Mohon tunggu...
Weedy Koshino
Weedy Koshino Mohon Tunggu... Lainnya - Weedy Koshino

Konnichiwa! Ibu 2 anak yang hidup di Jepang. Ingin membagi pengalaman selama hidup di Jepang. Penulis Buku Unbelievable Japan 1,2,3 dan Amazing Japan. Yoroshiku Onegaishimasu.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Belajar Dari Pengalaman

28 Juni 2014   04:08 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:30 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1403930665823064486

[caption id="attachment_345289" align="aligncenter" width="593" caption="Sumber: www.cmswire.com"][/caption]

Ketika memutuskan untuk bergabung di Kompasiana tahun lalu, saya mempunyai prinsip ingin memakai nama asli karena nanti apa yang saya sharing di sini adalah cerita yang bisa saya pertanggungjawabkan kebenarannya apabila ada seseorang yang menyangsikannya. Apalagi saya bukan seorang penulis yang handal jadi kisaran cerita yang akan saya sharing pun pastilah tak jauh dari selayang pandang mata yang ada dan terjadi di dekat saya. Dan saya Insya Allah tidak ada sedikitpun niat tidak baik, misalnya saja untuk menjatuhkan atau menjelek-jelekkan seseorang di sini, karena itu tidak ada yang perlu saya takutkan untuk mencantumkan nama asli/yang sebenarnya.

Bergabung di Kompasiana, walau masih dalam hitungan bulan, tapi saya sudah seperti masuk dalam suatu keluarga besar yang hangat. Lingkungan di Kompasiana yang bagi saya sangat kondusif, membuat saya merasa aman dan nyaman untuk menceritakan semua pengalaman yang terjadi pada saya dan keluarga saya disini, entah itu pengalaman yang menurut saya unik, lucu, menarik, sedih, menegangkan bahkan saya merasa tidak takut dan malu untuk membagi pengalaman atau kejadian yang bagi sebagian orang mungkin itu adalah suatu pengalaman yang memalukan.

Sampai suatu kejadian yang kurang mengenakkan menimpa saya saat ini. Sejak dulu saya dekat dengan bapak saya. Dari kecil setiap masalah yang menimpa saya, saya akan lari dan duduk di pangkuan atau disebelah bapak saya sambil terkadang sesenggukan bercerita tentang kejadian yang bikin saya susah itu. Tapi beranjak dewasa,  gelendotan itu tidak bisa saya lakukan lagi. Ya, bapak semakin tegas. Setiap ada masalah yang menimpa saya, beliau tidak pernah membela saya. Tapi dari saran dan komentar beliau saya bisa tangkap benang merah yang tersirat dalam ucapannnya, dan saya yakin kalau sekarang pun saya mengadu ke beliau, komentarnya pasti akan tersirat seperti ini : "Tidak ada yang salah nduk, itu hanya kecerobohanmu saja karena kamu kurang hati-hati, tapi dari masalah yang menimpa kamu itu, kamu jadi mengerti dan jadi suatu pembelajaran hidup yang berharga yang tidak bisa dibeli dimanapun."

Ya, saya jadi belajar banyak. Bergabung di Kompasiana, saya banyak belajar tentang menulis, melihat karakter orang yang biasanya suka terbaca dalam tulisan-tulisannya dan juga menjadi berhati-hati dan bersikap tegas apabila ada yang melakukan tindakan yang tidak menyenangkan pada tulisan-tulisan saya yang ada dalam "rumah" ini.

Saya belajar untuk berhati-hati.

Menulis di Kompasiana saya mempunyai satu misi, insya Allah bermanfaat dan berguna bagi orang banyak. Dikala ada teman yang meminta ijin untuk meng share tulisan kita, bagaimana? Kalau saya pribadi tentu saja senang, berbagi pengalaman yang bisa menghibur dan bermanfaat. Silahkan copas tulisan saya dengan tak lupa mencantumkan link darimana tulisan itu diambil, sebagai penulis itu saya merasa dihargai, toh saya tidak meminta bayaran. Tapi tunggu dulu, ternyata kita harus hati-hati. Selama ini teman-teman yang meminta ijin sharing biasanya untuk blog pribadi atau dicantumkan dalam medsos mereka. Sama sekali tidak masalah, justru senang karena biasanya mereka mencamtumkan link sumber dan nama penulis. Itu berarti artikel yang mereka share atau copas, utuh tulisan saya yang tentu saja jalan cerita pun dari sudut pandang penulisnya.

Sampai suatu ketika ada seseorang yang meminta ijin untuk share tulisan saya yang pernah published di Kompasiana. Dan saya jawab, iya silahkan. Dan saya begitu naif tidak menanyakan secara details. Bodohnya saya pikir share di blog pribadi. Sampai saya kaget kalau saya ingin diinterview. Karena beberapa hari ini saya begitu sibuk, saya tidak pernah confirm dan tidak pernah setuju atas waktu yang ditawarkan untuk wawancara. Sampai suatu ketika ada telpon yang berdurasi hanya sebentar, karena saat itu saya sedang dalam kesibukan, jadi saya perkirakan hanya 1-5 menit dengan suara yang tidak jelas terdengar karena saya dan pewawancara sepertinya berada di luar ruangan. Tapi saya ingat ada poin-poin yang ditanyakan, seperti tulisan saya di artikel itu adalah pengalaman sendiri, tentang polisi, dan tidak ada yang menolong saat kejadian itu, yang semua info-info itu sudah saya tuliskan semua dan pertama kali saya published hanya untuk KOMPASIANA.

Entah mengapa saya merasa kecolongan kenapa? karena tulisan yang di published oleh beliau, sebelumnya tidak ada konfirmasi untuk cek dan ricek oleh saya. Setelah wawancara tidak lama, link artikel yang dibuat beliau dikirmkan ke saya. Dan saya lalai, harusnya saya segera mengecek perihal berita yang disiarkan, apa yang ditulis apakah sesuai dengan saat interview. Tentang ini apakah saya salah? atau cek dan ricek tidak perlu dalam penulisan atau saat kita published untuk suatu berita di media berita nasional? saya merasa penayangan berita di media nasional ini apalagi sampai pada situs besar yang pembacanya sudah skala besar, tidak ada konfirmasi tentang penulisan nama saya lengkap tanpa saya diberi pilihan untuk hanya membuat inisial saja ataupun saya mendapat saran kalau kemungkinan ini bisa menjadi berita yang tersebar ke seantero Indonesia, sehingga saya bisa mempertimbangkan apakah setuju untuk di published di media online besar itu. Bodohnya saya, saya lalai dan seperti bapak saya katakan, saya masih perlu banyak belajar. Ya, tidak ada yang salah, ini semua kecerobohan saya semata.

Mungkin ada yang berfikir, kok saya repot banget mempermasalahkan hal ini wong cerita itu toh sudah pernah ditulis di Kompasiana. Ya tentu saja saya harus repot! Kenapa?? karena ketika melihat tulisan itu muncul media lain yang notabene bukan rumah saya yang saya merasa asing, membuat saya miris melihat komentar para pembaca yang membaca tulisan dari sudut penulisnya yang bisa membuat banyak pengertian lain. Saya merasa perasaan saya di artikel yang saya tulis di Kompasiana itu tidak tersampaikan secara jelas apalagi saya tidak bisa meluruskan kejadian yang sebenrnya karena saya hanya sebagai orang ketiga. Dan akhirnya sampailah artikel itu ke satu media berita yang lebih besar lagi. Reaksi yang terjadi? banyak orang yang pernah membaca artikel di Kompasiana mengatakan kalau artikel yang di published media lain itu hanya memindahkan saja, perbedaannya hanya pada situasi wawancara saja. Dan yag sangat disayangkan apa yang ditulis tidak seperti yang sebenernya atau ada dalam wawancara,saya menolak kalau saya pernah mengatakan itu dan tidak pernah ada wawancara dengan poin itu.

Saya cukup letih juga, mengurus masalah yang saya tidak pernah saya perkirakan akan sampai menjadi begini. Setelah berdiskusi dengan media yang mewawancarai saya, saya menolak untuk disiarkan karena saya merasa `kecolongan` dengan melihat dari adanya poin-poin yang saya merasa tiak ada konfirmasi jelas yang saya jelaskan di atas, dan seharusnya waktu interview adalah waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak dengan adanya tanya jawab secara jelas, hingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan atau merasa jadi tidak nyaman apabila itu disiarkan. Adanya cek dan ricek sebelum itu disiarkan, sehingga apa yang ditulis telah disepakati juga oleh si empunya cerita. kalaupun mengambil dari tulisan saya di KOMPASIANA, saya mohon dengan sangat CANTUMKAN LINK yang tertera pada artikel asli saya. Kalau saya lihat, dari interview yang 1-5 menit itu kok banyak sekali informasi yang ditulisnya dan saya tidak merasa memberikan informasi itu, tapi informasi yang ditulisnya itu adalah curhatan saya di KOMPASIANA bukan dari hasil wawancara.

Saya mendapat respon yang sangat baik ketika saya meminta artikel yang dimuat di media lain itu yang menceritakan tentang kisah yang pernah saya tulis di K itu segera dihapus / DELETE karena saya menolak untuk memberikan ijin share lagi. Dan beliau sudah setuju mendeletenya dan meminta maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi setelah berita ini menyebar luas. Saya sangat menghargai dan melihat niat yang sangat baik mengenai keberatan yang saya ajukan, semoga artikel itu sudah di delete dan apabila sudah dilakukan saya mengucapkan banyak terima kasih.

Ya, dan saya pun belajar banyak dari semua ini. Anggap saja cobaan sebelum ramadhan.

Selamat Menunaikan Ibadah Puasa, Mohon Maaf Lahir dan Bathin

salam Hangat, wk

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun