Mohon tunggu...
Prita Dewi
Prita Dewi Mohon Tunggu... -

Imajenasi itu segalanya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

2017: Sindrom Ashsen vs Sindrom Gausen pada Mahasiswa Tingkat Akhir

19 Maret 2017   09:27 Diperbarui: 19 Maret 2017   10:08 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mahasiswa terlahir sebagai makhluk sosial yang dinyatakan tidak bisa hidup tanpa mahasiswa lain. Sekalipun mahasiswa tesebut berpredikat ambis* tetap saja butuh teman saat dosen memberikan tugas kelompok. Menjelang tingkat akhir atau pun saat tingkat akhir, muncul fenomena dimana mahasiswa cenderung terjangkit sindrom yang awal mulanya muncul dikarenakan sugesti berlebihan dan keyakinan yang sedikit aneh.

Sindrom Ashsen dan Sindrom Gausen keduanya sindrom yang bertolak belakang. Pasti pernah, sedang atau akan dialami oleh siapapun yang beruntung melahap bangku kuliah hingga tingkat akhir.

Sindrom Ashsen bepotensi menyerang mahasiswa tingkat akhir dengan imunitas tubuh yang tinggi, mental kuat dan mungkin tipe mahasiswa ambis*. Cenderung menjangkit mereka yang suka berlogika, menganggap yang lain tidak cukup mengerti urusan atau masalah mereka dan enggan memusingkan diri dengan perasaan tidak perlu. Gejala sindrom ini terlihat saat mahasiswa tingkat akhir lebih senang duduk menyendiri bersama laptopnya, pergi ke mana-mana sendiri dan selalu mengeluarkan pernyataan, “ Elah, urusin aja dulu sekripsi lu!” , saat yang lain menanyakan hal-hal yang dianggapnya kurang penting seperti, “Doi apa kabar?”.

Sebaliknya Sindrom Gausen menyerang mahasiswa tingkat akhir yang ketergantungan dengan motivasi orang lain. Lebih sering ditemukan pada mahasiswa sosialis yang tidak terbiasa dengan kata “sendiri” atau lebih tepatnya tipe mahasiswa N-AFF, need of affiliation ,berbuat karena termotivasi untuk mendapatkan bentuk kerjasama dengan yang lain. Meski begitu bukan berarti mereka tidak mandiri atau tidak mampu mengurus dirinya sendiri loh. Bahkan kadang mereka lebih peduli dengan partnernya dengan imbalan kepuasan batin dan keyakinan bahwa dengan peduli dengan sesama, Tuhan akan lebih peduli dengannya. Namun naasnya mereka sering disebut kaum galauit , hal itu terbukti saat mereka  ditanya, “Cie berdua mulu sama laptop, tapi skripsi gak kelar-kelar,”. Sudah ketebak kan reaksinya?

Nah, sekarang coba periksa diri kita dan perhatikan sekitar kita, teman, sahabat atau keluarga kita ,para mahasiswa, mungkin tergolong Sindrom Ashsen (Ashik Sendiri) atau mungkin Sindrom Gausen (Gak Mau Sendiri) ? Gunanya buat apa? Supaya kita lebih peka terhadap sikap ataupun kebutuhan diri sendiri dan orang lain.  Selain itu kita dapat memperlakukan diri kita sendiri maupun orang lain dengan cara yang pas .

Semangat tingkat akhir bagi yang menjalankannya J ! Tentunya yang lain  juga ikut menyemangati dan mendoakan yaa! Semoga lancar skripsweetnya, amin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun