Mohon tunggu...
Weedy Koshino
Weedy Koshino Mohon Tunggu... Lainnya - Weedy Koshino

Konnichiwa! Ibu 2 anak yang hidup di Jepang. Ingin membagi pengalaman selama hidup di Jepang. Penulis Buku Unbelievable Japan 1,2,3 dan Amazing Japan. Yoroshiku Onegaishimasu.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Belajar Moral dari Anak-anak Jepang

21 September 2015   21:58 Diperbarui: 22 September 2015   21:04 3665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Murid dan guru sedang membersihkan kelas | Foto: Dokumentasi Pribadi"][/caption]Hidup di tengah masyarakat Jepang secara tidak langsung kita bisa melihat sikap, sifat dan tingkah laku orang-orang Jepang pada umumnya. Mental orang Jepang serta moral mereka dalam menyikapi kehidupannya sehari hari.

Bicara tentang mental, tentu kita sudah sering dengar kalau kebanyakan orang Jepang itu mempunyai mental Ganbaru atau istilahnya bisa dikatakan dengan berusaha hingga titik darah penghabisan. Ya, Masyarakat jepang adalah orang-orang suka bekerja dan berusaha dengan sekuat tenaga, mereka selalu mengerjakannya dengan detail dan serius, walaupun pekerjaan itu kalau di tanah air kita adalah suatu pekerjaan rendahan yang kadang juga dianggap sebelah mata. Misalnya saja, pelayan restoran, tukang jahit dan tukang sol sepatu (saya pernah tulis tentang ini, link ada di akhir tulisan).

Mental yang kuat dan teguh tentulah perlu dibarengi dengan moral yang baik, karena sangatlah percuma apabila seseorang yang bekerja dengan giat namun tidak mempunyai sifat toleransi terhadap sesama teman kerjanya, tentu pekerjaannya tidak akan berjalan dengan baik dan lancar.

Moral orang Jepang bisa saya lihat dengan teramat jelas dalam kehidupan sehari hari disini. Mungkin teman-teman pernah dengar tentang kisah dimana menceritakan tentang moral orang jepang dalam hal kebersihan?? atau cerita tentang moral orang jepang dalam hal menepati waktu?? serta Moral orang jepang dalam hal bertoleransi dan menjaga perasaan orang lain??

Moral itu sendiri mempunyai arti adalah tindakan yang berisi nilai positif. Moral bisa baik karena berbagai faktor seperti ajaran orang tua, lingkungan atau masyarakat serta sekolah. Moral tidak bisa langsung tercipta dengan sendirinya, karena harus melalui suatu proses pembelajaran. Nah, melihat mental dan moral orang-orang disini mau gak mau saya pun juga jadi melihat gimana cara didik orang tua Jepang terhadap anak-anaknya. Dan berikut ini adalah kisah-kisah yang sangat menginspirasi bagi saya untuk turut juga menerapkannya dalam mendidik anak-anak dirumah.

1. Moral dalam Menjaga Kebersihan

Setiap teman saya yang berlibur ke Jepang, hampir semuanya mengatakan begitu kagum dengan kebersihannya. Tidak ada sampah makanan, puntung rokok, tisue, kertas yang tercecer dimana mana. Dan yang lebih kaget lagi Jepang sulit untuk menemukan tempat sampah! Haa..aneh bukan, jarang tempat sampah harusnya banyak dong onggokan sampah dimana-mana, lah ini kok bisa gak ada?? Sapa yang bersihin?? Ya, saya tegaskan sekali lagi di jepang jarang tempat sampah. Kalaupun ada tempat sampah di pinggir jalan, coba lihat kadang ada gembok yang terkunci karena tempat sampah itu bukan untuk umum.

Orang jepang paling repot dan ribet kalau sudah berkaitan dengan hal sampah-menyampah. Untuk kehidupan rumah tangganya sendiri, saya rasakan gimana riweuhnya harus memilah milah sampah yang akan dibuang setiap hari untuk kemudian di daur ulang oleh pemerintah nantinya.

Terus kemana orang Jepang membuang sampahnya? Percaya atau tidak, mereka mengantonginya, coba deh intip kantong celana, baju serta dalam tas mereka, sangat tidak aneh kalau kita nanti akan melihat ada sampah plastik permen atau tiseu bekas lap keringet mereka. Sampah itu akan diajak jalan-jalan oleh mereka dan akan dibuang saat mereka sampai di rumah. Iih kok bisa begitu mannernya ya? Ya, tentu saja bisa karena ini sudah menjadi kebiasaan sejak kecil, melihat orang tuanya, teman dan lingkungannya, ajaran sekolah, membuat orang-orang ini akhirnya mempunyai sikap dan moral untuk selalu menjaga kebersihan lingkungannya dimana saja dan kapan saja. Kebiasaan ini bukanlah hal yang luar biasa lagi bagi masyarakat Jepang karena sudah menjadi budaya yang melekat erat dalam kehidupan keseharian mereka.

