Mohon tunggu...
Weedy Koshino
Weedy Koshino Mohon Tunggu... Lainnya - Weedy Koshino

Konnichiwa! Ibu 2 anak yang hidup di Jepang. Ingin membagi pengalaman selama hidup di Jepang. Penulis Buku Unbelievable Japan 1,2,3 dan Amazing Japan. Yoroshiku Onegaishimasu.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

"Study Tour" Basa-basi ala Pejabat Indonesia

14 Mei 2016   22:19 Diperbarui: 15 Mei 2016   11:49 3911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya pernah mendapat tawaran dari seorang sahabat untuk menjadi pemandu study tour pegawai pemerintahan dari Indonesia. Tapi karena saya belum pernah dan tidak PD dengan kemampuan menjadi seorang guide karena berbagai alasan, saya pun meminta maaf karena belum bisa membantunya. 

Alasan utama sebenarnya karena saya bukanlah tipe penyabar. 

Suami saya heran kenapa saya tak mengambil kesempatan itu, kan bisa jadi pengalaman yang berharga nantinya. Saya cuma cengar-cengir karena malu juga untuk buka kartu nyeritain gimana kelakuan sebagian pejabat Indonesia yang nyeleneh kalau sedang business trip ke luar negeri. Entarr Pa saya ceritain ya... hihi

Dan sudah bisa diduga, apa yang saya takutkan bener-bener terjadi, OMG! Saya pikir Jokowi yang selalu mengumandangkan Revolusi Mental untuk semua lapisan masyarakat agar bisa berubah menuju kehidupan yang lebih baik itu telah merevolusi mental para pejabat kita juga saat dinas ke luar negeri, ternyata... ya gitu dehhh! Gemeees!

Prosedur Tidak Jelas

Saya heran sama pegawai-pegawai pemerintahan yang pergi ke luar negeri (yang katanya) untuk studi banding. Itu bener-bener gak sih mereka melakukan studi banding? Ada gak sih program mereka harus ke mana dan melakukan apa, dan sudah konfirmasi dengan pihak yang akan dikunjungi, perangkat alat dan segala sesuatu sudah disiapkan dengan cermat dan tepat tanpa merepotkan pihak lain? 

Apakah para pejabat ini mempersiapkan catatan, note, atau bahkan pertanyaan yang akan diajukan? Sudah membekali diri mereka dengan informasi tentang apa yang nanti mereka akan bandingkan di negara tujuan? Apakah para bapak-bapak kita juga sudah mempelajari masalah di negara kita sehingga nantinya saat diskusi bukan saja mereka hanya ngangguk-ngangguk ngantuk atau hanya sekedar berkomentar ohh ginii... ohh gituu....

Ya, persiapan materi yang harusnya dipikirkan dengan matang karena mereka ke luar negeri adalah untuk mengamati dan mencermati, belajar serta membandingkan apa yang dilihat dan dirasakan, informasi apa yang didapat untuk kemudian dibahas nanti sekembalinya ke Tanah Air.

Namun, sayangnya, saya masih mendengar kalau mereka kebanyakan tidak siap untuk study tour tapi sibuk dengan jalan-jalan tour-nya saja. Buang-buang uang rakyat!

Gaya Orang Besar!

Pegawai pemerintahan di Indonesia yang ke luar negeri itu kayak raja.

Kadang saya suka menghela napas kalau mendengar selentingan banyak pegawai pemerintahan yang melakukan dinas ke luar negeri itu kelakuannya seperti orang besar! Minta fasilitas nomor satu. Semuanya pengen serbamewah dan terlihat mereka orang penting. Greget deh. Study tour apa gorjes tour sih? 

Pengen semuanya serbamudah dan cepat, tapi lucunya kadang mereka perhitungan dan berusaha mati-matian untuk mangkas uang hotel dan segala macem agar bisa buat bekal nanti dibawa pulang. Jangan heran, kalau pejabat model begini, saya yakin banget gak mungkin mikirin manfaat apa yang akan dibawa pulang untuk ngebangun negeri, wong masih mikir memperkaya diri dulu, baru mikirin rakyat. eh jangan-jangan malah gak kepikiran sama rakyat, yang penting bisa ke luar negeri, jalan-jalan sampai periode jabatan habis, rakyat mau sejahtera atau tetep melarat, emang gue pikirin, entar aja itu urusan pejabat periode yang akan datang. Iihh gemess.

Study Tour ala Basa-basi

Memang tidak semua pejabat yang nyeleneh saat melakukan study banding ke luar negeri. Mungkin ada juga yang dengan cermat dan begitu tekun serta konsentrasi melakukan tugasnya sesuai prosedur yang tertulis. Tapi ada juga loh yang pake prinsip study tour ala basa-basi. 

