Mohon tunggu...
Weedy Koshino
Weedy Koshino Mohon Tunggu... Lainnya - Weedy Koshino

Konnichiwa! Ibu 2 anak yang hidup di Jepang. Ingin membagi pengalaman selama hidup di Jepang. Penulis Buku Unbelievable Japan 1,2,3 dan Amazing Japan. Yoroshiku Onegaishimasu.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Bersahabat dengan Gempa Bumi di Jepang

13 Mei 2016   12:22 Diperbarui: 2 Oktober 2018   21:27 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan kaki dari sekolah menuju rumah bersama sama

Satu bulan yang lalu Jepang kembali dirundung duka.

Wilayah Jepang Selatan, Kota Kumamoto diguncang gempa berskala 7,3 SR yang terjadi pada dini hari. Hingga saat ini pun baik melalui media elektronik dan cetak, terus diinfokan kalau di sana masih banyak gempa susulan yang terjadi dan masih mencari warga-warga yang hilang atau meninggal akibat bencana itu. 

Chiba cukup jauh dari Kota Kumamoto, walau begitu terasa sekali duka mereka yang tertimpa bencana disana. Melihat melalui berita, bagaimana warga Kota Kumamoto yang harus mengungsi dan mengantri makanan karena rumah mereka telah hancur lebur, tak layak lagi untuk dihuni. 

Sama dengan Indonesia, Jepang pun salah satu negara yang rawan akan gempa bumi. Perbedaannya adalah hanya bagaimana kesiapan negara ini menghadapi setiap bencana yang akan datang. 

Kesiapan negara ini dalam menanggulangi setiap bencana yang datang memang membuat saya begitu kagum dan merasa Indonesia pun perlu sekali untuk mencontohnya. Masyarakat yang tidak panik saat bencana terjadi serta gerak cepat pemerintah Jepang dalam memberi bantuan kepada warganya itu menjadikan negara ini terlihat sangat bersahabat dengan bencana yang akan datang.

Hmm..bersahabat dengan bencana? Kok, terdengar serem ya.

HIKI WATASHI KUNREN 引き渡し訓練
Minggu lalu saya menghadiri acara sekolah yang bernama HIKI WATASHI KUNREN. Hiki watashi Kunren adalah kegiatan serah terima anak murid, dari sekolah (wali kelas) kepada orang tua murid saat terjadi bencana. Kegiatan ini hanya bersifat latihan saja, ada hal-hal yang membuat saya terperangah dengan metode hiki watashi kunren yang diterapkan di sekolah Jepang, misalnya saja:

  1. Berkumpul di lapangan sekolah
    Semua anak murid terlihat berkumpul rapi duduk di lapangan sekolah. Kami orang tua sebelumnya diinformasikan kalau tempat berkumpul anak-anak saat terjadi gempa yang paling aman adalah, lapangan sekolah yang luas yang jauh dari bangunan tinggi di sekitarnya. Di lapangan sekolah itulah nanti diadakan serah terima anak murid kepada orang tua.
  1. Berjalan kaki
    Saat serah terima anak, tidak boleh naik bis, mobil, motor bahkan sepeda! Kami orang tua wajib berjalan kaki dari rumah ke sekolah, karena kemungkinan saat terjadinya bencana alat transportasi apapun tidak mungkin untuk digunakan. Selain itu juga, agar kita bisa menghitung sendiri kira-kira berapa lama waktu perjalanan yang diperlukan saat menjemput anak dari rumah ke sekolah.

Dijemput orang tua dengan berjalan kaki
Dijemput orang tua dengan berjalan kaki
Jalan kaki dari sekolah menuju rumah bersama sama
Jalan kaki dari sekolah menuju rumah bersama sama
  1. Membawa pengenal diri
    Awal masuk sekolah, kami orang tua akan dikasih Hiki Watashi Card yang harus kami tulis dengan informasi nama anak, tanggal lahir, golongan darah, alamat dan telepon, nama orang tua, nama-nama anggota keluarga, serta nama orang yang akan kita titipi saat kita keluarga tidak bisa datang (saya biasa menyebutkan nama temen deket saya satu apartemen dan no telpnya). Satu untuk dipegang sekolah dan satu lagi kita pegang untuk disimpan di rumah.

    Saat penyerahan anak ke orang tua, guru akan mengecek pengenal kita (orangtua) dari pengenal diri yang dikalungkan di leher serta data dari hiki watashi card ini, tak lupa kita juga harus menyebutkan nama anak dan hubungan keluarga kepada wali kelasnya. Semua ini dimaksudkan agar anak diserahkan kepada orang yang benar, karena saat bencana pastilah suasana akan kacau dan kemungkinan besar kesalahan akan terjadi saat keadaan panik. 

  1. Antri dengan teratur
    Kami orang tua wajib berbaris memanjang secara teratur, menyiapkan pengenal diri, dan saat penyerahan sang wali kelas pun akan mencatat waktu kedatangan penjemputan anak di sekolah. Sehingga guru akan bisa mengecek data waktu penjemputan dan mengira-ngira lamanya waktu yang ditempuh oleh para orang tua murid dalam menjemput anaknya di sekolah saat bencana terjadi.Bukan itu saja loh kegiatan sekolah yang berkaitan dalam mempersiapkan datangnya bencana. Yang tak kalah pentingnya adalah, bagaimana anak-anak di sekolah ini tidak panik berhamburan kocar-kacir saat terjadi bencana, baik itu kebakaran, gempa bumi dan angin taifun.

    Boleh ya saya cerita lagi tentang kekaguman saya melihat anak-anak Jepang yang bisa begitu tenang bahkan terlihat bersahabat dengan bencana. 

HINAN KUNREN 避難訓練
Saya sampai kaget saat melihat di skejul kegiatan tahunan kalau di sekolah sini, Hinan Kunren (Evacuation Drill) atau latihan pengelamatan diri saat bencana itu dilakukan beberapa kali dalam setahun! Karena itu kali ya, anak-anak SD di sini terlihat tenang menghadapi bencana, khususnya gempa bumi yang kerap kali datang baik dalam skala besar ataupun kecil. 

Kesiapan anak-anak kecil disini dalam menyambut bencana yang datang bisa terlihat dari hal-hal berikut ini, dan lagi-lagi saya kehabisan kata-kata mengungkapkan rasa takjub saya. 

a) Bousai Zukin
Ada yang unik saat anak-anak saya masuk sekolah, bukan saja harus menyiapkan alat-alat sekolah loh, tapi lucunya kami diminta untuk menyiapkan BOUSAI ZUKIN, yaitu pelindung kepala saat terjadi bencana.

Bousai zukin ini akan ditaruh atau dijepitkan di senderan kursi atau sebagai bantalan/cushion, jadi kalau mendadak ada pemberitahuan bencana,mereka bisa langsung memakai bousai zukin-nya dengan segera. 

Anak-anak sekolah Wajib membawa Bousai Zukin
Anak-anak sekolah Wajib membawa Bousai Zukin
b) 4 Prinsip O-HA-SHI-MO おはしも
Dulu waktu anak-anak masih TK, saya pernah melihat latihan evakuasi penyelamatan diri secara tidak sengaja. Melihat langsung anak-anak TK ketika latihan menyelamatkan diri saat bencana. Saat mendengar pemberitahuan adanya goncangan gempa, di mana anak-anak kecil ini segera memakai bousai zukin, dan membentuk grup-grup kecil, lalu berbaris menuju lapangan sekolah dengan para guru pembimbingnya. 

Lucu sekali melihat anak-anak umur 3, 4 dan 5 tahun dengan muka cemas dan bingung, kemudian dengan dituntun ibu guru yang dengan sabar mengajari mereka cara memakai topi pelindung bencana ini, lalu berpegangan tangan menuju lapangan. 

Dan setelah masuk SD, saya cuma bisa mendengar cerita dari anak-anakkalau saat hinan kunren itu mereka diajarkan untuk segera berlindung ke bawah meja dan menuju ke tempat terbuka, serta tak lupa melakukan 4 prinsip yang wajib dilakukan agar proses evakuasi tidak berjalan dengan kacau.

  1. OSANAI 押さない。
    Jangan dorong-dorongan!!
    Saat terjadinya bencana, tentulah orang-orang bisa menjadi sangat kacau dan panik, sehingga membuat orang akan saling dorong-dorongan agar bisa segera cepat keluar menuju tempat yang paling aman. Tapi justru saling dorong-dorongan ini lah malah makin menghambat arus yang bergerak menuju ke tempat evakuasi bahkan bisa juga mencelakakan orang lain. 
  2. HASHIRANAI 走らない。
    Jangan lari!!
    Keadaan panik bisa membuat orang tidak tenang dan ingin segera ke tempat evakuasi dengan cara berlari kencang. Sama seperti dengan nomor satu, sebaliknya ini bisa sangat membahayakan diri dan orang lain, dan bisa menghambat proses evakuasi. 
  3. SHABERANAI 喋らない。
    Jangan Ngobrol!
    Disarankan untuk bergegas dan konsentrasi untuk segera menuju tempat evakuasi. Jangan melakukan tindakan yang tak berguna di saat genting. Mengobrol dan berbicara dengan teman atau orang lain akan membuat terhambatnya proses evakuasi dengan cepat. 
  4. MODORANAI 戻らない。
    JanganKembali!
    Apabila teringat ada teman yang masih tertinggal atau tahu ada seseorang yang terkurung dalam tempat kejadian, jangan melakukan tindakan ceroboh dengan kembali ke tempat itu, karena justru bisa membahayakan diri kita sendiri. Tapi segera beritahu tenaga ahli/profesional agar bisa cepat melakukan tindakan darurat karena mereka lebih tahu dan biasa menanganinya, misalnya saja saat kejadian bencana kebakaran. 

Mengalami bencana gempa bumi yang pernah saya alami di sini dan melihat bagaimana masyarakat Jepang begitu tenang dan tertib menghadapinya, saya yakin yang mempunyai andil paling besar kenapa Jepang terlihat begitu akrab dengan musibah yang menderanya, tentu saja semuanya karena tindakan aktif Pemerintah Jepangnya itu sendiri. 

Membuat program-program dan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan penanggulangan gempa, disosialisasikan kemudian diterapkan dengan baik sesuai dengan aturan. Berhasil membuat masyarakat bisa menyikapi kecemasan dan ketakutannya bukan dengan memberikan fasilitasnya saja tapi juga bekal ilmu pengetahuan yang selalu dikoar-koarkan kepada seluruh lapisan masyarakatnya dari level pendidikan yang paling bawah sekalipun.

SalamHangat, WK!

Sumber image:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun