Sampai saat ini memang Jepang bisa dikatakan sebagai lingkungan yang aman untuk anak-anak pergi sendiri disekolah, tapi tentu saja kita jangan lengah dan terbuai! Karena tidak ada salahnya kita pun wajib waspada terhadap bahaya yang mengincar anak-anak kita selama menuju sekolah dan saat pulang sekolah.
Beberapa tindakan yang diusahakan oleh pihak sekolah adalah dengan memberikan secara gratis dua alarm yang digandolkan di tas ransel anak-anak sekolah ini. Dua alat yang diharapkan bisa membantu anak-anak sekolah ini terhindar dari bahaya itu adalah berupa periwitan ((whistle) dan alarm yang kita tinggal pijit itu bunyinya bikin pekak telinga karena katanya kekuatan bunyi alarm itu sama dengan suara ambulance yang sering kita dengar di jalan-jalan. Dua alat ini adalah pelindung keselamatan para murid-murid SD di Jepang. Disaat ada orang yang bermaksud jahat ingin mencelakai anak-anak ini, para murid SD di Jepang sudah di wanti-wanti untuk segera memencet alarm digital ini sehingga lingkungan sekitarnya bisa segera memberikan pertolongan.
Tapi tunggu dulu, selain alat ajaib yang bisa menyelamatkan nyawa mereka itu, kita tidak bisa pungkiri ada satu lagi yang bisa juga mencegah anak-anak ini dari mara bahaya. Satu hal yang gak kalah pentingnya itu adalah pengawasan dari para petugas patroli sekolah yang dilaksanakan oleh para orang tua murid ini dimana bisa mencegah dari bahaya lalu lintas dan banyaknya seliweran ibu-ibu yg bertugas patroli ini diharapkan bisa mengurangi bahkan mencegah orang-orang jahat yang suka mengintai dan mencari kesempatan untuk melakukan kejahatan kepada anak-anak ini.
Menjadi Tukang Parkir
Pemberian tugas kepada orang tua ternyata bukan saja kegiatan yang diselenggarakan oleh pihak Sekolah saja, tapi untuk pendidikan informal atau kursus tambahan diluar sekolah pun, orang tua diharapkan juga bantuanya demi terciptanya kenyamanan dan kelancaran kegiatan.
Saya ambil contoh saat si sulung memutuskan untuk memasuki klub baseball. Itu dari pertama saya sudah menguatkan mental dan siap-siap gulung lengan baju untuk terlibat aktif didalam kegiatan baseball itu nantinya.
Lah repot banget ya, anak yang punya kegiatan napa ibunya juga ikutan riweuh? Iya, ternyata kita memang akan menerima tugas dan wajib untuk ikut serta berpartisipasi memeriahkan kegiatan olahraga itu. Tidak semua club olahraga yang kasusnya seperti klubnya anak saya ini. Klub baseball sisulung adalah yang bersifat tidak komersial, bayangkan saja itu pelatihnya adalah para bapak-bapak anak-anaknya itu sendiri yang mungkin waktu masih mudanya adalah para olahragawan atau memang suka dengan kegiatan olahraga baseball ini. Para bapak-bapak yang jadi coach ini tidak dibayar, mereka adalah para volunteer yang sengaja mengacungkan tangannya untuk melatih anak-anak kecil ini. Bahkan banyak juga mereka korban materi loh, seperti menyiapkan mobil untuk pergi latihan yang memang tempatnya berbeda-beda, bahkan beberapa kali anak saya mendapat cemilan saat istirahat makan siang.
Untuk pengurusan segala macam administrasi, kegiatan latihan, booking tempat latihan, pengurusan pertandingan antar klub, pengadaan baju team dan kegiatan pendukung lainnya, itu semuanya kita ibu-ibunya yang urus. Jadi bisa kebayang, dari bapak sampai ibunya semua `turun gunung` aktif demi kelancaran kegiatan ini berlangsung.
Selain kegiatan yang sifatnya menunjang kelancaran latihan anak-anak ini adapula kegiatan yang sifatnya rekreasi yang misinya untuk menambah keakraban kami semua sebagai satu keluarga besar team ini. Acaranya itu antara lain berupa kegiatan, BBQ saat musim semi, pertandingan baseball antar ibu-ibu, acara matsuri atau festival saat musim panas. Dan tugas ini kita gak bisa kabur, karena memang wajib kudu mesti diemban tiap tahunnya karena nama kita sudah tercantum dalam surat yang akan kita terima saat awal season. Heleepp heleep hahaha!