“Seperti candu, minggu satu, dua, tiga hingga sepuluh. Tepat minggu sebelas, manismu berkurang. Hangatmu mulai samar-samar dan pekatmu mulai pudar. Paham betul senikmat apapun racikanku, hitam manismu tetap saja pahit. Entah aku atau kau yang mulai jenuh, yang jelas minggu ini cangkirku kosong kembali.”, (Dewi 2016).
Dini hari dan lembaran laporan mekanika fluida keduanya sama-sama dingin. Keduanya dengan tatapan dingin menyuruhku enyah dari koridor kampus. Jelas-jelas laporan masih sampai metode. Mana bisa ku mengalah, enak saja.
Tapi tak sehebat itu juga memang, akhirnya bendera putihpun berkibar. Pukul dua dini hari. Tabel hasil praktikum berikut krooni-kroninya sudah selesai. Tunggu dulu, pembahasanya ? Ampun … Berdoa saja lah aku. Semoga ada keajaiban.
Ada yang datang, suara itu, hmmm …
“Ei wi ga balik? Jam berapa ini? Gak kuliah apa besok? Kuy balik… balik, anak cewek jam segini masih di kampus..hmm”, cecetran itu jelas datang dari mulut siapa, siapa lagi.
“Eh Ma, mending sini deh bantuin ngerjain. Biar cepet beres, gak baik kan cewek jam segini masih di kampus?”,sahutku.
“Yaelah, gini doang mah 15 menit juga kelar. Lemah banget sih wi! Sini Rama kerjain! ”, umpatnya yang selalu sama, menyebalkan.
Benar saja, 15 menit kemudian.
“Nih wi beres, kuy pulang! Kusut banget tuh muka.”, celetuknya tanpa merasa berdosa.
“Iya, eh makasih ya,” ucapku sambil menahan kantuk.
Ngomong-ngomong boleh juga tiap malem Kamis tulisin laporanku Ma “Plakkk…”,gulungan kertas mendarat tepat dikepalaku.
“Ayo pulang Wi, sini tasnya, lemah!”, kalimatnya menyakitkan telinga.
Jalanan sepi, yang tersisa tinggal beberapa warung kopi dan penjual sate. Asap sate meliuk-liuk menggoda hidung sepanjang jalan. Tapi mata sudah dibungkam kantuk.
“Ma, jenuh. Capek ya kuliah berasa robot. Senin sampai Jumat sampai Senin lagi. Kalau enggak inget orang tua dan beasiswa rasanya pengen cuti saja,” setengah sadar curhatku diatas motor.
“Ah lemah-lemah, baru gini aja udah nyerah wi wi … Jadi gini ya wi dengerin Rama @#$%^&*…..”, ceramah dini hari.
“Hmm.. he’em iya … iya …”, samar-samar kalimatnya ditelingaku, ku iyakan dulu yang penting sampai kos-kosan dengan selamat.
“Eh denger ga? Yah, keburu sampai wi. Yaudah besok Minggu pagi jalan-jalan yuk, bete kan ama kosan-kampus-tugas-rapat? Mending bete ama Rama bisa bales.”,cecretannya lagi.
Bener juga sih, minggu ini penat. Rama juga bukan psikopat meski rada sakit, hmm boleh juga.
“Ah serius Ma? Ntar wacana lagi, kan jago boong… lagian mana mungkin seorang Rama bangun pagi?”,cecretanku balik.
“Wah parah, serius ini Rama juga penat sama semuanya. Masuk sana, jangan lupa jam 5 bangunin Rama, jatah kuliah Rama udah abis wi.
S E R I U S !”, nadanya meyakinkan.
“Iyaa… iya. Makasih Ma, udah pulang sana hati-hati!”, jawab muka bantal sambil menutup pagar.
Singkat cerita Minggu pagi itu datang …
Sudah ku duga, mana mungkin Rama muncul tepat jam 7 pagi, mustahil.
Pesan singkat mucul di layar Hpku “MAAF WI, 30 MENIT LAGI RAMA NYAMPE KOSAN, TUNGGU YAA!”. Bodo amat Maaa ….