Contoh yang paling sering terlihat adalah anak-anak Jepang yang selalu membawa kantong plastik kecil dalam tasnya saat bermain, dimana plastik itu akan penuh berisi sampah yang akan dibuangnya nanti kalau mereka sudah pulang ke rumah, dan si sulung dan si bungsu pun paling suka kasih "oleh-oleh" special buat mamanya saat mereka pulang bermain wkwkwkwk.

2. Moral dalam Menepati Waktu

Setiap setahun sekali, ada kegiatan sekolah yang bernama Kateihoumon, yaitu kunjungan wali kelas ke rumah masing-masing muridnya. Acara ini biasanya sudah ada skejul waktunya, jam berapa guru akan datang ke rumah kita. Biasanya lamanya kunjungan adalah sekitar 15 menit. Karena itu banyak juga guru yang hanya ingin berbicara tentang anak muridnya itu di depan pintu masuk rumah agar waktunya bisa tepat selesai dan bergegas mengunjungi ke rumah murid lainnya. Bagaimana bapak dan ibu guru sekolah yang benar tepat waktu patut saya acungi jempol, karena benar tepat sekali waktunya itu dengan yang tertulis di skejul sekolah. Pernah saya dengar dari dalam rumah, sepertinya guru anak saya sudah sampai di depan rumah saya, tapi karena datangnya terlalu cepat mereka sabar berdiri di depan pintu beberapa menit sampai dengan waktu yang telah diskejulkan.

Lalu kisah yang lain adalah saat teman si sulung yang akan datang untuk main di rumah. Temannya itu rumahnya agak jauh dari rumah kami, biasanya dia naik sepeda. Kata anak saya, temennya akan datang jam 4 sore, dan benar saja bell rumah kami berbunyi tepat jam 4 teng! Iseng saya tanya sama temen anak saya, kok bisa ngepasin waktu dari rumahnya ke rumah saya, kan lumayan jauh rumahnya?? Dan jawaban si anak kecil ini cukup mencengangkan, "Sebenernya saya sudah sampai beberapa menit yang lalu dan tunggu sebentar di lobby, dan baru berani ngebell pintunya jam 4 kan janjinya jam 4." jawabnya sambil cengar cengir. Yaa..ampun sampe segitunyaa, kasihan banget kamu, lain kali bell saja, gak papa kok dateng kecepetan kok, jawab saya.

Melihat ini tentu saja saya bisa mengira ngira tentulah ini karena didikan orang tuanya yang cukup baik dalam mengajarkan anaknya untuk menepati janji dengan temannya. Tidak membiarkan anaknya untuk telat, karena harus bisa merencanakan waktu dengan tepat, lebih baik datang cepat daripada telat.

Ya, inipun salah satu kebiasaan anak-anak Jepang yang perlu kita contoh dalam hal menghargai waktu dantak heran kebiasan itu akhirnya menjadi budaya tersendiri bagaimana orang jepang begitu menghargai menepati waktu walau sedeik sekalipun!

3. Moral dalam Bertoleransi dan Menjaga Perasaan

Toleransi cukup tinggi dalam kehidupan masyarakat Jepang bisa dikatakan sudah dijalankan dengan sangat baik sekali. Untuk urusan agama, saya bisa rasakan hidup saya tenang sebagai orang muslim, kaum minoritas, yang hidup di tengah masyarakat jepang yang beragama Budha dan Shinto. Tidak pernah saya dicibir dan diketusi serta dihina dina apalagi diasingkan dalam kehidupan sosial karena agama yang kami anut berbeda dengan masyarakat setempat. Mungkin karena orang jepang sangat bemain dengan perasaan dalam setiap tingkah lakunya. Maksudnya adalah orang jepang itu sangat hati-hati dalam berbicara dan bertindak karena mereka sangat teramat memikirkan perasaan orang lain, takut merasa tersinggung atau tersakiti si lawan bicaranya. Coba deh dengar bahasa mereka saat baru ketemu orang baru, bahasa yang dipakai itu biasanya menggunakan kata-kata yang sangat halus dan sopan, mencegah hal-hal yang akan membuat malu dirinya sendiri kalau ternyata orang baru itu adalah umurnya lebih tua yang harus kita hormati.

Selain itu, orang Jepang tidak suka menjadi satu individu yang menonjol sendiri, mereka selalu ingin terlihat sama dan seragam karena itu bisa membuat mereka nyaman dan tidak merasa aneh sendiri di tengah masyarakat. Dan kalaupun ada terjadi masalah, orang Jepang selalu memikirkan dengan dalam, bagaimana agar penyampaian atau tindakannya tidak menyakiti perasaan orang.Dan saya lihat jarang yang ingin terlihat dan di cap sebagai pahlawan penyelamat atau Hero, karena pada dasarnya sifat orang jepang itu sangatlah pemalu.

Contoh yang baru ini terjadi adalah kasus ada anak yang suka mencuri dalam kelas si sulung.

Sebelum acara Kondankai (pertemuan orang tua murid dan guru) disekolah, beberapa hari sebelumnya si sulung sering mengeluh kalau pensil dan penggarisnya hilang di kelas. Dia bilang, dia tahu pencurinya (si A), karena dulu juga pernah dipinjam dan tidak dikembalikan. Dan pernah juga kasus ada kunci yang hilang, dan ditemukan ada di tempat sampah, semua anak dalam kelas yakin karena ada yang melihat kalau kunci itu dibuang di tempat sampah oleh si A. Serta barang-barang lain yang hilang mendadak, walau diduga si A adalah pelaku semua kejadian aneh dalam kelas namun sang guru tidak memperbolehkan anak-anak muridnya untuk tunjuk langsung kepada si A. Hmm..kenapa ya? Karena sepertinya ada prosedur dimana hak anak itu pun harus dilindungi oleh pihak sekolah termasuk wali kelasnya selaku orang tua di sekolah, ya hak untuk tetap merasa aman dari ancaman sekitar.

Saya dengar dari cerita si sulung bagaimana cara guru disekolahnya itu menyikapi masalah ini. Sudah ketahuan si A yang mencuri, bahkan ada saksi mata, tapi sang guru tidak menindak langsung dengan menyuruh si A untuk mengaku. Cara yang dipakai gurunya itu adalah dengan menyuruh semua anak muridnya menulis diatas secarik kertas, nama pelaku yang diduga suka mencuri itu. Cara ini menghindari agar tidak ada perpecahan antara si anak yang melihat kejadian itu dengan anak yang diduga mencuri itu.

Nah, saat acara temu orang tua dan murid itulah semua dibahas oleh sang wali kelas, hebatnya tidak dikatakan siapa nama anak yang suka mencuri itu, namun pihak sekolah yang telah mengatasinya dengan menanyakan secara personal anak-anak yang namanya di tulis oleh temen-temennya sekelas. ini semua rahasia, kami orangtua sampai sekarang tidak mendapat kepastian siapa anak yang suka mencuri itu, walau bocoran sudah saya dapat dari anak saya langsung. Penelurusan di lakukan secara tertutup, dari yang menanyakan langsung, dicari latar belakangkenapa bisa begitu, dan lain-lain. Tindakan sekolah yang lainnya saya sama sekali tidak tahu tapi belakangan ini suasana kelas sudah kembali tenang dan barang-barang sudah tidak ada yang raib atau hilang mendadak.

Contoh lain yang berhubungan dengan sekolah adalah kisah anak saya yang sering didorong ranselnya oleh temannya. Si sulung suka marah kalau pulang sekolah, bilang ada anak yang jahil suka dorong dari belakang dan pura-pura tidak melakukannya, padahal yakin banget kalau anak itu yang nakal. Sudah diperingati sambil marah-marah tetep saja anak itu suka meledek, sampai mau saya tendang kakinya, kata sisulung, tapi karena takut sama pelatih karatenya yang selalu mengingatkan kalau ilmu yang didapat tidak boleh untuk mencelakai orang, maka si sulung mayan ngeper juga untuk bertindak seperti itu. Maka saya bilang sama anak saya, kalau dia harus lapor ke wali kelas. Dan laporlah dia ke walikelasnya, sampai saya pun mendapat telpon dari sekolah. Setelah konsultasi dengan walikelas, saya mohon ijin untuk menyelesaikan masalah ini sendiri, karena kebetulan ibu anak itu adalah teman saya. Namun cukup kaget saya, karena saya tidak diperbolehkan melakukan itu. Kenapa? karena masalah ini disekolah maka pemecahannya pun pihak sekolahlah yang bertanggung jawab. Dan hasil akhirnya anak saya bebas dari gangguan si anak nakal tadi, karena kata anak saya setelah laporan itu, sepulang sekolah anak saya dan anak nakal itu langsung disidang oleh gurunya dalam kelas, dan akhirnya saling maaf-maafan.

Kedua kasus diatas tadi membuat saya mengambil kesimpulan kalau setiap masalah itu harus dilakukan dengan prosedur yang jelas, jangan grasah grusuh dan sembrono, harus dengan pemikiran yang matang, jangan sampai ada yang tersakiti, dan yang terpenting adalah masalah itu tidak menjadi besar, membuat panik orang orang sekitar dan malah justru menambah masalah yang baru.

Ketiga moral diatas terlihat dan saya bisa rasakan jelas dalam kehidupan sehari hari disini. Bahkan secara tidak langsung dan mau tak mau sayapun ikut terbawa arus untuk bisa memahami untuk turut serta melakukannya. Mencontoh yang baik dan mempunyai nilai manfaat yang besar tentu saja tidak akan ada ruginya, karena itu saya terapkan juga dalam pendidikan anak-anak saya, karena menempa mental yang kuat dan menanamkan moral yang baik hendaknyalah memang harus kita tanamkan kepada anak-anak sejak kecil.

Salam Hangat, WK!

---

Artikel lainnya :

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun