[caption id="attachment_377879" align="aligncenter" width="500" caption="Menuju Hutan Angker Aokigahara, Yamanashi Ken. dokpri"][/caption]
Saya dan keluarga punya pengalaman mengerikan ketika mengunjungi hutan ini. Dan sumpah deh kapok sekapok-kapoknya, gak lagi-lagi mau ke tempat yang beginian.
Temen-temen pernah denger gak Hutan Aokigahara? Coba deh search di Google, ketik Aokigahara, itu pasti banyak kisah yang mengerikan berkaitan dengan kematian. Serem ya? Iya serem banget.
Ini bener-bener pengalaman yang masih anget saat saya dan keluarga liburan musim semi kemarin ke daerah Gunung Fuji. Sehabis menginap di daerah Shizuoka, pulangnya kami berziarah ke makam keluarga besar suami di kaki Gunung Fuji. Pulang dari nyekar tiba-tiba anak sulung bilang sama papanya, “Pa jadi gak kita uji nyali?” Haah, kaget saya! Ini pasti deh tentang obrolan kemarin malam tentang kisah Hutan Aokigahara. Dan nggilaninya, suami saya langsung jawab kalem, “Ayuk, boleh, ini sekalian pulang.” Huwaa kejer saya di jok belakang, si bungsu juga udah ngamuk-ngamuk gak mau, takut katanya.
Hutan Aokigara adalah hutan paling angker di Jepang. Hutan yang terdiri dari 3 ribuan hektar ini sudah terkenal di Jepang sebagai hutan yang paling menakutkan karena banyak kejadian yang mengerikan terjadi di sana. Kira-kira 3 tahun yang lalu saya dan keluarga besar suami pernah ke tempat wisata di daerah Aokigahara ini, namanya Saiko Cave, tempat wisata itu berupa gua yang di dalamnya banyak stalagtit dan stalagmit. Gua itu terkenal dengan sebutan sarang kalelawar, tempat sempit, gelap dan kita susah banget masuk karena harus membungkukkan badan sepanjang saat menyusuri lorong. Kasihan buat para lansia, karena bapak mertua saya sampe jatuh kepleset karena kita memang jalan di atas balok es. Menuju tempat wisata ini kami melewati hutan Aokigahara, bapak mertua saya menjelaskan kalau hutan ini banyak memakan korban jiwa karena banyak orang yang hiking tersesat di dalamnya gak bisa pulang karena kompas dan GPS tidak bisa bekerja di dalam hutan ini. Itu saja, sampai akhirnya baru-baru ini saya denger lagi nama hutan Aokigahara lengkap dengan segala kisah yang bikin merinding bahkan ada pengalaman yang gak bisa saya lupakan saat kami menuju ke sana.
Bunuh Diri di Hutan Aokigahara
Selain karena hutan ini bisa membuat orang-orang yang masuk ke dalamnya tersesat, hutan ini juga terkenal dengan keangkerannya karena banyak kisah yurei, arwah gentayangan dari orang-orang yang bunuh diri di sana. Ya, hutan Aokigahara terkenal sebagai tempat paling ideal untuk mengakhiri hidup bagi orang-orang yang sudah putus asa dan ingin mati. Hal ini sudah menjadi masalah negara karena pemerintah pun sampai akhirnya mengeluarkan banyak peringatan dalam bentuk kata-kata motivasi hidup yang tertulis di setiap papan-papan yang diletakkan di sekitar hutan.
Kurang lebih 100 jiwa melayang di dalam hutan ini per tahunnya. Dan kebanyakan kematiannya pun sangat tragis dan mengerikan, dengan cara menggantung diri. Jadi kalau orang-orang yang emang berani uji nyali masuk sana, itu jangan heran kalau nanti akan menemukan mayat yang ngegantung di tali hiyyy.
Kenapa sih mereka memilih hutan ini? Sudah jauh banget karena terletak di daerah Gunung Fuji, itu untuk mencapai sampai ke hutan itu pun transportasinya sangat terbatas. Banyak orang yang memilih hutan ini karena memang jauh dan terpencil. Susah untuk ditemukan bagi orang yang hilang dalam hutan ini, apalagi yang sengaja menghilangkan diri.
[caption id="attachment_377878" align="aligncenter" width="600" caption="Mt Fuji, Gunung kebanggaan masy Jepang. dokpri"]
Nah, ini ada satu pengalaman saya bersama keluarga saat uji nyali ke hutan Aokigahara yang terletak di Yamanashi ken.
