Insiden pelemparan sebuah bom molotov terjadi saat acara pengambilan sumpah jabatan Eselon III di Pemerintahan Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar), Selasa (25/1/2022) siang.Â
Terduga pelakunya pria berinisial RZ, yang juga adalah salah satu aparatur sipil negara (ASN) di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Ketapang.Â
Kasat Reskrim Polres Ketapang AKP Primas mengatakan, hasil pemeriksaan sementara, motif oknum pegawai tersebut melakukan aksinya karena sakit hati atas keputusan pelantikan pejabat administrator.Â
"Motifnya karena sakit hati, atas putusan pelantikan administrator di Pemkab Ketapang," kata Primas, Rabu (26/1/2022).Â
Atas perbuatannya, lanjut Primas, pelaku RZ telah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 atau Pasal 187 KUHP dengan ancaman hukuman penjara di atas 10 tahun.
"Statusnya sudah tersangka,"Â kata Kasat Reskrim Polres Ketapang AKP Primas, dikutip dari TribunKetapang.com, Rabu (26/1/2022).
Bukankah RZ saat mengajukan lamaran menjadi pegawai negeri sipil Indonesia telah memasuki proses yang jauh lebih baik dengan mekanisme online mulai dari pendaftaran, tes seleksi hingga pengumuman, meninggalkan kemungkinan minimal kecurangan dan nepotisme yang telah menjadi masalah mendasar dan merajalela di masa lalu.Â
Bagaimana RZ sakit hati lantaran mendengar keputusan pelantikan pejabat administrator?
Belum diketahui secara pasti motif pelemparan bom molotov tersebut. Diduga karena yang bersangkutan tidak masuk dalam daftar nama pejabat yang dilantik. Berdasarkan video yang beredar sesaat setelah pelemparan molotov, pelaku meminta uang Rp1,6 miliar dikembalikan. Namun, belum diketahui siapa yang diminta untuk mengembalikan uang tersebut.
Jika apa yang diucapkan RZ itu dapat dibuktikan di meja pengadilan, sungguh miris bukan.
Di masa lalu, kinerja pegawai negeri ini dievaluasi melalui tinjauan tahunan yang dikenal sebagai DP3 sebagai instrumen penilaian kinerja pegawai negeri sipil yang boleh dibilang menggunakan kriteria yang kabur dan subjektif yang hanya berfokus pada penilaian perilaku pegawai negeri. Juga, itu tidak menghubungkan kinerja dengan kinerja organisasi dan tujuan strategis. Faktor ini diyakini berkontribusi terhadap minimnya dampak penilaian terhadap kinerja pegawai negeri sipil.