“Pagi Wi, kuy jalan ni helmnya … happy Sunday!”, tumben baik.
Pagi itu entah mau dibawa kemana juga tak jelas, sepanjang jalan tanya mau kemana juga rasa-rasanya percuma. Mending diam dan menikmati perjalanan. Ah Rama makasih sudah membawaku keluar dari lingkar kampus itu “jeduk..”, helmnya mengenai helmku, sepertinya disengaja.
“Kenapa Wi? Seneng? Kurang piknik tuh … Rama kalau penat biasanya jalan ke @#$%^&*…”, capek dengernya.
“Yaelah cowok mah beda, pengen kesana-sini tinggal berangkat, nah cewek? Gak semudah itu tau Ma..,” sahutku.
“Cewek mah mudah Wi, tinggal bilang ke cowoknya. Eh lupa kan ga punya cowok ya Wi?” ledeknya diiringi tawa lepas. Sial.
Hari itu ceritanya, lupa cerita. Ceritanya, ah panjang. Intinya benar-benar lupa. Apasih gak jelas wi! Obrolan-obrolan mulai tak sehat. Awas baper awas … . Enggak kok masih waras, sampai tiga gelas kopi dalam sehari dihabisi tanpa ampun.
Seharian pergi berdua dan bercerita banyak hal tidak lantas mengubah pandanganku tentang Rama. Rama tetap Rama temanku, toh meski ternyata ada maksud lain tetap saja tidak mungkin “ada rasa”.
Sejak itu, minggu pertama aku kecanduan berat dengan minuman gelap yang beraroma khas, sebut saja kopi. sebelumnya hanya iseng kalau sedang lembur. Semenjak hari itu malah gak bisa lepas.
Hitam manis…hitam manis yang hitam manis.. pandang tak jemu… . Apa sih wi?
Kopikopikopi…
Rama dengan talentanya seperti salles dengan mudah mengiming-imingi kopi setiap lembur malam dikampus. Berawal dari kopi, obrolanku dan Rama berlanjut. Banyak cerita yang kami bagi. Ku fikir, malaikat sekali orang ini. Semoga saja aku tak terbawa suasana.
Day after day … .
Sepertinya benar-benar kecanduan.
Minggu ke tujuh. Si hitam itu mulai dingin, sikapnya berubah. Kopinya mulai aneh, rasa-ranya lambungku mulai sakit. Tapi jadi bingung, sakit liver atau sakit lambung? Ah ngaco, mana bisa gitu.
“Eh temanku yang sibuk, sibuk banget ya? Tu muka kecut banget tau, nyebelin. Sok sokan diemin aku lagi. Gak enak tau…Kalau mau pergi , pergi dengan cara yang baik . Kabar-kabar kek, main ngilang aja ”,entah angin apa aku berucap pada Rama.
“Kenapa? Gak suka diginiin? Bentar-bentar, pergi dengan cara yang baik? Enggak kok Wi, Rama ga pergi haha… cie”, lagi-lagi kalimatnya menjebakku.
Banyak hal yang ku pelajari dari Rama hingga minggu ke sebelas. Banyak hal yang membangun. Tapi aku mulai khawatir. Bagaimanapun tujuan Rama baik denganku hanya untuk menolongku dari kejenuhan, membuatku bangkit dan menjadi pribadi yang lebih baik. Tidak lebih. Tau persis kan kopi yang manis dikonsumsi tiap malam ujung-ujungnya bikin diabet ? Persis.
Ketertarikanku sepertinya patut dicurigai. Mulai tidak sehat. Kopi dan Rama keduanya sama. Bikin kecanduan. Bikin melek dan sadar diri, bikin sadar peran penting posisi dan pengaruh dan seandainya aku menyukai keduanya, mungkin itu sebatas kagum. Risiko bersama keduannya sama-sama besar dan aku memilih, mundur.
Biar kalaupun benar bukan sebatas kagum cukup ku isi lagi cangkirku. Sekedar mengingat yang lalu, kopi mewakili Rama dan semua aman karena kunci hubunganku, Rama dan Kopi adalah… , Radius.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI