dan ada dengan mudah di temukan. Tanpa perlu minta tolong atau interaksi dengan orang atau lingkungan sekitar, orang jepang akan bisa mendapatkan apa yang dia mau. Tapi...
Hidup tanpa pembantu atau maid tidak membuat orang Jepang loyo dan malas hidup. Bahkan mereka gak tahu sama sekali budaya hidup dengan banyak asisten rumah tangga yang siap sedia membantu dan meringankan tugas rumah tangga mereka. Orang Jepang tidak pernah setrika baju, mereka mengandalkan dry cleaning dan laundry. Cuci baju saat musim hujan gak kering-kering atau gak kuat cuci karpet dan bed cover mereka bisa langsung pergi ke coin laundry.Â
Mengharapkan tukang sate dan nasi goreng lewat depan rumah saat perut lapar keroncongan tengah malam? Tentulah hanya di dalam mimpi  :D Kalau laper tapi malas masak, mereka akan segera memakai sepatu dan bergegas menuju ke convenient store 24 jam terdekat yang menjual segala macam makanan, barang-barang, dan apa saja. Bayar listrik, air, pajak, transfer uang, beli tiket, cetak foto, fotokopi dokumen, semuanya bisa juga dilakukan di sana dan tersedia mesin-mesin yang bisa kita gunakan untuk semua kegiatan itu.
Setiap hari kehidupan di Jepang secara tak sadar selalu dihadapkan dengan mesin otomatis, anak-anak kecil sudah semakin luwes memainkan jarinya saat harus bersentuhan dengan mesin-mesin yang bergaya touch screen. Tanpa perlu bicara panjang lebar, kita bisa mendapatkan apa yang kita mau dan inginkan dalam hitungan detik.Â