Saat itu jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Menuju jalan hutan itu masih bisa terlihat langit birunya. Mobil kami pun semakin jauh mendekati wilayah Aokigahara, suasana sudah mulai agak redup karena lebatnya hutan dengan pohon-pohon yang besar dan daun yang begitu banyak, membuat cahaya matahari susah untuk menyinari jalan yang kami lalui. Jalan semakin menyempit. Sudah jarang mobil yang lalu lalang. Kiri-kanan kami hanya kelebatan pemandangan hutan yang mencekam. Hening.
Tibalah saya pada tempat wisata yang dulu pernah saya kunjungi, di papan tercantum kalau jam 5 sore tempat rekreasi ini sudah tutup. Pantesan saja sudah sepi. Di dalam mobil anak-anak tumben jadi akur dan semua saling diam hanya menatapi pemandangan di depan. Ya, karena kami sudah begitu ketakutan untuk tengok kiri-kanan. Berkali-kali saya minta suami untuk puter balik lalu cari jalan yang rame, gak papalah ini jadi jauh pulangnya yang penting ati gak deg-degan gini. Tapi si sulung lagi-lagi penasaran, ya bentar dikit lagi ma, sambil dia juga kayanya mulai ngeri-ngeri dan itu terlihat saat suami tiba-tiba ngajak ngobrol dan dia terlonjak kaget.
Di tengah jalan, ada tempat istirahat. Tempat itu berupa jalan masuk ke suatu tempat. Suami menepikan mobil dan mulai menyentuh layar GPS mobil. Anehnya, itu GPS gak bisa dijalankan, sampe berkali-kali ditekan karena suami ingin mengandalkan si GPS aja karena hari sudah mulai gelap. Namun sayangnya entah itu tiba-tiba rusak apa gimana, kok sama sekali tidak bergerak, saya lap layarnya takutnya itu karena banyak debu dan terlalu sering dipenjet-pencet banyak sidik jari, namun GPS itu tetap tidak berjalan. Saya dan suami langsung refleks mengambil HP masing-masing, dan Thanks GOD ada sinyal sedikit terlihat. Buru-buru saya buka appli GPS saya, aneh gak bisa dan tak terkonek. Langsung firasat buruk menyergap dalam kepala, saya hanya lihat-lihatan dengan suami sambil berkata, waduh jangan jangaaannn...dan sebelnya suami hanya komentar, daijyoubu yo (it`s ok) tapi anehnya dia langsung puter balik dan bilang sama anak sulung saya kalau kapan-kapan lagi aja ke Aokigahara karena hari sudah mulai gelap.
Asli baru pertama lihat suami give up begitu cepat dengan rencananya semula. Apalagi ini bukan karena alasan yang bisa dilihat mata, cuaca alam atau ada kecelakaan yang bisa membuat kita tidak bisa melanjutkan perjalanan. Entah ada feeling apa suami saat itu, yang saya tahu dia putus balik arah saat dia tidak bisa menggunakan HP-nya untuk menelepon. Dan saya sudah gak berani tanya apa-apa, semua hanya diam dan berdoa dalam hati hanya suara si bungsu yang terdengar berbicara, “Kamisama watashi no kazoku mamotte kudasai, onegaishimasu, onegaishimasu!” Ya, Tuhan tolong jaga keluarga kami, tolong ya Tuhan, please. Makin deg-degan saya, dan baru bernafas lega saat kami melihat ada convinient store saat suda keluar dari dalam hutan, buru-buru saya minta suami melipir sana karena dari tadi asli kebelet pipis saking tegangnya. Alhamdulillah berkat doa anak-anak, kami sekeluarga tidak terkena musibah apa pun saat dalam hutan.
Ya, hilangnya sinyal GPS dan tidak bisa dipakainya kompas itu dikarenakan karena memang hutan Aokigahara ini adalah hutan yang tanahnya mengandung banyak zat kimia hasil dari luberan lava ketika dulu Gunung Fuji meletus. Karena itu pemerintah tidak menganjurkan untuk hiking sendirian di dalam hutan Aokigahara. Kompas tidak bisa digunakan di sana, walhasil banyak orang yang kesasar tidak menemukan jalan pulang. Karena itu disarankan untuk menandai jalan berupa pemberian tanda saat kita menuju ke dalam hutan agar nantinya bisa mempermudah dan jadi petunjuk saat mau pulang.
Buat temen-temen yang pengen refreshing atau wisata ke Jepang, saran saya gak usahlah pergi ke Hutan Angker ini, karena memang beresiko tinggi sekali. Tapi anehnya, saya dengar semakin dilarang, semakin angker, semakin banyak kejadian, itu banyak turis asing yang melancong ke sana. Ya kalau bisa selamat keluar dari hutan, lah kalau malah nyasar dan ga bisa balik, malah naas itu nasibnya. Serem, lebih baik menghindari sebelum ada kejadian yang mengerikan terjadi bukan?
Salam Hangat, wk
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H