Study tour ala basa-basi ini memang gak capek. Bisa cepet selesai, gak usah turun langsung ke jalan, cuma baca booklet, tanya petugasnya, selesai. Pernah denger gak study tour ala basa-basi model begini? Mirisnya, saya pernah dengar. Lucu dan dagelan sekali. Misalnya saja, pegawai pemerintahan yang tugasnya melakukan study banding ke hutan di Jepang, harusnya turun ke jalan dan masuk hutan, melihat dan memegang pohon-pohon yang tumbuh di sini, mengunjungi para petugas yang sedang bekerja dan bertanya langsung, membandingkan dengan yang ada di Indonesia, mencatat dan aktif melakukan tanya-jawab berkaitan dengan masalah hutan yang sedang diobervasinya. 

Tapi nyatanya? 

Ngapain masuk hutan, kotor, capek, repot, ribet, saya kan bukan ahlinya, akhirnya hanya observasi dari dalam bus saja, melihat hutan dari jalan raya, yang kelihatan cuma rumput dan semak, terus berkomentar ohh gini yaa ohh gitu yaa... tanpa data hasil observasi langsung karena nanti bisa diketik belakangan oleh bawahannya/juru ketik dengan memakai data buku pedoman yang didapat. 

Atau misalnya nih study banding ke rumah sakit, tapi observasinya hanya duduk duduk di lobi RS. Melihat sekelilingnya sambil minum kopi, tanpa melihat ruangan demi ruangannya bagaimana, boro-boro mau bertanya alat-alat canggih dan mutakhir apa saja yang digunakan di RS sini, lah tau ada mesin apa aja di sini juga gak kepikiran kali. Cuma berkomentar sambil melihat meja resepsionis dan para perawat dan pasien yang hilir-mudik, "Waahhh Jepang hebat yaa, rumah sakitnya bersiihh...." Lah, Pak, itu komentarnya gak berbobot amat yak. Ngeluss dada!

Padahal ya mereka ke sini dengan memakai uang rakyat. Rakyat di Tanah Air mengharapkan dengan sangat bapak-bapak yang terhormat untuk melakukan study di negara yang layak untuk dijadikan contoh agar bisa mendapat ide dan inspirasi untuk diterapkan di Indonesia, bisa membangun negara kita, bisa buat rakyatnya sejahtera, mengurangi jumlah kemiskinan, meningkatkan kemakmuran, taraf hidup rakyat jadi layak, fasilitas umum semakin baik, nasib petani kita nggak diinjek-injek, hasil laut kita bisa dimanfaatkan lebih maksimal, hasil hutan tidak digeber terus-menerus, dan sebagainya. 

Namun nyata? Mungkin temen-temen sudah tahu jawabannya.

Kapan ya pejabat-pejabat model begini habis terkikis. Digantikan oleh penerus yang mempunyai mental malu. Malu untuk menghabiskan uang rakyat dengan kegiatan percuma. Malu untuk plesiran ke daerah Ginza atau Roppongi padahal seharusnya mereka ke Niigata untuk melihat hasil beras di sana yang selalu menjadi nomor satu dan tak pernah tergantikan hingga kini. Kapan ya? 

Indonesia dan Jepang sama-sama negara Asia, tapi kenapa kita tertinggal jauh dengan Jepang? Begitu lama Jepang mengungkung dirinya mengisolasi dari kehidupan luar, tapi kenapa Jepang begitu hebat dari kita. Budaya bersih, disiplin, teratur kok bisa sampai kita terseok-seok untuk bisa berjalan sejajar dengan negeri ini? Padahal, negara kita kaya, tongkat kayu bisa jadi tanaman loh saking suburnya, hasil pertanian melimpah, kita punya minyak dan rempah-rempah, penduduk yang banyak, matahari yang bersinar kuat, pulau  yang berjajar, budaya yang beragam dan sebagainya, tapi kenapa kita masih melongo dan ternganga dengan kehebatan dan kecanggihan teknologi di sini. 

Semuanya kembali lagi kepada pemimpin rakyatnya, mereka yang membawa kehidupan kita apakah bisa menuju ke kehidupan yang lebih baik dengan cepat atau hanya terus disuruh untuk berjalan tertatih-tatih. Indonesia harus bisa dong cepat maju, jangan terus tergantung kepada negara lain, harus punya wibawa dan karisma. Tau nggak sih saya begitu bangga ketika media Jepang memberitakan kehebatan Ibu susi yang menenggelamkan kapal-kapal China yang masuk wilayah perairan kita tanpa ijin, duh panas dada saya penuh bangga, karena Jepang masih belum mampu untuk melakukan itu. 

Terus berjuang Indonesiaku, harapan ini bukan hanya diharapkan oleh rakyatmu yang ada di sana saja, tapi juga segelintir WNI yang terus memantau negeri kelahirannya tanpa terkecuali.

salam hangat, wk

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun