Mohon tunggu...
Eka Nasrudin
Eka Nasrudin Mohon Tunggu... karyawan swasta -

To Learn.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apa yang Salah dengan Seorang “Pengamat”?

2 Maret 2014   16:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:19 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika saya perhatikan di acara diskusi televisi baik program berita maupun sebuah talkshow, terkadang ada seorang tokoh narasumber yang misalnya berkerja di lembaga legislatif, merasa tersinggung bercampur kejengkelan dengan seorang pengamat yang memberikan sebuah pernyataan maupun tanggapan yang di rasa salah ataupun keliru.

Dalam pikiran saya, masa iya apa yang di lontarkan itu salah? Terkadang pula narasumber menyebut pengamat cuma banyak omong, terkesan sok tau. Saya pun tidak tahu data dari mana seorang pengamat menyebut sebuah hasil, apakah dari survei? atau apapun yang dapat menjadi acuan pembicaraan secara logis. Ya mungkin saja dari berbagai sumber, bisa arsip koran/media cetak, pun bisa jadi bersumber pada media online.

Misalnya data seorang pengamat menyebutkan angka kemiskinan indonesia belum turun masih dalam presentase sebanyak 50%, artinya tidak ada penurunan [ini misalnya], lalu dari kubu pemerintah : “oh gak begitu, anda jangan sok tau” dan lagi di tambah ‘’jangan memutar balikkan fakta, anda jangan memprovokasi rakyat dong”. Lha kok ya? Bawa-bawa rakyat segala.

Yang saya tahu secara sederhana [ini menurut saya], sebuah lembaga yang sekarang ini memakai kata “Watch” saya artikan sebagai pemantau, atau pengamat. Mereka juga kan berkerja, adanya pengamat berarti kan kebijakan publik di beri “perhatian” Bagaimana dan jika seorang pengamat itu adalah rakyat indonesia sendiri?

Rakyat sebagai pengamat memang tidak tahu pekerjaan rumah seorang pejabat publik, apa yang rakyat rasakan itu yang mereka katakan? Misalnya BBM naik, sembako ikutan naik, terlebih parah lagi pejabat-pejabat banyak yang korupsi. Bisa jadi komentar rakyat secara mendasar mungkin yang terlontar adalah sebuah keluhan, kalau toh keluar kritikan pastinya harus di dengar, pun kritikan dari lembaga “Watch”.

Masyarakat kebanyakan mana ada yang mengerti tentang data statistik, dampak-dampak kebijakan yang mereka rasakan, perlu di kritisi melalu hati nurani.

Penulis juga seorang rakyat, juga sebagai pengamat. Dari sebuah pengamatan maka pikiran meluncur untuk menciptakan sebuah sudut pandang, dari sudut pandang sebuah objek pengamatan akan lahir nantinya sebuah kesimpulan, terlepas benar atau tidak adalah yang terpenting mencari titik solusi demi perbaikan. Jika terjadi salah lakukan klarifikasi dan transparansi.

Tulisan saya di kompasiana adalah hasil dari buah pikiran atau opini pribadi, sejauh ini mungkin atau belum mengkutipkan sebuah referensi atau sumber yang di butuhkan. Saya sedang belajar, berusaha belajar dengan baik terutama dalam menulis.

Salam damai..,,

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun